Sukses

Pemkot Depok Minta RS Tak Gunakan Obat Sirup Diduga Penyebab Gagal Ginjal Akut

Wali Kota Depok Mohammad Idris menyatakan, belum ada kasus gagal ginjal akut pada anak yang disebabkan dari konsumsi obat sirup yang ditarik BPOM. Kendati, Pemkot Depok tetap mengikuti imbauan pemerintah pusat.

Liputan6.com, Depok – Pemerintah Kota Depok terus berkoordinasi dengan Pemerintah Pusat terkait penyakit gagal ginjal akut yang diduga disebabkan obat sirup pada anak.  

Wali Kota Depok, Mohammad Idris mengatakan, dugaan gagal ginjal akut disebabkan obat sirup masih dalam proses penelitian. Namun untuk mencegah kasus gagal ginjal akut pada anak terus bertambah, peredaran obat sirup tersebut dihentikan sementara.

“Tapi untuk mengantisipasi adanya kelanjutan dari korban ini, makanya sementara disetop dulu, itu sih intinya,” ujar Idris, Senin (24/10/2022).

Sampai saat ini, Pemkot Depok belum menemukan adanya balita yang mengalami gagal ginjal akut akibat meminum obat sirup . Namun terdapat satu balita asal Kelurahan Ratujaya meninggal akibat gagal ginjal akut beberapa waktu lalu.

“Sampai saat ini belum ada temuan,” ucap Idris.

Idris menjelaskan, terkait penarikan obat yang beredar di apotek maupun toko-toko merupakan kewenangan dari pemerintah pusat maupun pemerintah provinsi. Pengawasan dan penarikan obat sirup yang diduga menjadi penyebab gagal ginjal akut berada di Provinsi Jawa Barat.

“BPOM kan ada di Jawa Barat, kalau kita tarik nanti jadi masalah karena kewenangan bukan ada di kita,” katanya.

Dia menyatakan bahwa Pemkot Depok telah meminta rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan (Fasyankes) di wilayahnya untuk sementara waktu tidak memberikan obat sirup yang diduga menyebabkan gagal genjal akut. Hal ini sesuai imbauan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). 

“Rumah sakit sudah diimbau, dikasih contoh menurunkan panas pada anak tanpa menggunakan obat tersebut, mudah-mudahan bukan karena itu,” kata Idris memungkasi.

 

2 dari 3 halaman

Balita di Depok Meninggal Usai Divonis Gagal Ginjal Akut

Sebelumnya, balita asal Kelurahan Ratu Jaya, Kecamatan Cipayung, Azqiara Anindita Nuha (3), menghembuskan nafas terakhirnya usai divonis gagal ginjal akut stadium enam.

Soliha yang merupakan ibu Qiara menceritakan, sang anak awalnya mengalami panas tinggi dan penurunan air kencing sebelum dinyatakan gagal ginjal akut. Saat demam dan pilek, Qiara sempat diberi obat sirup pada Jumat (7/10/2022).

“Setelah diberikan obat tetap muntah sebanyak 15 kali, akhirnya anak saya dibawa ke klinik,” ujar Soliha saat ditemui Liputan6.com, Jumat (21/10/2022).

Karena kondisinya tak kunjung membaik, balita berusia tiga tahun enam bulan ini pun dibawa ke RS Bunda pada Minggu (9/10/2022) malam. Tim dokter pun langsung memberikan penanganan medis.

“Di situ saya lupa bilang bahwa anak saya itu tidak pipis. Jadi selama muntah-muntah itu anak saya tidak pipis,” ucap Soliha.

Tim dokter rumah sakit kemudian melakukan pemeriksaan secara menyeluruh. Hasilnya, Qiara didiagnosa menderita gagal ginjal akut. Qiara didiagnosa gagal ginjal akut stadium tiga. 

“Saya merasa hancur setelah dilakukan pengecekan keluarlah hasil laboratorium anak saya mengidap gagal ginjal akut,” kata Soliha.

 

3 dari 3 halaman

Kondisi Kesehatan Terus Menurun

Qiara akhirnya dirujuk ke RSCM dan sempat menjalani perawatan di rumah sakit tersebut. Selama dirawat di RSCM, Qiara mengalami penurunan daya ingat. Setelah dicek menyeluruh, jaringan organ tubuh balita malang ini juga menurun.

Pada Kamis (13/10/2022) tim medis memasang alat untuk cuci darah. Detak jantungnya juga menurun, sehingga harus dipasangkan alat.

“Alhamdulillah ada lagi setelah itu pakai ventilator mulai normal lagi sampai dilepas ventilator,” tutur Soliha.

Jumat (14/10/2022), Qiara melakukan cuci darah dan sempat tidak sadarkan diri hingga lima jam. Bahkan pada proses cuci darah, lampu indikator berbunyi. Darahnya tinggi. Setelah proses cuci darah, pada selang tidak menunjukkan adanya air kencing.

“Malam minggunya itu saya dipanggil lagi sama dokter dan memberitahukan bahwa anak saya dalam masa kritis, saturasi oksigen di bawah 40,” ujar Soliha.

Pada Minggu (16/10/2022) sekitar pukul 08.20 WIB, keluarga harus mengikhlaskan kepergian Qiara untuk selama-lamanya. Tim dokter telah berusaha maksimal, namun takdir berkata lain. Qiara meninggal dunia.

Soliha sempat menanyakan penyebab kematian anaknya, namun belum mendapatkan jawaban dari pihak RSCM.

“Sampai saat ini saya ingin tahu penyebab anak saya itu belum ada jawabannya, karena bilangnya masih diteliti,” ucapnya.