Sukses

KPK Cecar Ketua DPRD Sulsel Terkait Hasil Laporan Keuangan Pemprov

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Ketua DPRD Sulawesi Selatan Andi Ina Kartika Sari dalam kasus dugaan suap terkait pemeriksaan laporan keuangan Pemprov Sulsel.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Ketua DPRD Sulawesi Selatan Andi Ina Kartika Sari dalam kasus dugaan suap terkait pemeriksaan laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2020 pada Dinas PUTR.

Ina Kartika Sari diperiksa pada Jumat, 21 Oktober 2022 di Gedung Merah Putih KPK. Selain Ina Kartika, tim penyidik juga memeriksa anggota pimpinan DPRD Sulsel Ni'matullah di hari yang sama.

Plt Juru Bicara KPK Ipi Maryati Kuding menyebut, Ina Kartika dan Ni'matullah dicecar tim penyidik soal hasil pemeriksaan LKPD Peovinsi Sulsel yang dikelola sekretariat dewan (sekwan).

"Kedua saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait hasil laporan pemeriksaan LKPD Provinsi Sulsel yang dikelola oleh sekwan," ujar Ipi dalam keterangannya, Senin (24/10/2022).

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan empat tersangka kasus dugaan suap terkait pemeriksaan laporan keuangan pada Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2020.

Empat tersangka itu yakni Kepala Perwakilan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Sulawesi Tenggara/mantan Kasuauditorat Sulsel I BPK Perwakilan Provinsi Sulsel Andy Sonny (AS), Pemeriksa pada BPK Perwakilan Provinsi Sulsel Yohanes Binur Haryanto Manik (YBHM).

Kemudian mantan Pemeriksa Pertama BPK Perwakilan Provinsi Sulsel/Kasubbag Humas dan Tata Usaha BPK Perwakilan Provinsi Sulsel Wahid Ikhsan Wahyudin (WIW), dan Pemeriksa pada Perwakilan BPK Provinsi Sulsel/Staf Humas dan Tata Usaha Kepala Perwakilan BPK Provinsi Sulsel Gilang Gumilar (GG).

"Untuk kebutuhan proses penyidikan, tim penyidik melakukan upaya paksa penahanan pada para tersangka untuk 20 hari pertama, terhitung mulai tanggal 18 Agustus 2022 hingga 6 September 2022," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kamis 18 Agustus 2022.

2 dari 4 halaman

4 Tersangka Ditahan di Rutan KPK

Alex mengatakan, Andy Sonny akan ditahan di Rutan KPK Gedung Merah Putih. Sementara Yohanes, Wahid, dan Gilang ditahan di Rutan KPK pada Kavling C1.

Sementara satu tersangka lain, yakni mantan Sekretaris Dinas PUTR Provinsi Sulawesi Selatan Edy Rahmat sudah divonis 4 tahun penjara dalam kasus suap dan penerimaan gratifikasi bersama mantan Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah.

Diketahui, KPK menetapkan lima tersangka kasus dugaan suap terkait pemeriksaan laporan keuangan pada Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2020.

Kelima tersangka itu yakni mantan Sekretaris Dinas PUTR Provinsi Sulawesi Selatan Edy Rahmat (ER) selaku pemberi suap. Kemudian Kepala Perwakilan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Sulawesi Tenggara/mantan Kasuauditorat Sulsel I BPK Perwakilan Provinsi Sulsel Andy Sonny (AS) selaku penerima suap.

Penerima suap lainnya yakni Pemeriksa pada BPK Perwakilan Provinsi Sulsel Yohanes Binur Haryanto Manik (YBHM), Mantan Pemeriksa Pertama BPK Perwakilan Provinsi Sulsel/Kasubbag Humas dan Tata Usaha BPK Perwakilan Provinsi Sulsel Wahid Ikhsan Wahyudin (WIW), dan Pemeriksa pada Perwakilan BPK Provinsi Sulsel/Staf Humas dan Tata Usaha Kepala Perwakilan BPK Provinsi Sulsel Gilang Gumilar (GG).

Penetapan tersangka terhadap mereka berdasarkan fakta persidangan mantan Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah.

3 dari 4 halaman

Kronologi Kasus

Kasus ini bermula pada tahun 2020 saat BPK hendak memeriksa laporan keuangan Pemprov Sulsel. BPK Sulsel kemudian membentuk tim pemeriksa dan salah satunya Yohanes Binur Haryanto Manik. Salah satu yang menjadi obyek pemeriksaan yaitu Dinas PUTR Sulsel.

Sebelum proses pemeriksaan, Yohanes aktif menjalin komunikasi dengan Andy Sonny, Wahid Ikhsan, dan Gilang Gumilar yang pernah menjadi tim pemeriksa laporan keuangan Pemprov Sulsel tahun 2019, di antaranya terkait cara memanipulasi temuan item-item pemeriksaan.

"Untuk laporan keuangan Pemprov Sulsel tahun 2019 diduga juga dikondisikan oleh AS (Andy Sonny), WIW (Wahid Ikhsan), dan GG (Gilang Gumilar) dengan meminta sejumlah uang," kata Alex.

Adapun item temuan dari Yohanes antara lain adanya beberapa proyek pekerjaan yang nilai pagu anggarannya diduga di mark up dan hasil pekerjaan juga diduga tidak sesuai dengan kontrak. Atas temuan ini, ER (Edy Rahmat) berinisitiaf agar hasil temuan itu dapat direkayasa.

Dalam proses pemeriksaan ini, Edy Rahmat aktif berkoordinasi dengan Gilang yang dianggap berpengalaman dalam pengondisian temuan item pemeriksaan termasuk teknis penyerahan uang untuk tim pemeriksa.

Gilang kemudian menyampaikan keinginannya Edy tersebut pada Yohanes. Yohanes kemudian bersedia memenuhi keinginan Edy dengan adanya kesepakatan pemberian sejumlah uang dengan istilah dana partisipasi.

Untuk memenuhi permintaan Yohanes, Edy diduga sempat meminta saran pada Wahid dan Gilang terkait sumber uang. Wahid dan Gilang menyarankan agar memintanya dari para kontraktor yang menjadi pemenang proyek di tahun anggaran 2020.

4 dari 4 halaman

Besaran Dana yang Diminta dari Proyek

Diduga besaran dana partisipasi yang dimintakan 1 persen dari nilai proyek dan dari keseluruhan dana partisipasi yang terkumpul nantinya Edy akan mendapatkan 10 persen.

"Adapun uang yang diduga diterima secara bertahap oleh YBHM (Yohanes), WIW (Wahid), dan GG (Gilang) dengan keseluruhan sejumlah sekitar Rp2,8 miliar dan AS (Andy) turut diduga mendapatkan bagian Rp100 juta yang digunakan untuk mengurus kenaikan jabatan menjadi Kepala BPK Perwakilan," kata Alex.

"Sedangkan ER (Edy) juga mendapatkan jatah sejumlah sekitar Rp324 juta dan KPK juga masih akan melakukan pendalaman terkait dugaan aliran uang dalam pengurusan laporan keuangan Pemprov Sulsel ini," Alex menandasi.

Atas perbuatannya, Edy Rahmat disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001

Sementara Andy, Yohanes, Wahid, dan Gilang disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.