Sukses

Komunitas Konsumen Indonesia Somasi BPOM soal Pengumuman Daftar 133 Obat Sirup

Komunitas Konsumen Indonesia melayangkan somasi kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Liputan6.com, Jakarta - Komunitas Konsumen Indonesia melayangkan somasi kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Adapun, somasi berkaita dengan pengumuman 133 nama obat sirup yang dinyatakan tidak menggunakan Propilen Glikol, Polietilen Glikol, Sorbitol, dan/atau Gliserin/Gliserol karena didasarkan atas registrasi awal bukan hasil pengujian laboratorium.

"Kami menduga ada potensi terjadinya kebohongan publik," kata Ketua Komunitas Konsumen Indonesia, David Tobing, dalam keterangan tertulis Jumat (28/10/2022).

David menyampaikan, somasi ditembuskan langsung kepada Presiden RI.

David menuding BPOM RI telah lalai melakukan pengawasan pada pre-market dan post-market control. David mengaitkan dengan kasus gagal ginjal akut.

"BPOM RI telah terbukti lalai dalam melakukan pengawasan. BPOM RI tidak melakukan pengawasan terhadap produk yang telah teregistrasi secara maksimal," ujar dia.

David menyingung peraturan dan persyaratan registrasi produk obat. BPOM telah menetapkan persyaratan bahwa semua produk obat sirup untuk anak maupun dewasa, tidak diperbolehkan menggunakan EG dan DEG.

Namun, setelah kasus gagal ginjal merebak terhadap produk-produk yang telah diregistrasi dan dilakukan uji laboratorium oleh BPOM RI ditemukan zat pelarut tambahan yang mengandung EG dan DEG. David menilai, kasus ini jadi bukti BPOM telah kecolongan.

"Jadi terbukti pada saat registrasi obat, BPOM tidak melakukan pengujian terhadap kandungan apa saja yang ada pada obat dan percaya begitu saja dengan keterangan yang diberikan produsen obat," ujar David.

 

2 dari 3 halaman

BPOM Tidak Lakukan Post-Market Control

David mengungkit pernyataan BPOM RI dalam poin 7 rilisnya yang meminta semua industri farmasi yang memiliki sirup obat berpotensi mengandung cemaran EG dan DEG, untuk melaporkan hasil pengujian secara mandiri dan melakukan upaya mengganti formula obat dan/atau bahan baku adalah bentuk Maladministrasi.

"Jelas sekali BPOM tidak melakukan post-market control secara aktif dengan melakukan pengujian obat secara berkala bahkan sejak registrasi pengujian obat diberikan kepada perusahaan farmasi," ujar dia.

3 dari 3 halaman

Soroti Tindakan BPOM

David juga menyoroti, tindakan BPOM RI menerbitkan Lampiran I Penjelasan BPOM RI Nomor HM.01.1.2.10.22.172 tertanggal 22 Oktober 2022 Tentang Informasi Kelima Hasil Pengawasan BPOM Terkait Sirup Obat yang Tidak Menggunakan Propilen Glikol, Polietilen Glikol, Sorbitol, dan/atau Gliserin/Gliserol.

Menurut dia, diduga tidak berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan produsen maupun BPOM setelah merebaknya kasus gagal ginjal akud, namun hanya didasarkan registrasi obat yang telah dilakukan sebelumnya.

"Tindakan BPOM RI yang mengumumkan 133 obat yang tidak menggunakan Propilen Glikol, Polietilen Glikol, Sorbitol, dan/atau Gliserin/Gliserol berdasarkan registrasi berpotensi terjadinya kebohongan publik karena seharusnya jika dikatakan tidak mengunakan Propilen Glikol, Polietilen Glikol, Sorbitol, dan/atau Gliserin/Gliserol harus didasarkan pengujian secara menyeluruh yang dilakukan BPOM sendiri bukan berdasarkan registrasi awal," papar dia.

David mendesak BPOM RI melakukan pengujian seluruh produk yang telah dikeluarkan izin edar secara mandiri termasuk mengumumkan kembali hasil-hasil uji produk sirup obat yang dilakukan oleh BPOM bukan hasil pengujian oleh Produsen Obat.

"Dan menuntut BPOM RI meminta maaf kepada konsumen di Indonesia." tandas dia.