Liputan6.com, Jakarta Jumlah sapi yang mati diduga akibat over dosis vaksin di Kampung Cikunir, RT 06 RW 03, Jakamulya, Bekasi Selatan, Kota Bekasi, Jawa Barat, bertambah menjadi tiga ekor. Tami, sang pemilik, masih belum mendapat kejelasan terkait penyebab pasti kejadian ini.
Balai Veteriner (B-Vet) Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian (Kementan), Subang yang menerima informasi dari Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi, menyambangi lokasi untuk menindaklanjuti kejadian tersebut.
Baca Juga
Menurut Medik Veteriner (koordinator lab) Laboratorium Kesmavet, drh Rinto Sukoco, vaksinasi yang dilakukan Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan (Ketapang) Kota Bekasi terhadap sapi-sapi milik Tami, sudah sesuai dengan SOP, baik itu dosis hingga aplikasi pemberian.
Advertisement
"Apabila kita melihat urutan kejadian, itu kan vaksinasi tanggal 17 Oktober, kemudian kematian pertama tanggal 26 Oktober. Dan tadi kita sampaikan juga kepada pemilik, kalau gejala klinis itu muncul dua hari (24 Oktober), dan itu gejalanya tidak mengarah ke PMK. Jadi untuk kematian akibat post vaksinal itu kemungkinan kecil," kata Rinto kepada Liputan6.com, Sabtu, 5 November 2022.Â
Ia menjelaskan, setiap obat maupun vaksin sejatinya sudah memiliki aturan terkait dosis. Pemberian dosis inilah yang harus diikuti oleh aplikator tanpa menambahkan atau mengurangi.
"Dan dinas itu sudah memberikan dosis sesuai takarannya. Jadi di situ ditulis untuk sapi 2 ml, kambing domba 1 ml dan itu sudah sesuai aplikasi. Jadi kalau untuk kelebihan dosis atau seperti apa, mungkin itu hanya dugaan opini, semuanya bisa saja terjadi. Jadi kalau dibilang kelebihan dosis, mungkin tidak," jelas Rinto.
Ia pun menyampaikan kepada sang petani sapi agar melapor ke dinas terkait apabila terjadi sesuatu terhadap sapi-sapinya. Laporan tersebut nantinya akan diteruskan ke Kementerian Pertanian untuk segera ditindaklanjuti.
Â
Â
Awal Vaksinasi
Di sisi lain, Tami, sang pemilik sapi merasa tidak puas dengan jawaban pihak B-VET Subang selaku organisasi pemerintah yang bertugas melakukan penyidikan dan pengujian penyakit hewan.
Pasalnya, selama enam tahun bergelut menjadi petani sapi, Tami mengaku tak pernah menemukan satu pun kasus sapi yang mengalami kejang-kejang dengan mata memerah.
Tami pun menceritakan awal vaksinasi keempat sapinya saat itu dilakukan di Babakan, Mustikasari, bersamaan dengan kepindahannya ke Jakamulya. Ketika itu sudah ada beberapa sapi yang diangkut ke tempat baru sehingga hanya menyisakan beberapa sapi saja.
"Jadi saya bilang sebelum vaksin, dok ini gak apa-apa saya langsung bawa (sapi yang divaksin) ke pindahan ke sini. Dokternya bilang, oh gak apa-apa, ini kan bereaksinya gak langsung sekarang, tiga hari kemudian. Oh ya udah kalau misalkan gak masalah, silahkan saja (vaksin)," jelas Tami.
Saat penyuntikan, dirinya juga sempat menyinggung terkait dosis vaksin yang diberikan kepada jenis sapi yang berbeda. Namun, dokter bersangkutan dengan tegas mengatakan dosis vaksin untuk seluruh sapi disamaratakan.
Sesudah kematian sapi-sapinya, Tami sempat sharing ke dokter hewan swasta untuk menanyakan keresahannya. Sang dokter pun menjelaskan, bahwa vaksinasi untuk sapi ras Indonesia, sebaiknya dikurangi takaran dosisnya. Hal ini dikarenakan sapi lokal memiliki karakter berbeda dengan sapi impor.
"Dia (sapi lokal) memiliki tingkat stres tersendiri. Jadinya saya memang dalam penanganan seperti ini, itu beda-beda dosisnya, tidak disamakan semuanya. Karena memang dia tingkat stresnya yang kita lihat," ucap Tami mengulang penjelasan sang dokter swasta.
"Saya lebih cenderung ke dokter swasta karena mereka memberikan pengarahan yang lebih jelas, karena kita kan membayar mereka tiap bulan untuk mengecek kondisi sapi saya. Jadinya mereka memberikan masukan itu benar-benar tepat sekali," akunya.
Â
Advertisement
Sampling Darah Dibatalkan
Selain itu, Tami juga mengaku heran dengan sikap tim Dokter Hewan Dinas Ketapang Kota Bekasi, yang membatalkan rencana pengambilan sample darah yang semestinya bisa menjadi petunjuk penyebab kematian sapinya.
"Saya komunikasi dengan dokter Yudi, dan beliau bilang, ya sudah silahkan kalau memang itu dibutuhkan untuk kepentingan bersama, kami persilahkan. Terus dia bilang tidak jadi, (usai) koordinasi dengan pusat yang ada di Subang. Pihaknya takut nanti ada kejadian lainnya yang tak diinginkan setelah ambil sampling," ungkap Tami.
Tami mengaku kematian ketiga sapinya membuatnya kehilangan uang sebesar Rp 60 juta. Dirinya pun berharap ada kompensasi dari Pemkot Bekasi atas kerugian yang dialaminya.
Di samping itu, ia juga berharap peristiwa serupa tidak terulang lagi terhadap petani sapi lainnya. Ia meminta kepada para dinas terkait agar serius mencari tahu cara pencegahan dan penanggulangan terkait kejadian ini.
"Saya bilang, kita di sini mengambil hikmah karena kejadian seperti ini bukan kita aja, tapi teman-teman di luar pun juga sama, dengan ras sapi yang sama. Dan ras Indonesia itu seperti Bali dan Kupang, sapi-sapi jenis kecil lah, memang lokalan kita semua itu harus diberikan dosis mungkin yang kecil, biar tidak ada lagi kejadian seperti itu. Bisa diobservasi lagi ke depannya seperti apa. Jangan sampai kejadian ini terulang lagi," tandasnya.
Â
Diduga Over Dosis Vaksin
Sebelumnya, sebanyak dua ekor sapi Kupang milik Tami, mati usai sepekan divaksin. Ia menduga kejadian ini akibat dosis vaksin yang berlebihan.
Menurut Tami, ada empat sapi Kupang miliknya yang divaksin pada tanggal 17 Oktober 2022. Sepekan kemudian, tepatnya pada 24 Oktober 2022, sapi mulai menunjukkan gejala tak wajar. Sapi pertama lalu mati pada 26 Oktober 2022, dan menyusul sapi kedua pada 2 November 2022.
Dijelaskan, kedua sapi yang mati sebelumnya mengalami gejala kejang-kejang dengan suhu tinggi dan mata memerah, hingga akhirnya ambruk. Sedangkan dua ekor lainnya kini sedang menunjukkan gejala yang sama.
"Ada 6 sapi kupang, yang kita vaksinasi itu 4 ekor dan yang 2 tidak. Nah itu sangat berbeda sekali dari kesehatan, dari makannya. Dari 4 ekor yang divaksinasi, 2 ekor sudah mati dan 2 ekor lagi sudah menunjukkan gejala. Nah, yang 2 ekor tidak vaksinasi masih sehat-sehat saja, tidak ada menunjukkan gejala sedang sakit," kata Tami, Kamis, 3 November 2o22.Â
Tami mencurigai kondisi yang dialami sapi-sapinya disebabkan dosis vaksin yang berlebihan. Pasalnya, dosis vaksin yang diberikan kepada sapi Kupang yang hanya berbobot 100-150 kilogram, disamakan dengan dosis sapi limousin yang berbobot 300-500 kilogram.
"Harusnya berbeda setahu saya yang awam. Karena jenis vaksinasi apapun di kita saja, apabila berbeda usia, beda pula dosisnya. Kenapa ini disamakan?" celetuknya.
Advertisement