Liputan6.com, Jakarta - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) menyatakan tak akan mengusut pertemuan antaran Ketua KPK Komjen Pol (Purn) Firli Bahuri dengan Gubernur Papua Lukas Enembe.
Pertemuan tersebut terjadi di kediaman Lukas Enembe di Papua. Lukas merupakan tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pekerjaan proyek infratruktur dengan menggunakan APBD Papua.
Menurut anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris, tak diusutnya pertemuan tersebut lantaran Firli Bahuri tengah menjalankan tugasnya sebagai pimpinan KPK.
Advertisement
Baca Juga
"Tidak (diusut). Sepanjang dilakukan dalam rangka pelaksanaan tugas," ujar Haris dalam keterangannya, Senin (7/11/2022).
Menurut Haris, pimpinan KPK diperkenankan bertemu dengan Lukas Enembe demi mendapatkan keterangan dan mengetahui kondisi kesehatan Gubernur Papua itu.
"Tidak ada masalah jika insan KPK, termasuk pimpinan KPK, berhubungan dengan tersangka, terdakwa, terpidana, atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang sedang ditangani oleh KPK," kata anggota Dewas KPK.
Diketahui, Firli Bahuri ikut serta bersama penyidik dan tim dokter dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) ke Papua. Mereka menemui Gubernur Lukas Enembe di kediamannya pada Kamis, 3 November 2022.
Keikutsertaan Firli dalam rombongan menuai kritik. Firli dianggap mengistimewakan Lukas Enembe. Firli tidak menjemput paksa Lukas setelah beberapa kali Lukas mangkir dari panggilan pemeriksaan penyidik.
"Mengapa Lukas Enembe tidak diperlakukan sama dengan para tersangka lain yang mangkir dan tidak bersedia untuk datang meski sudah di panggil berkali-kali oleh KPK? Mengapa tidak dikeluarkan surat perintah membawa terhadap Lukas Enembe?," ujar Ketua IM57+ Institute M Praswad Nugraha dalam keterangannya dikutip Sabtu (5/11/2022).
Â
Ciderai Rasa Keadilan
Menurut Praswad, perlakuan istimewa Firli ini menciderai rasa keadilan masyarakat. Selain itu, Praswad menyebut Firli melanggar prinsip setiap warga negara Indonesia diperlakukan sama di mata hukum.
"Tindakan ini adalah pelanggaran prinsip dan kode etik yang ada di KPK, yaitu memperlakukan setiap warga negara Indonesia secara sama di hadapan hukum," kata Praswad yang juga mantan pegawai KPK.
Menurut Praswad, perlakuan baik Firli ke tersangka ini akan menjadi preseden buruk bagi penanganan kasus korupsi. "Karena tersangka akan berupaya menggunakan pendekatan yang sama sehingga dapat menjadi bargain dengan pimpinan KPK," kata dia.
Tak hanya itu, menurut Praswad, kedatangan Firli Bahuri ke rumah Lukas Enembe bisa dilihat sebagai intervensi terhadap tugas penyidik. Para penyidik KPK yang bertugas menangani kasus ini akan menjadi sungkan, bahkan mungkin malah menjadi segan dan takut karena melihat pimpinan KPK bercengkrama dan beramah-tamah dengan tersangka.
"Mengapa bisa calon tersangka diperlakukan seistimewa itu oleh KPK? Karena tidak semua rakyat bisa merasakan kehangatan sikap Firli yang sepertinya malah ditujukan untuk tersangka korupsi," kata dia.
Â
Advertisement
Jadi Lelucon, Bukan Sekali Terjadi
Kritikan juga datang dari Indonesia Corruption Watch. ICW mempertanyakan keikutsertaan Firli Bahuri menemui Gubernur Papua Lukas Enembe. Menurut ICW, jika kedatangan KPK hanya untuk memeriksa, maka sejatinya hanya tim penyidik dan dokter saja yang menemui Lukas Enembe.
"Hingga saat ini kami benar-benar tidak memahami apa urgensi seorang Ketua KPK, Firli Bahuri datang menghadiri langsung pemeriksaan Lukas Enembe di kediamannya. Sebab, kegiatan itu cukup dihadiri oleh penyidik dan perwakilan dokter dari Ikatan Dokter Indonesia saja," ujar Peneliti ICW Kurnia Ramadhana.
Kurnia mengingatkan, dalam Undang-undang KPK yang baru, dalam Pasal 21 ayat (1), disebutkan bahwa pimpinan KPK bukan lagi sebagai penyidik. Jadi, tidak seharusnya pimpinan KPK turut memeriksa seorang tersangka.
"Penting kami ingatkan, berdasarkan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang KPK baru tidak lagi menyebut status pimpinan KPK sebagai penyidik sebagaimana UU KPK lama. Selain itu, Firli juga bukan dokter yang punya kemampuan mendeteksi kesehatan seseorang," kata Kurnia.
"Jadi, kehadiran dirinya di kediaman Lukas, terlebih sampai berjabat tangan semacam itu lebih semacam lelucon yang mengundang tawa di mata masyarakat," Kurnia menambahkan.
Kurnia juga menyesali sikap Dewan Pengawas KPK yang tak melarang rencana Firli menemui pihak berperkara. Menurut Kurnia, sekalipun dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a Peraturan Dewan Pengawas Nomor 2 Tahun 2020 memiliki alasan pembenar, yaitu sepanjang dalam rangka pelaksanaan tugas dan sepengetahuan pimpinan atau atasan langsung, namun kehadiran Firli tidak dibutuhkan dalam proses pemeriksaan Lukas.
"Jadi, Dewan Pengawas seharusnya melarang, bukan malah membiarkan peristiwa itu terjadi," kata Kurnia.
Menurut Kurnia, ini kali kedua Firli bertemu dengan pihak yang berperkara. Diketahui saat menjadi Deputi Penindakan KPK, Firli sempat bertemu dengan Gubernur NTB TGB Zainul Majdi. Saat itu KPK tengah mengusut kasus dugaan korupsi divestasi saham PT Newmont Nusa Tenggara.
"Jika dihitung, maka ini kali kedua Firli bertemu dengan pihak berperkara di KPK. Sebagaimana diketahui pertengahan Mei tahun 2018 lalu Firli sempat bertemu dengan TGB. Akibat peristiwa tersebut ia kemudian terbukti melakukan pelanggaran etik berat. Ini memperlihatkan sejak dulu hingga kini Firli tidak memiliki standar etika sebagai pimpinan KPK," kata Kurnia.
Â
KPK Klaim Tak Ada Perlakuan Istimewa
Â
KPK sendiri melalui Kabag Pemberitaan Ali Fikri mengklaim perlakuan istimewa yang diperlihatkan Ketua KPK Firli Bahuri sudah sesuai peraturan perundang-undangan. KPK menyebut Firli Bahuri sudah menjalankan tugas pokok dan fungsinya sebagai pimpinan.
"Adapun keikutsertaan pimpinan dalam kegiatan tersebut tentu dalam rangka pelaksanaan tugas pokok fungsi KPK sebagaimana undang-undang yang berlaku," ujar Ali Fikri.
Lagi pula, kata Ali, pertemuan antara pimpinan KPK dengan Lukas Enembe tidak digelar secara tertutup. Menurut Ali, kegiatan tersebut dilakukan di tempat terbuka dan dapat disaksikan langsung oleh berbagai pihak yang kemudian dipublikasikan kepada masyarakat.
Ali menyebut, kedatangan Firli Bahuri beserta tim penyidik ke kediaman Lukas Enembe di Papua dalam rangka memeriksa kesehatan dan meminta keterangan terhadap Lukas Enembe.
"Hal tersebut sebelumnya tentu telah dilakukan kajian dan diskusi mendalam di internal KPK, khususnya penyidik dan JPU, seluruh struktural penindakan, pimpinan, serta pihak-pihak terkait lainnya," kata Ali.
Menurut Ali, kegiatan itu sesuai dengan Pasal 113 KUHAP yang menyatakan 'Jika seseorang tersangka atau saksi yang dipanggil memberi alasan yang patut dan wajar bahwa ia tidak dapat datang kepada penyidik yang melakukan pemeriksaan, penyidik itu datang ke tempat kediamannya'.
Ali menyebut, kedatangan KPK ke Papua dalam rangka menuntaskan kasus ini.
"Sehingga untuk kepastian hukum kami harus memastikan kondisi kesehatan tersangka dimaksud. Untuk itulah dalam kegiatan pemeriksaannya diikutsertakan pula tim dokter KPK dan IDI," kata Ali.
Sebelumnya, Firli Bahuri mendampingi pemeriksaan terhadap Gubernur Papua Lukas Enembe. Pemeriksaan berjalan hampir dua jam di kediaman Lukas Enembe di Papua.
"Tadi setelah proses kurang lebih 1,5 jam di kediaman Bapak Lukas Enembe, kita telah memberikan pelayanan kesehatan terhadap Bapak Lukas Enembe dengan menghadirkan 4 dokter dari kita," ujar Firli dalam keterangannya, Jumat (4/11/2022).
Firli menyebut, selain diperiksa oleh tim dokter terkait kondisi kesehatannya, Lukas Enembe juga sempat dimintai keterangan oleh tim penyidik KPK. Hanya saja Firli tak merinci materi pemeriksaan tersebut.
"Tadi beliau sudah memberikan keterangan kepada KPK terkait dengan beberapa hal yang dibutuhkan oleh penyidik KPK," kata Firli.
Firli menyebut, kedatangannya ke Papua dalam rangka menjungjung tinggi azas pokok pelaksanaan tugas KPK. Selain itu juga demi menjamin kepastian hukum dan keadilan serta terlaksananya hak asasi manusia.
Menurut Firli, proses pemeriksaan terhadap Lukas berjalan lancar.
"Proses tadi cukup lancar, tidak ada hambatan apa pun, kerjasama, dan beliau sungguh kooperatif, rakyat Papua juga sangat menghormati atas proses hukum yang berjalan," kata Firli.
Advertisement