Sukses

Wamenkumham: Susun RKUHP di Negara Multietnis Tak Akan Sempurna, Setiap Pasal Diperdebatkan

Wamenkumham mengungkapkan sulitnya menyusun Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) di negara yang beragam budaya dan agama.

Liputan6.com, Bali - Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej mengungkapkan sulitnya menyusun Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) di negara yang beragam budaya dan agama, seperti Indonesia. Menurut dia, setiap isu dan pasal bisa diperdebatkan.

"Yang ingin saya katakan bahwa menyusun KUHP dalam suatu negara yang multietnis, multireligi dan multikultur itu tidak mudah dan tidak akan pernah sempurna. Setiap isu, setiap formulasi pasal itu bisa diperdebatkan," kata Eddy saat memberikan Sosialisasi RKUHP di Universitas Udayana Bali, Jumat (11/11/2022).

Dia menyampaikan bahwa banyak terjadi pertentangan antara satu isu di dalam RKUHP. Eddy lalu mencontohkan pasal tentang perzinahan di dalam RKUHP yang mendapat pandangan berbeda di dua daerah.

Eddy mengatakan, saat dirinya berkunjung ke Sulawesi Utara, masyarakat di sana protes karena pemerintah terlalu mengurus hal-hal yang bersifat pribadi. Sementara itu, kata dia, masyarakat Sumatera Barat menilai bahwa zina merupakan perbuatan yang melanggar hukum.

"Jadi kalau anda semua dalam posisi kami, anda mau pilih yang mana. Anda memilih Sulawesi Utara, maka Sumatera Barat mengatakan tidak aspiratif. Mengikuti Sumatera Barat, maka Sulawesi Utara mengatakan tidak aspiratif," jelas dia.

"Memang pasal-pasal seperti ini diatur salah, tidak diatur juga salah. Ini yang harus kita betul-betul memilih, memilih dan memilah apa yang harus kita cantumkan," sambung Eddy.

2 dari 2 halaman

Akan Akomodasi Publik dan Cari Jalan Tengah

Kendati begitu, dia memastikan bahwa pemerintah akan mengakomodasi aspirasi publik dan mencari jalan tengah terkait pertentangan di RKUHP. Eddy menilai hal yang wajar apabila terjadi pro kontra di dalam RKUHP.

"Belanda yang homogen dengan luas provinsi sebesar Jawa Barat jumlah penduduk pada saat KUHP dibuat hanya sekitar 1 juta, 2 juta orang, dia membutuhkan waktu 70 tahun," tutur Eddy.

"Lalu anda bayangkan dengan kita yang besarnya 1/8 dunia, jumlah penduduk 200 juta, multietnis multireligi multikultur, itu juga tidak mudah dan sangat tidak mudah," imbuh dia.