Sukses

RUU PPRT Dinilai Bisa Jadi Rugikan Pekerja Rumah Tangga Itu Sendiri

Wakil Ketua Umum Partai Garuda Teddy Gusnaidi mendorong agar pembahasan RUU PPRT dapat segera disahkan menjadi Undang-Undang (UU).

Liputan6.com, Jakarta - Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) sampai saat ini masih mandek pembahasannya. Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah pun mengaku, pemerintah saat tengah siap menunggu selesainya RUU ini menjadi UU.

Wakil Ketua Umum Partai Garuda Teddy Gusnaidi mendorong agar pembahasan RUU PPRT dapat segera disahkan menjadi Undang-Undang (UU). Menurutnya, pasti ada alasan sendiri hingga RUU PPRT ini kembali ramai dibahas.

"RUU PPRT sudah 19 tahun mandek, kini diupayakan lagi, mendorong agar RUU ini disahkan. Tentu ada alasan kuat sampai RUU PPRT ini mandeg hingga 19 tahun. Kami menilai, dengan adanya UU ini malah akan membuat para PRT kehilangan pekerjaan. Mungkin itu yang membuat mandek," ujar Teddy melalui keterangan tertulis, Senin (13/2/2023).

Kemudian dia mencontohkan hal kecil, yaitu ada banyak pasangan suami istri (pasutri) yang bekerja.

"Mereka bekerja untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Jika salah satu yang bekerja, belum mencukupi kebutuhan mereka. Mau tidak mau, mereka akhirnya menggunakan PRT untuk mengurus rumah dan anak," kata Teddy.

Jika RUU PPRT disahkan menjadi UU, lanjut dia, maka pasutri tersebut harus membayar pekerja rumah tangga (PRT) dengan upah yang sesuai dengan aturan. Artinya, menurut Teddy, salah satu upah dari pasutri tersebut, semuanya diperuntukkan untuk membayar upah PRT.

"Yang terjadi, akhirnya mereka tidak lagi menggunakan PRT. Ini kearifan lokal, tidak semuanya harus disamakan. Bukan berarti diskriminasi, tapi biasanya PRT itu berasal dari lingkungan setempat, orang yang mengisi waktu buat bantu-bantu keuangan keluarga. Jika dilegalkan, maka akan banyak dari mereka yang kehilangan pekerjaan," kata dia.

"Kalau alasannya untuk perlindungan dari kekerasan dan tindak pidana lain terhadap PRT, sudah ada UU dan aturannya terkait tindakan tersebut, jadi tidak perlu lagi dikhususkan, karena tindak pidana itu bukan hanya terjadi pada PRT, tapi juga masyarakat lainnya," jelas Teddy.

 

2 dari 4 halaman

Komnas HAM Dorong UU PPRT

Sebelumnya, Komnas HAM menilai keberadaan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) justru dapat menaikkan kualitas pekerja rumah tangga

"Pekerja rumah tangga menjadi pekerja profesional yang selama ini diabaikan skill-nya karena tidak ada perlindungan dan perhatian," kata Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro seperti dilansir Antara.

Menurut dia, dengan adanya pengakuan terhadap pekerja rumah tangga (PRT) sebagai pekerja maka lembaga-lembaga pemerintah di tingkat daerah maupun pusat dapat mengalokasikan anggaran dan sumber daya untuk memperkuat profesionalitas pekerja rumah tangga serta melindungi mereka.

"Artinya para pemberi kerja tidak perlu khawatir bahwa ini bukan mempersulit posisi dari pemberi kerja, tapi justru pemberi kerja akan mendapatkan kualitas pekerja rumah tangga yang lebih baik dan juga mendapatkan kepastian hukum," kata dia.

Pemberi kerja akan mendapatkan kualitas PRT dan kepastian hukum, seperti kontrak kerja dari servis, pelayanan, produktivitas dari pekerja rumah tangga.

"Perlu diingat juga dengan adanya UU PPRT di Indonesia maka saudara-saudari kita yang menjadi pekerja rumah tangga di luar negeri juga akan lebih terlindungi karena pemerintah Indonesia bisa berkata di negeri kami saja kami melindungi mereka dan tentu kita berharap di negeri orang mereka dilindungi," katanya.

Oleh karena itu, menurut dia, ada banyak manfaat dan kebaikan yang bisa dihasilkan jika ada Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga.

"Tentu ini bukan langkah terakhir, tapi ini langkah yang perlu agar bisa memajukan hak-hak pekerja rumah tangga dan juga peradaban hak asasi manusia di Indonesia," ujarnya.

Komnas HAM, menurut Atnike, berharap UU PPRT segera disahkan oleh DPR RI sebelum masa sidang pada 2023 berakhir.

 

3 dari 4 halaman

Kata Menko Polhukam Mahfud Md

Pemerintah Pusat (PP) mendukung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI untuk segera membahas Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT). Hal ini diungkapkan Menko Polhukam Mahfud MD.

"Ini sudah dibahas di DPR, dan karena pembahasannya di DPR sudah melalui prosedur-prosedur yang ketat dan sudah lama, maka Presiden Republik Indonesia (Jokowi) sudah memberikan dukungan secara terbuka agar RUU PPRT ini segera dibahas dan diundangkan," kata Mahfud kepada wartawan, Minggu 12 Februari 2023.

Oleh karena itu, saat ini pemerintah tinggal menunggu ajakan dari DPR untuk membahas RUU PPRT tersebut.

"Oleh sebab itu, karena dari sudut pandang prosedural dan pengambilan inisiatif RUU ini merupakan RUU yang diinsiasi atau digagas oleh DPR," ujarnya.

"Maka pemerintah sekarang tinggal menunggu untuk diajak, untuk dipanggil membahas rancangan Undang-Undang itu secepatnya dan pemerintah sudah menyiapkam semua perangkat yang diperlukan untuk membahas RUU ini. Kita menunggu dari DPR secepatnya," sambungnya.

 

4 dari 4 halaman

Jadi Bola di DPR

Sementara itu, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengaku, pemerintah saat tengah siap menunggu selesainya RUU ini menjadi UU.

"Iya, RUU ini sepanjang yang saya tahu saya juga pernah di DPR, selama beberap kali periode memang selalu disepakati menajdi RUU inisiatif DPR. Jadi memang bolanya ada di DPR, tetapi pemerintah sekali lagi siap menunggu selesainya Undang-Undang menjadi UU yang disahkan oleh DPR," ujar Ida.

"Terkait dengan RUU yang mengatur pekerja rumah tangga di dalam negeri. Bagaimana dengan pekerja rumah tangga di luar negeri? Kita sudah punya UUD tentang perlindungan pekerja migran Indonesia, UUD no 18 tahun 2017," pungkasnya.

Namun, UUD itu disebutnya tidak secara spesifik mengatur tentang pekerja rumah tangga di luar negeri sebagai panduan pekerja migran di Indonesia di luar negeri.

"Saya kira sudah cukup dan UUD no 18 tahun 2017 itu selalu diikuti dengan kesepakatan-kesepakatan dengan negara penempatan," ucapnya.

"Terakhir, kami melakukan kesepakatan dengan pemerintah Malaysia yang mengatur bagaimana perlindungan kepada pekerja migran itu bisa dalam Memorandum of Understanding (MoU)," pungkasnya.