Liputan6.com, Jakarta Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyebut Yayasan Kemanusian Aksi Cepat Tanggap (ACT) tidak pernah melaporkan penggunaan dana bantuan sosial dari Boeing Community Investment Fund (BCIF). ACT merupakan lembaga pengelola bantuan untuk keluarga kecelakaan Lion Air dari Boeing.
"Sampai dengan saat ini Yayasan ACT belum mengirimkan progress pekerjaan kepada Boeing terkait dengan implementasi pengelolaan dana sosial. Namun, berdasarkan klausul yang ada pada protokol Boeing, Yayasan ACT wajib melaporkan hasil pekerjaannya," kata JPU saat membacakan dakwaannya, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (15/11/2022).
Advertisement
Padahal, ACT dapat mengelola dana dari Boeing itu lantaran 68 ahli waris lah yang merekomendasikannya sebagai pihak ketiga pengelola dana untuk pembangunan fasilitas sosial berupa sarana pendidikan. Setiap proyek yang dikerjakan bernilai USD144.500.
"Proyek yang dikelola oleh Yayasan ACT terkait dengan dana sosial/CSR dari boeing berjumlah 70 proyek dari 68 ahli waris," ujar jaksa.
Dari data yang didapat BCIF, Boeing telah menggelontorkan dana untuk bantuan korban kecelakaan Lion Air 610. Pada perjalanannya, pihak keluarga korban diminta untuk menyetujui agar ACT dapat mengelola dana sosial/BCIF sebesar USD144.500.
"Agar dana sosial/BCIF tersebut dapat dicairkan oleh pihak Yayasan ACT dan dapat dikelola oleh Yayasan ACT untuk pembangunan fasilitas sosial," ujar jaksa.
ACT rencananya menggunakan dana itu untuk pembangunan fasilitas sosial.
Total dana yang diterima mencapai Rp 138,54 miliar, tetapi yang terimplementasi sesuai peruntukan hanya sebesar Rp 20,56 miliar. Sementara sisanya sebesar Rp 117,98 miliar dipergunakan tidak sesuai aturan BCIF.
"Sedangkan sisa dana BCIF tersebut digunakan oleh Terdakwa Ahyudin bersama-sama dengan Ibnu Khajar dan Hariyana binti Hermain tidak sesuai dengan implementasi Boeing dan malah digunakan bukan untuk kepentingan pembangunan fasilitas sosial," kata jaksa.
Rincian Peruntukan
Lalu, pada dakwaan JPU merincikan, dana yang diselewengkan dari sisa Rp117,98 M digunakan ACT untuk keperluan dengan rincian sebagai berikut :
1.Pembayaran gaji dan THR karyawan dan relawan Rp33,206,008,836
2.Pembayaran ke PT Agro Wakaf Corpora Rp14,079,425,824
3.Pembayaran ke Yayasan Global Qurban Rp11,484,000,000
4.Pembayaran ke Koperasi Syariah 212 Rp10,000,000,000
5.Pembayaran ke PT Global Wakaf Corpora Rp8,309,921,030
6.Tarik tunai individu Rp 7,658,147,978
7.Pembayaran untuk pengelola rp 6,448,982,311
8.Pembayaran tunjangan pendidikan 4,398,039,690
9. Pembayaran ke Yayasan Global Zakat Rp 3,187,549,852
10. Pembayaran ke CV Cun Rp 3,050,000,000
11. Pembayaran program Rp 3,036,589,272
12. Pembayaran ke dana kafalah Rp 2,621,231,275
13. Pembelian kantor cabang Rp 1,909,344,540
14. Pembayaran ke PT Trading Wakaf Corpora Rp1,867,484,333
15. Pembayaran pelunasan lantai 22 Rp1,788,921,716
16. Pembayaran ke Yayasan Global Wakaf Rp 1,104,092,200
17. Pembayaran ke PT Griya Bangun Persada Rp 946,199,528
18. Pembayaran ke PT Asia Pelangi Remiten Rp188,200,000
19. Pembayaran ke Ahyudin Rp125,000,000
20. Pembayaran ke Akademi Relawan Indonesia Rp 5,700,000
21. Pembayaran lain-lain Rp 945,437,780
22. Tidak teridentifikasi Rp1,122,754,832
Advertisement
3 Terdakwa
Ada tiga terdakwa yang disidangkan pada hari ini, yakni, pendiri sekaligus mantan Presiden ACT, Ahyudin; Presiden ACT periode 2019-2022, Ibnu Khajar; dan eks Senior Vice President Operational ACT, Hariyana binti Hermain.
Jaksa menyebut perbuatan para terdakwa setidak-tidaknya dalam kurun Tahun 2021 sampai Tahun 2022, bertempat di Menara 165 Lantai 22, Jalan TB Simatupang, Kavling I, Cilandak Timur, Kecamatan Pasar Minggu Kota Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta.
"Atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah Hukum Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang berwenang mengadili, mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan," ujar jaksa.
"Dengan sengaja dan Melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain. Barang tersebut ada dalam kekuasaannya karena ada hubungan kerja atau karena pencahariannya atau karena mendapat upah untuk itu," lanjut dia.
Atas perbuatannya, Ahyudin, Ibnu, dan Hariyana didakwa melanggar Pasal 374 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 372 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Reporter: Bachtiarudin Alam
Sumber: Merdeka