Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menetapkan dua korporasi sebagai tersangka atas kasus Gagal Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) pada anak-anak di Indonesia.
Kedua korporasi tersebut yakni PT Afi Farma (PT A) dan CV Samudera Chemical (CV SC). Keduanya diduga memproduksi obat atau mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar dan atau persyaratan keamanan, kemanfaatan dan mutu.
Advertisement
Baca Juga
Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan, PT Afi Farma dengan sengaja tidak melakukan pengujian bahan tambahan propylene glycol atau PG yang ternyata mengandung Etilen Glikol (EG) dan Dietilen glikol (DEG) melebihi ambang batas.
"PT A hanya menyalin data yang diberikan oleh supplier tanpa dilakukan pengujian dan quality control untuk memastikan bahan tersebut dapat digunakan untuk produksi," kata dia dalam keterangan tertulis, Kamis (17/11/2022).
Dedi mengungkapkan, PT Afi Farma diduga mendapat bahan baku tambahan tersebut dari CV Samudra Chemical.
Penyidik kemudian bekerja sama dengan Badan Pemeriksa Obat dan Makanan (BPOM) untuk memeriksa 42 drum propylene glycol yang disita dari CV SC
Adapun, hasil uji lab oleh Puslabfor Polri mengandung Etilen Glikol (EG) yang melebihi ambang batas.
"Barang bukti yang diamankan yakni sejumlah obat sediaan farmasi yang diproduksi oleh PT. A, berbagai dokumen termasuk PO (purcashing order) dan DO (delivery order) PT. A, hasil uji lab terhadap sampel obat produksi PT. A dan 42 drum PG yang diduga mengandung EG dan DEG, yang ditemukan di CV. SC," ujar dia.
Jerat Pasal untuk 2 Tersangka Korporasi
Dalam kasus ini, penyidik telah memeriksa 41 orang meliputi 31 orang saksi dan 10 ahli. Penyidik berencana mendalami kemungkinan adanya dugaan supplier lain PG untuk pembuatan obat ke PT. A.
"Kami melakukan pemeriksaan saksi dan ahli, serta melakukan analisa dokumen yang ditemukan. Kemudian melengkapi berkas perkara dan melimpahkan ke JPU," katanya.
Atas perbuatannya, PT. A selaku korporasi disangkakan Pasal 196 Jo Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) Jo Pasal 201 ayat (1) dan/atau ayat (2) Undang-Undang RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan Pasal 62 ayat (1) Jo Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang RI No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 2 miliar.
Sementara untuk CV. SC disangkakan Pasal 196 Jo Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dan/atau Pasal 60 angka 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Perubahan Atas Pasal 197 Jo Pasal 106 Jo Pasal 201 ayat (1) dan/atau ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Pasal 62 Jo Pasal 8 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Jo pasal 55 dan/atau pasal 56 KUHP dengan ancaman 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp 2 miliar.
Advertisement