Liputan6.com, Jakarta Sebanyak empat korporasi menyandang status sebagai tersangka dalam kasus Gagal Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) pada anak-anak atau gagal ginjal akut anak.
Adapun, dua korporasi ditetapkan oleh Bareskrim Polri sedangkan, dua korporasi lain ditetapkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
"Kasus Gagal Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAP) sementara ini ada 4 korporasi (ditetapkan sebagai tersangka). Tapi nanti kan ada yang kena administrasi," kata Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri Brigjen Pol Pipit Rismanto kepada wartawan, Jumat (18/11/2022).
Advertisement
Pipit menerangkan, Penyidik PNS atau PPNS BPOM RI memiliki kewenangan melakukan penegakan hukum atau penyidikan.
BPOM terus berkoordinasi dengan Bareskrim Polri mengivestigasi kasus Gagal Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) pada Anak-anak. Sehingga, kata Pipit tak jadi masalah seandainya BPOM turut menetapkan sebagai korporasi yang dinilai bertanggung jawab.
"Kita lakukan bersama-sama. Mereka kan mungkin karena di situ ada kewenangan. Bedanya kami dari kepolisian itu menetapkan siapa yang bertanggungjawab itu dari pasien dulu. Ada pasien meninggal, keluarga pasien meninggal, kan kita dalami dulu," ujar dia.
Opsi Perdata
Kejaksaan Agung RI menyiapkan opsi untuk menggugat pelaku peredaran obat sirop tercemar zat kimia berbahaya yang diduga kuat sebagai penyebab kejadian gagal ginjal akut pada anak di Indonesia.
“Secara pidana Kejaksaan Agung mendukung percepatan penegakan hukum agar ada kepastian dan manfaat bagi masyarakat. Kejaksaan Agung ke depan akan melakukan opsi-opsi lain, seperti opsi perdata ini,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaskaan Agung RI Ketut Sumedana.
Ketut menjelaskan opsi untuk menggugat secara perdata ini bisa dilakukan apabila perkara tersebut telah dibuktikan di persidangan.
“Setelah nanti perkaranya di persidangan, Kejaksaan Agung dan penyidik (BPOM) sepakat apakah memungkinkan untuk dilakukan gugatan perdata atau tidak,” ujarnya.
Advertisement
Negara Punya Kepentingan
Opsi menggugat pelaku peredaran obat sirop tercemar zat kimia berbahaya secara perdata ini sempat dibahas dalam pertemuan antara Kepala BPOM Penny K Lukito dan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin di Menara Kartika Adhyaksa Kejaksaan Agung, Rabu (16/11).
Pertemuan itu, kata Ketut, BPOM dalam kapasitasnya sebagai penyidik berkonsultasi dengan Jaksa Agung.
“Kemarin BPOM datang itu dalam kapasitas sebagai penyidik konsultasi dengan Jaksa Agung, muncul opsi-opsi (pidana dan perdata). Itu baru opsi, ketika opsi itu memungkinkan peluang untuk dilakukan gugatan keperdataan kenapa tidak,” katanya.
Menurut Ketut, negara mempunyai kepentingan untuk melakukan gugatan perdata terhadap perusahaan farmasi yang lalai melakukan pelanggaran hukum hingga menimbulkan korban jiwa di masyarakat.