Sukses

Membangun Penguatan Nilai-Nilai Pancasila di Media Sosial

Perlunya untuk berekspansi ke media sosial sekarang ini dalam upaya menyosialisasikan Pancasila, seperti yang pernah disinggung Presiden Jokowi.

Liputan6.com, Jakarta - Media sosial (medsos) di era digital sekarang ini memiliki peranan penting dalam penyebaran informasi. Platform digital yang memiliki banyak pengguna ini, dinilai cukup efektif dalam berbagi pesan atau menyampaikan informasi.

Sayangnya, di tengah masifnya penggunaan media sosial, banyak pula informasi yang berisi narasi-narasi bersifat merusak dan memecah belah masyarakat. Hal ini secara tidak langsung menjadi ancaman yang sepatutnya diwaspadai sedari dini.

Hal ini menjadi concern Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang kemudian menggelar diskusi bertema "Grand Design Kolaborasi Penguatan Nilai-Nilai Pancasila melalui Media Sosial", di Kota Harapan Indah, Kota Bekasi, Jawa Barat.

Direktur Sosialisasi dan Komunikasi BPIP, M Akbar Hadi Prabowo mengatakan perlunya untuk berekspansi ke media sosial sekarang ini dalam upaya menyosialisasikan Pancasila, seperti yang pernah disinggung Presiden Jokowi.

"Beliau pernah menyampaikan, pendalaman nilai Pancasila itu tidak bisa dilakukan dengan cara biasa, melainkan cara-cara baru yang luar biasa, memanfaatkan perkembangan teknologi informasi, terutama pada saat perkembangan revolusi 4.0 yang terjadi saat ini," katanya, Jumat (18/11/2022).

Menurutnya, banyaknya narasi bohong maupun ujaran kebencian di media sosial, sangat berpotensi memecah belah persatuan. Karenanya, penting untuk mengingatkan kembali pemahaman Pancasila kepada masyarakat, utamanya melalui media sosial sebagai platform yang cukup berpengaruh. Nilai-nilai Pancasila harus tetap terjaga di hati dan benak masyarakat.

Meski sudah ada sejumlah kampanye mengenai Pancasila yang dilakukan BPIB di media sosial, namun sejauh ini kontennya masih sebatas positif dan belum optimal menyasar generasi milenial, Z, dan alfa sebagai pengguna media sosial terbanyak.

BPIP disebutkan belum banyak merambah ke platform digital kekinian yang digandrungi banyak netizen, seperti aplikasi TikTok yang memiliki hampir 100 juta pengguna di Tanah Air. Dengan minimnya sosialisasi Pancasila di medsos tersebut, dikhawatirkan ideologi akan dinarasikan melenceng dari paham sebenarnya.

BPIP, lanjut Hadi, juga melibatkan lembaga lain dalam mengukur pemahaman Pancasila sejauh ini di masyarakat, yakni melalui Indeks Aktualisasi Pancasila yang masih dalam progres. BPIP dalam hal ini lebih fokus kepada sosialisasi dan menyebarkan pemahaman dan pengamalan Pancasila kepada masyarakat.

Salah satunya, yakni menjalin kolaborasi penguatan nilai-nilai Pancasila melalui media sosial. BPIP meminta pandangan berbagai stakeholder, terkait cara-cara efektif untuk penguatan ideologi Pancasila terutama bagi generasi muda yang mudah menyerap informasi dari media sosial.

"Kami coba menerima masukan dari pakar, Kominfo, BNPT, termasuk teman-teman media. Dan kami juga sekali lagi hadirkan Dirjen Peraturan Perundang-undangan, kira-kira bisa tidak untuk penguatan nilai Pancasila ini melalui media sosial dan supaya ada payung hukum dengan cara kolaborasi, karena BPIP tak mungkin sendiri," jelasnya.

Terkait masih maraknya aksi terorisme dan gangguan kamtibnas lainnya, BPIB melihatnya sebagai sebuah keniscayaan. Hal ini, menurut Hadi sebagai salah satu dampak dari ketiadaan lembaga yang menangani ideologi Pancasila selama hampir 20 tahun.

"Sebetulnya kan lembaga yang menangani ideologi Pancasila, dulu ada BP7, namun seiring reformasi dibubarkan. Nah, otomatis tidak ada lembaga yang menangani ideologi Pancasila. Ditambah lagi terbitnya UU Sisdiknas tahun 2003 yang tidak menyebutkan pendidikan Pancasila bagi sekolah dasar dan menengah," ujar Hadi.

"Makanya itu, tidak heran ketika ada beberapa survei yang pada masa kita tidak mendukung Pancasila. Bukti lain adalah adanya survei dari microsoft, netizen Indonesia itu dianggap paling tidak sopan se-Asia Tenggara. Ini kan cukup memprihatinkan. Yang jelas ini faktor dari tadi itu, tidak adanya lembaga yang menangani Pancasila dan pelajaran PMP itu tidak diberikan lagi kepada sekolah dasar, menengah," tegasnya.

Selain itu, Media sosial juga kerap menjadi sasaran pelaku terorisme untuk mencuci otak pengguna medsos, khususnya kaum muda. Tak sedikit remaja yang bahkan sudah memiliki paham radikal akibat sering terpapar konten-konten sesat maupun informasi negatif yang bersliweran di media sosial.

Karena itu pihaknya, sebagaimana amanat Presiden Jokowi, mencoba cara-cara baru yang lebih kekinian untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila melalui media sosial demi mencegah radikalisme. Salah satunya mengajak netizen untuk membuat konten-konten positif melalui hashtag #gemarmulia atau Gerakan Masyarakat Menyebarkan Konten Mulia.

Selain itu, BPIP juga membuat animasi berupa video pendek, bedah musik kebangsaan, kulineran, untuk semakin membuat mendekatkan pemahaman nilai-nilai Pancasila kepada netizen. Dalam hal ini BPIB turut menggandeng lima unsur kekuatan (Pancamandal) agar lebih maksimal dalam menggaungkan pemahaman Pancasila.

"Mudah-mudahan dengan begitu, bisa memenuhi alam bawah sadar generasi muda kita, sehingga Indonesia menjadi lebih baik dan lebih maju daripada negara lain. Ini lah yang kita harapkan. Apalagi jelang Pemilu, jangan sampai menjadi ajang perselisihan antara beberapa kubu," imbuhnya.

Memasuki tahun politik yang rawan dengan adu argumentasi di media sosial, BPIP juga mulai memformulasikan kolaborasi penguatan Pancasila melalui media sosial untuk meminimalisir hal tersebut dan mencegah perpecahan kubu masyarakat.

"Makanya kami minta masukan ke beberapa pengamat, pakar komunikasi, kominfo, BNPT untuk membantu memformulasikan supaya bisa diterapkan di seluruh kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara," tandasnya.

Deputi Bidang Hubungan Antar Lembaga, Sosialisasi, Komunikasi, dan Jaringan BPIP, Prakoso menegaskan Pancasila menjadi landasan negara untuk menjaga persatuan. Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya sejatinya menjadi amanat bagi seluruh rakyat untuk menjaga dan merawat NKRI.

"Teritorinya sudah jelas, tapi isi prinsipnya sebagai pemersatu bangsa Indonesia berdasarkan nilai-nilai Pancasila itu ada di jiwa seluruh warga Indonesia. Walaupun kita berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Nilai-nilai ini yang harus kita dorong dan sadarkan ke masyarakat," tegasnya.

Sementara Kasubdit hubungan antar lembaga penegak hukum BNPT, Kombes Pol Slamet Riyadi mengapresiasi gagasan yang dicetuskan BPIP terkait pengawasan media sosial dalam rangka mengantisipasi ekspansi radikalisme dan terorisme.

"Tentunya ini menjadi concern dari BPIP Ä·e depannya supaya bisa memasukkan slogan-slogan atau batasan agar tidak terjadi propaganda ataupun narasi-narasi yang membangun perpecahan persatuan dan kesatuan NKRI," jelasnya.

"Sehingga kami sangat mendukung sekali apa yang menjadi inisiasi BPIP dalam rangka pengawasan media sosial, yang memang dalam kesempatan ini dan perkembangan ini, sangat begitu masif dan sangat digunakan di dalam ranah ranah perpecahan dan persatuan," pungkas Slamet.