Sukses

Ini Permintaan Buruh ke Pj Gubernur DKI Jakarta Sebelum Menetapkan UMP 2023

Perwakilan Daerah Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (Perda KSPI) menolak penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta Tahun 2023 dengan mendasarkan pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2022.

Liputan6.com, Jakarta Perwakilan Daerah Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (Perda KSPI) menolak penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta Tahun 2023 dengan mendasarkan pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2022.

Ketua Perda KSPI DKI Jakarta sekaligus ketua Exco Partai Buruh DKI Jakarta Winarso menyampaikan beberapa alasan mengapa PP 36 Nomor 2021 tidak bisa digunakan sebagai dasar hukum penetapan UMP DKI Jakarta Tahun 2023.

Pertama, kata dia, aturan turunan dari Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 Cipta Kerja itu sudah dinyatakan inskonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi. Sehingga, dia menyebut aturan itu tak bisa digunakan sebagai acuan dalam penetapan UMP maupun UMK.

“Karena PP 36/2021 tidak digunakan sebagai dasar hukum, maka ada dua dasar yang bisa digunakan,” kata Winarso dalam keterangan resminya, dikutip Kamis (23/11/2022).

Kedua, lanjut dia, dasar hukum yang bisa digunakan untuk menentukan besaran UMP DKI Jakarta 2023 itu antara lain PP Nomor 78 Tahun 2015.

"Di mana kenaikan upah minimum besarnya dihitung dari nilai inflansi ditambah pertumbuhan ekonomi," jelas Winarso.

Sedangkan dasar hukum kedua yaitu mengacu Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) yang sudah dikeluarkan khusus untuk menetapan UMP/UMK Tahun 2023.

Kemudian, alasan kedua mengapa PP 36/2021 tidak bisa digunakan, ialah akibat kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan upah yang diketahui tidak naik tiga tahun berturut-turut. Dimana daya beli buruh turun sebesar 30 persen.

"Oleh karena itu, daya beli buruh yang turun tersebut harus dinaikkan dengan menghitung inflansi dan pertumbuhan ekonomi," ungkap Winarso.

 

2 dari 3 halaman

Di Bawah Inflasi

Winarso menambahkan, apabila Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menggunakan PP Nomor 36 Tahun 2021, maka nilai kenaikan UMP DKI Jakarta akan berada di bawah inflansi. Sehingga daya beli buruh akan semakin terpuruk.

Alasan ketiga, inflansi secara umum mencapai 6,5 persen. Oleh karena itu, harus ada penyesuaian antara harga barang dan kenaikan upah. Apabila tetap menggunakan PP Nomor 36 Tahun 2021 kenaikannya hanya 2-4 persen.

"Ini kan maunya Apindo. Mereka tidak punya akal sehat dan hati. Masak naik upah di bawah inflansi,” ujar dia.

Lebih lanjut, Winarso menilai unsur pengusaha berbohong terkait alasan perhitungan pengupahan menggunakan PP Nomor 36 Tahun 2021 terkait resesi global yang akan terjadi.

"Adanya 25 ribu buruh di PHK itu adalah cerita bohong. Karena berdasarkan data yang ada, resesi tidak terjadi di Indonesia," ucapnya.

Winarso mengatakan inflasi 6,5 persen adalah inflansi umum. Menurut dia konsumsi yang kenaikannya signifikan adalah makanan. Dimana terjadi kenaikannya 15 persen. Kemudian sektor transportasi naik lebih dari 30 persen, dan sewa rumah sebesar 12,5 persen.

 

3 dari 3 halaman

Akan Melakukan Aksi

Oleh sebab itu, Winarso menyampaikan apabila Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono memaksakan menggunakan PP Nomor 36 tahun 2021 dalam menetapkan besaran UMP DKI Jakarta 2023, buruh dipastikan melakukan aksi.

"Aksi bergelombang dan membesar, bahkan mogok nasional pada pertengahan Desember. Mogok ini diikuti oleh 5 juta buruh di seluruh provinsi Indonesia," kata dia.

Selain itu, puluhan pabrik, ujar Winarso akan setop berproduksi. Dia pun meminta Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan Pemprov DKI tak memaksa menggunakan PP Nomor 36 Tahun 2021 untuk menentukan besaran UMP DKI Jakarta 2023.

"Kami berharap Plt Gubernur DKI Jakarta menggunakan dasar-dasar yang rasional, tidak menggunakan PP Nomor 36 tahun 2021, tapi PP Nomor 78 Tahun 2015 sehingga muncul angka UMP DKI Jakarta sebesar 13 persen," ucap dia.