Sukses

Ada Peran Sambo Urus Izin Senpi Bharada E dan Brigadir J Tanpa Syarat Lengkap

Surat Izin Membawa Senjata Api (SIMSA) milik Bharada E dan Brigadir J sempat ditahan karena keduanya tidak melengkapi persyaratan. Namun tiba-tiba surat dikeluarkan atas perintah Ferdy Sambo.

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo ternyata ikut turun tangan langsung dalam mengurus Surat Izin Membawa Senjata Api (SIMSA) untuk dua mantan ajudannya yakni Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J dan Richard Eliezer alias Bharada E.

Campur tangan Ferdy Sambo itu terkuak atas keterangan dari Kepala Urusan Logistik Yanma Polri, Linggom Parasian Siahaan yang hadir sebagai saksi dalam perkara dugaan pembunuhan berencana Brigadir J, atas terdakwa Bharada E, Kuat Maruf, dan Ricky Rizal alias Bripka RR.

Diawali Linggom yang bercerita ketika dipanggil Kepala Pelayanan Markas (Kayanma) Mabes Polri saat itu, Kombes Hari Nugroho untuk membuatkan SIMSA kepada Brigadir J dan Bharada E pada 15 Desember 2021.

"Bapak Kayanma perintahkan saya, 'tolong kamu buatkan SIMSA-nya, saya tunggu sekarang'. Saya naik ke ruangan, saya perintahkan anggota untuk membuat, setelah selesai saya buat, saya antarkan lagi ke ruangan Kayanma," kata Linggom saat sidang di PN Jakarta Selatan, Senin (28/11/2022).

Setelah diserahkan, kata Linggom, besoknya dia kembali dipanggil Kayanma untuk menahan surat SIMSA. Karena ada sejumlah persyaratan yang tidak lengkap yakni, tes psikologi, surat keterangan dokter, dan surat keterangan satuan kerja (Satker).

"Besok harinya Pak Kayanma memanggil saya, 'ini surat senjata apinya kamu simpan kembali karena prosedurnya tidak lengkap. Tidak ada tes psikologi, tidak ada pengantar satker, dan tidak ada surat keterangan (sehat dari) dokter'," kata Linggom.

Namun tidak jelas apa yang terjadi, setelah empat hari kemudian Linggom diminta agar SIMSA Brigadir J dan Bharada E diserahkan kembali. Hal itu diketahuinya atas perintah langsung Ferdy Sambo.

"Empat hari kemudian saya ditelepon lagi sama Pak Kayanma agar menurunkan kembali surat senjata api tersebut. Saya antar ke ruangan beliau, saya serahkan ke Bapak Kayanma," ujar Linggom.

"Setelah Pak Kayanma terima, langsung Pak Kayanma berbicara kepada saya 'barusan saya ditelepon Kadiv Propam Pak Sambo agar segera tanda tangan'. setelah itu saya serahkan," tambah dia.

 

2 dari 3 halaman

Senpi Brigadir J Jenis HS, Bharada E Jenis Glock

Lebih lanjut, Linggom mengaku tidak mengetahui Bharada E dan Brigadir J adalah anggota Brimob Polri. Yang dia tahu, keduanya merupakan ajudan Ferdy Sambo dengan surat SIMSA untuk senjata Glock-17 Bharada E dan HS-19 untuk Brigadir J.

"Saudara ingat senjata apa yang dipegang Eliezer dan Yosua?," tanya Wahyu.

"Yang tertulis di kertas itu untuk Bharada Eliezer, (senjata api jenis) glock," jawab Linggom.

"Glock berapa?," balas Wahyu.

"Ada di catatan registrasi," ucap Linggom.

"Oke nanti, apa lagi?," timpal Wahyu.

"Kemudian untuk Brigadir Yosua (senjata api jenis) HS," tambah Linggom.

Wahyu pun menanyakan apakah Linggom mengeluarkan SIMSA untuk Bripka Ricky Rizal Wibowo (Bripka RR) juga atau tidak.

Kepada Ketua Majelis Hakim, Linggom mengaku tak mengeluarkan surat izin tersebut. Sebab, dia baru menjadi Kepala Urusan Logistik Yanma Polri pada September 2021.

 

3 dari 3 halaman

Dakwaan Pembunuhan Berencana

Dalam perkara ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah mendakwa total lima tersangka yakni, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Richard Eliezer alias Bharada E, Ricky Rizal alias Bripka RR, dan Kuat Maruf.

Mereka didakwa turut secara bersama-sama terlibat dengan perkara pembunuhan berencana bersama-sama untuk merencanakan penembakan pada 8 Juli 2022 di rumah dinas Komplek Polri Duren Tiga No. 46, Jakarta Selatan.

"Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan, dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain," ujar jaksa saat dalam surat dakwaan.

Atas perbuatannya, kelima terdakwa didakwa sebagaimana terancam Pasal 340 subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 KUHP yang menjerat dengan hukuman maksimal mencapai hukuman mati.

Sedangkan hanya terdakwa Ferdy Sambo yang turut didakwa secara kumulatif atas perkara dugaan obstruction of justice (OOJ) untuk menghilangkan jejak pembunuhan berencana.

Atas hal tersebut, mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 dan/atau Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau Pasal 221 ayat (1) ke 2 dan 233 KUHP juncto Pasal 55 KUHP dan/atau Pasal 56 KUHP.

"Timbul niat untuk menutupi fakta kejadian sebenarnya dan berupaya untuk mengaburkan tindak pidana yang telah terjadi," sebut Jaksa