Liputan6.com, Jakarta - Korban meninggal dunia akibat gempa bumi di Kabupaten Cianjur Jawa Barat bertambah menjadi 327 orang. Hal ini usai ditemukannya empat korban hilang dalam proses evakuasi.
"Korban jiwa di mana sampai sekarang korban jiwa meninggal dunia sejumlah 327 jiwa. Hasil pencarian sampai dengan Selasa 29 November, ditemukan sejumlah empat jiwa," kata Dandim 0608/Kabupaten Cianjur Letkol Arm Hariyanto dalam konferensi pers di Youtube BNPB, Selasa (29/11/2022).
Dia mengatakan, masih ada korban gempa Cianjur yang dilaporkan hilang. Hariyanto menyebut pihaknya menerima laporan bahwa ada korban hilang dari dua desa di Cianjur.
Advertisement
"Berdasarkan laporan yang kami terima, ada korban hilang. Berita ini kami terima dari 2 desa yaitu, Kepala Desa Cijedel 6 jiwa dan Kepala Desa Mangunkerta 2 jiwa," jelas dia.
"Apabila dijumlahkan total korban hilang 8 orang. Sehingga, total laporan yang hilang sampai sore ini 13 orang," sambung Hariyanto.
KPAI Minta Relawan Gempa Cianjur Antisipasi Kondisi Multi Kesedihan pada Anak
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) memastikan bahwa gempa bumi di Cianjur menyisakan pengalaman traumatis bagi anak-anak. Menurut KPAI, ada situasi tidak siap bagi mereka, khususnya terhadap anak-anak yang ditinggalkan keluarganya.
"Anak-anak melihat situasi keluarga yang ditinggalkan juga menjadi persoalan sendiri. Apalagi bila ada trauma fisik yang dialami anak, yang membekas atau menjadi disabilitas," kata Kepala Divisi Monitoring Evaluasi (Kadivmonev) KPAI, Jasra Putra lewat pesan tertulis, Selasa (29/11/2022).
Jasra menyebut, ada situasi kompleks dari rasa kehilangan. Dia mengatakan, situasi tersebut harus membutuhkan perhatian banyak pihak agar tidak membawa dampak lebih buruk terhadap anak.
"Segala pemicu situasi lebih kompleks akan kesedihan yang dapat membawa anak-anak dalam multi kesedihan harus dihindari, karena anak butuh pemahaman panjang soal konsep kematian dan anak butuh waktu belajar menerima sebuah peristiwa trauma," jelas Jasra.
Jasra menyatakan, kondisi multi kesedihan bagi anak tidak sebatas soal bencana alam. Bencana internal dalam perkara perceraian juga kerap membuat anak masuk dalam kondisi tersebut.
"Perebutan kuasa asuh, orang tua yang mencari keadilan, anak-anak dalam situasi bencana alam dan nonalam, sangat membutuhkan lingkungan yang kondusif. Mereka perlu dihindari dalam pemicu multi kesedihan," ucap Jasra.
Advertisement
Mendampingi secara intens
Mencegah anak masuk dalam kondisi multi kesedihan merupakan upaya yang dapat dilakukan semua pihak. Tujuannya, agar anak yang masuk dalam situasi tersebut tidak menjadi lebih buruk untuk fisik dan psikisnya.
"Seperti pascabencana gempa bumi di Cianjur untuk para orang tua dan relawan diharap bisa mendampingi secara intens. Pengalaman pascaperistiwa, anak akan bereaksi ketika mendengar kabar, melihat situasi keramaian atau mendengar suara di sekitar yang menyebabkan anak sangat rentan kondisi psikologisnya, menjadi kecemasan, mengurangi jam istirahat yang berdampak kepada kesehatan," tutur Jasra.
Jasra berharap, para relawan dan para orangtua yang mendampingi memiliki perspektif cara bekerja dengan anak, baik yang di bawah umur ataupun usia sekolah. Hal ini dilakukan guna mengalihkan ketakutan, kecemasan dan kesedihan yang berlebih terhadap mereka.
"Saya kira sangat baik, dengan banyaknya elemen masyarakat yang peduli dengan ikut bergerak di Cianjur. Karena pekerjaan ini tidak bisa di tangani sendiri, butuh keterlibatan lintas sector dan profesi. Pengalaman dari penanganan pasca gempa, ada tuntutan pendampingan jangka panjang," tandas Jasra.