Liputan6.com, Jakarta Mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Ridwan R Soplanit menjadi saksi dalam sidang perkara pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J dengan terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi.
Di hadapan majelis hakim, dia mengungkap ketakutannya bakal dicopot dari jabatannya saat menangani kasus yang terjadi di rumah dinas Ferdy Sambo.
Awalnya, Ridwan didatangi oleh AKBP Arif Rahman Arifin saat tiba di Polres Metro Jakarta Selatan pada malam hari. Namun, tidak disebutkan kapan tanggal dan hari kejadiannya.
Advertisement
Kepada Ridwan, Arif mengaku mendapatkan perintah dari Ferdy Sambo untuk membuatkan Berita Acara Interogasi (BAI) terhadap Putri Candrawathi.
"Kemudian, saya panggil untuk masalah pelecehan saya panggil Kanit PPPA saya. Kemudian, saya panggil beberapa penyidik saya untuk berbicara terkait dengan kronologis yang dibawa oleh AKBP Arif saat itu," tutur Soplanit, Jakarta, Selasa (29/11/2022).
Putri, lanjut dia, masih dalam keadaan trauma. Sehingga, tidak dapat hadir langsung untuk membuat laporan atau BAI tersebut.
"Kemudian saya sampaikan kepada Kapolres saat itu, saya sampaikan, 'Mohon izin komandan, ini ada AKBP Arif diperintahkan Pak FS untuk buat BAI.' Karena Bu Putri saat itu kondisinya belum bisa ke polres, karena alasannya saat itu lagi trauma. Akhirnya, didatangi oleh AKBP Arif terkait dengan lembaran kronologis tersebut," jelas Soplanit.
"Kemudian dibuatkan BAI saat itu, dan BAI itu langsung malam setelah satu jam kita diperintahkan ke Kapolres kita ke Saguling untuk membawa BAI tersebut ke Saguling," lanjut dia.
Â
Tak Wajar
Kemudian, majelis hakim pun menanyakan kepadanya terkait BIA tersebut milik atau ditujukan kepada siapa. Saat itu, Soplanit menjawabnya terhadap Putri Candrawathi.
"Saat itu dibuat di Polres Jakse tanpa kehadiran Bu Putri, hanya mendengarkan penjelasan Arif?," tanya hakim.
"Kronologisnya yang dibawa. Yang AKBP Arif sampaikan bahwa itu kronologis dari Bu Putri yang disampaikan kepada beliau," jawab Soplanit.
"Wajar enggak begitu?" tanya hakim kembali.
"Untuk itu saya menyampaikan ke Kapolres untuk hal tersebut," jawab Soplanit.
Lalu, menurutnya hal tersebut tidaklah wajar yakni membuat BAI tanpa langsung dibuat oleh orang yang menjadi korban atau mengalaminya.
"Saat itu saudara bisa menolak?" tanya hakim.
"Saat itu saya tidak merespons, saya bilang itu ibaratnya berdialog dengan penyidik terkait dengan masalah pembuatan BAI itu berdasarkan kronologis. Kemudian, dari kronologis itu memunculkan pertanyaan terkait dengan kronologis yang dibuat," jawab Soplanit.
"Ya maksudnya itu kan tidak ladzim, sauadara menolak?" tanyak kembali hakim.
"Saat itu saya kan keberatan yang mulia. Saya keberatan, saya sampailan bahwa apakah kronologis ini kita sampaikan dalam bentuk pertanyaan. Apakah bisa mewakili semua dari pertanyaan yang ada. Tetapi saat itu langsung saya lapor ke Kapolres saya untuk datang ke tempat tersebut," jawab Soplanit.
"Kapolres izin kan?" tanya hakim.
"Kapolres saat itu ada di ruangan saya dan tetap melihat proses itu berjalan," jawab Soplanit.
Â
Advertisement
Takut Dicopot
Saat itu, hakim kembali menanyakan soal kelaziman proses pembuatan BAI yang tanpa dihadirkan langsung oleh Putri.
"Ya saat itu Kapolres mengiyakan karena saat Kapolres datang ke ruang saya, dan melihat prosesnya berjalan. Kemudian, sempat menanyakan kembali dan saya menjelaskan bahwa ini berdasarkan kronologis saja yang disalin," ujar Soplanit.
"Maksudnya saudara sebagai kasat, dan saudara Arief datang mewakili PC. Nah itu suatu enggak ladzim dan jelas di luar prosedur. Kenapa anggota saudara langsung buatkan padahal saudara jelas katakan menolak?" ujar hakim.
"Ya saat itu Pak Arif sampaikam bahwa ini perintah Pak FS. Kemudian saya dengarkan seperti itu, saya juga laporkan ke pimpinan saya," ungkap Soplanit.
"Enggak, sauadara kan sempat menolak. Saudara melaporkan pimpinan, tetapi anggota saudara tetap kerjakan. Artinya enggak sinkron. Seberapa besar ketakutan anggota saudara sama saudara FS saat itu?" tanya hakim.
"Ya saat itu Pak FS sebagai Kadiv Propam," jawab Soplanit.
"Coba gambarkan, kenapa itu di luar prosesur tetap dijalankan? Apa sih yang dirasakan oleh Polres Jaksel saat itu?," tanya hakim.
"Ya karena kita berhadapan dengan seorang Kadiv Propam yang mulia, dan kita melihat memang dari awal di TKP kan perangkat dari Propam juga mereka sudah ada di situ. Sehingga, memang yang kita bayangkan kita dalam pengawasan Kadiv Propam Mabes," jelas Soplanit.
"Terburuknya, kalau saudara sempat nolak apa sih selain dicopot?," tanya hakim.
"Dicopot yang mulia," jawab Soplanit.
Â
Reporter: Nur Habibie
Sumber: Merdeka