Sukses

HEADLINE: Dugaan Mahasiswa Titipan Pejabat di Kasus Unila, Kuak Jual Beli Bangku Kampus?

Dunia perguruan tinggi tercoreng dengan adanya dugaan mahasiswa titipan kepada rektor. Mirisnya, mereka yang diduga menitipkan adalah pejabat. Ada jual beli bangku kampus?

Liputan6.com, Jakarta - Potret pendidikan tinggi di Indonesia tak hentinya dirundung kabut persoalan. Setelah muncul deretan kasus dugaan pelecehan seksual, kini dunia intelektualitas kampus tercoreng dengan adanya dugaan mahasiswa yang dititipkan kepada rektor.

Mirisnya, mereka yang menitipkan justru berasal dari kalangan pejabat, yang seharusnya memberikan contoh baik bagi masyarakat.

Praktik culas itu terungkap setelah Rektor nonaktif Unila Karomani mengaku berkomunikasi langsung dengan sejumlah wali calon mahasiswa baru yang meminta bantuannya agar diterima di perguruan tinggi negeri tertua di Lampung itu. Dia menyebutkan sejumlah pejabat dan tokoh bahkan menghubunginya langsung untuk menitipkan anak maupun saudara mereka kepadanya agar diterima sebagai mahasiswa Unila.

"Yang langsung ke saya menitipkan sanak saudaranya untuk masuk ke Unila ada Polda Joko, temennya Kadisdikbud (Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan) Lampung Sulpakar, dan Mahfud Suroso, pemilik saham RS Urip Sumoharjo," kata Karomani di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Tanjungkarang, Bandar Lampung, Rabu 30 November 2022.

Menurut Pengamat Pendidikan Indra Charismiadji, kasus pada Unila tersebut mencerminkan bahwa perguruan tinggi di Indonesia bukan menjadi tempat untuk menggembleng anak bangsa menjadi SDM yang unggul. Namun, kampus hanya dijadikan sebagai tempat mencari gelar semata.

"Ini membuktikan bahwa di Indonesia itu, yang namanya perguruan tinggi bukan tempat cari ilmu, tapi tempat cari stempel. Dari awalnya titip keluarnya juga titip," kata Indra kepada Liputan6.com, Jumat (2/12/2022).

Prilaku ini, dia menambahkan, telah mencederai amanat dan cita-cita para pendiri bangsa. Dalam amanat konstitusi disebutkan bahwa tugas negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.

"Bukan nitip-nitip. Kalau ini dilakukan pejabat publik levelnya menteri, nggak heran kalau bangsa ini tetap bodoh. Kualitas pendidikan kita sangat terburuk di dunia, dan itu bertahun-tahun tidak ada peningkatannya," tegas dia.

"Jadi program SDM unggulnya Pak Jokowi itu sebenarnya sudah gagal total. Karena memang tidak didesain untuk dibenahi, dan sebetulnya desain awalnya kan revolusi mental dulu. Nah sekarang kalau pejabat publiknya nitip-nitip, mentalnya apakah sudah terevolusi?" tanya Indra.

Ia menjelaskan, harus ada perombakan sistem pendidikan nasional secara komprehensif. Karena menurutnya, penangkapan para tersangka yang terjerat kasus Unila tersebut tidak memberikan jalan keluar yang baik bagian persoalan ini.

"Tidak bisa solusinya sepotong-sepotong. Wong problem-nya di Sisdiknas. Jadi yang harus dibenahi, jangan kita bicara berarti harus ditindak, ini itu, bukan. Sistem pendidikannya dulu yang dihancurkan, kita buat yang betul-betul mencerdaskan," terang Indra.

"Sistem pendidikan nasional kita harus dirombak besar-besaran, kita punya cetak biru pendidikan Indonesia. Kemudian tempatkan orang-orang yang memang mengerti pendidikan. Jadi bukan orang-orang yang hanya punya jasa terhadap presiden, tim sukses presiden itu yang mengisi ruang ruang publik. Ini bukan negaranya mereka, ini negara kita semua, harus yang terbaik buat bangsa ini," dia menjelaskan.

Indra menuturkan, pembenahan dalam sisdiknas mutlak diperlukan bila Indonesia tak ingin mengalami bencana musibah bonus demografi di masa mendatang. Kondisi ini tidak bisa dipandang sebelah mata lantaran saat ini tujuan bernegara sudah jauh dari yang diinginkan pendiri bangsa.

"Apa yang dicitakan pendiri bangsa tujuan bernegara jauh dari panggang api, dan itu harusnya dibenahi, kalau memang bangsa ini betul-betul memanfaatkan bonus demografi, bukan bertemu bencana demografi. Kalau saya melihatnya, kalau tidak ada perubahan nyata yang ketemu bencana demograf, karena kita akan punya banyak manusia yang usianya produktif tapi mereka tidak mampu bekerja," terang dia.

Indra pun menyoroti pengawasan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi yang digawangi oleh Nadiem Anwar Makarim. Menurutnya, sosok Nadiem kurang tepat menduduki kursi orang nomor satu yang mengurusi persoalan pendidikan di Indonesia.

"Kemendikbud lagi sibuk dengan tim bayangan, gimana mau mengawasi. Mendikbud kita adalah orang yang tidak punya pengalaman dan tidak mampu membangun manusia, dia hebat membangun aplikasi. Itu beda. Presiden sudah pilih orang yang salah untuk membangun manusia," kata dia.

Dia memastikan, kejadian serupa pasti akan kembali terjadi sepanjang tidak adanya perubahan dalam sistem pendidikan nasional. Bahkan dia memastikan, praktik tidak terpuji itu bisa terjadi setiap saat.

"Pasti akan terulang kasus ini. Bukan kemungkinan. Setiap saat terjadi, cuman sekarang kan ketangkap aja. Kalau nggak ketangkep, kan terus aja," kata dia.

Sementara itu Ahli Psikologi Politik Hamdi Muluk menilai Kemendibud Ristek mempunyai kewajiban untuk mengawasi praktik-praktif Good governance di Universiatas. Di samping itu, integritas rektor juga dituntut terjaga demi marwah dunia pendidikan tinggi Indonesia.

"Kalau pejabat itu ingin membuat universitasnya bagus, kan logikanya terimalah mahasiswa yang nilai ujiannya lulus, berarti menjaga mutu input mahasiswa. Kalau banyak calon mahasiswa sebenarnya tidak mampu otaknya/tidak layak, cuma karena nyogok masuk Universitas, Universitas sebenarnya bunuh diri. Kan bisa buruk mutu lulusannya nantinya," kata dia kepada Liputan6.com, Jumat (2/12/2022).

Hamdi menekankan agar para rektor mengacuhkan pejabat -pejabat yang ingin 'bermain belakang' untuk memasukkan keluarganya di Universitas tersebut. Pada era digital saat ini, praktik-praktik curang tersebut seharusnya sudah tidak dapat dilakukan lagi.

"Nah ini juga pejabat pejabat yang minta jatah ini nggak usah diindahkan. Cuekin aja. Di zaman keterbukaan dan era demokrasi seperti sekarang, praktik beginian harusnya ditumpas lah. Kalau memang ada pejabat yang terbukti minta jatah ini. Dibuka saja namanya ke publik," ujar dia.

Selain itu, Hamdi menegaskan, aparat penegak hukum dapat segera memprosesnya jika ada dugaan pelanggaran pidana. Kasus yang terjadi di Unila, seharusnya menjadi titik point pembenahan dalam dunia pendidikan di perguruan tinggi.

"Kalau ada penyelewengan, atau pelanggaran hukum, ya BPK atau KPK sudah seharusnya ambil tindakan penindakan. Kasus Unila Lampung harusnya jadi waktu semua perguruan tinggi berbenah," tegas dia.

Saat ditanya apakah tindakan Rektor nonaktif Unila Karomani yang menerima mahasiswa titipan dari sejumlah pejabat sebagai langkah murni karena uang. Atau lantaran takut karena permintaan itu datang dari sosok pejabat dan jawara. "Bisa dua-duanya," jawab dia.

 

**Liputan6.com bersama BAZNAS bekerja sama membangun solidaritas dengan mengajak masyarakat Indonesia bersedekah untuk korban gempa Cianjur melalui transfer ke rekening:

1. BSI 900.0055.740 atas nama BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional)2. BCA 686.073.7777 atas nama BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional)

Adapun Pengamat Pendidikan dari UPI Bandung, Prof Cecep Darmawan menuturkan, kampus seharusnya menjadi benteng moralitas pertama soal penerimaan mahasiswa baru. Karenanya, perlu adanya sistem transparansi dalam proses penerimaan mahasiswa tersebut.

"Kedua adalah sistem pengawasan," kata dia kepada Liputan6.com, Jumat (2/12/2022).

Cecep menegaskan, yang lebih terpenting dari itu semua ialah bahwa dunia pendidikan kampus saat ini telah terpapar virus komersialisasi. Maksudnya, lanjut dia, biaya pendidikan di unversitas ini makin mahal kendati kampus negeri.

"Ini jangan dibiarkan, pemerintah harus turun tangan bagaimana membuat sistem sehingga PTN itu menjadi terjangkau. Artinya biaya pendidikan dari APBN harus diupayakan seoptimal mungkin. 20 persen angaran pendidikan itu salah satunya untuk mengcover bagaimana pendidikan di perguruan tinggi terjangkau masyarakat yang marginal sekalipun," papar Cecep .

Dia menilai, dalam Sisdiknas secara rinci telah mengatur penerimaan mahasiswa baru. Yang lebih ditekankan dalam proses ini, harus adanya transparansi dan akuntabel dalam penerimaan mahasiswa tersebut.

"Ini pada persoalan sistem bagaimana pengelolaan kalau di perguruan tinggi penerimaan mahasiswa baru itu, transparan, akuntabel, jangan sampai karena uang pendaftaran mahal, kemudian perguruan tinggi menjadi mahal," ujar dia.

Cecep menduga jalur mandiri menjadi tempat yang empuk bagi para oknum untuk mendulang cuan dari calon mahasiswa yang tidak lolos ujian tes masuk perguruan tinggi. Karena itu, dia mengusulkan agar jalur tersebut ditutup saja.

"Biasanya jalur-jalur mandiri yang masalah ini. Saran saya sih, bubarkan saja jalur mandiri, pakai jalur biasa. Kecuali sistemnya sama SBMPTN, itu boleh. SBMPTN biasanya peluang untuk nitipnya kecil, karena itu by system, computerize, " ujar dia.

"Dan segmen tertentu, sebenarnya sistem UKT (Uang Kuliah Tunggal) sudah bagus, jadi SPP tiap tiap mahasiswa berbeda beda tuh, tergantung penghasilan orang tua dan lain lain, ada ukuran-ukurannya, sehingga UKTnya beda-beda. Ini sudah bagus. Ini terciderai oleh sistem penerimaan mandiri. Itu gara-gara menurut saya ya, perguruan tinggi harus cari duit. Itu prinsip yang salah pemerintah. Pemerintah yang menyediakan uang, perguruan tinggi yang membuat inovasi, riset. Begitu," Cecep menjelaskan.

Dia menyayangkan tingkah sejumlah pejabat yang diduga menitipkan keluarganya agar bisa berkulliah di sebuah perguruan tinggi. Sikap tersebut dinilainya sebagai contoh yang tidak layak untuk ditiru.

"Pejabat harusnya memberi contoh yang baik, buka ke publik siapa itu pejabat yang nitip-nitip, dan itu juga rektor jangan tersandera. Kan ada sistem, mau anak siapa pun kalau lulus ya lulus, kalau tidak ya tidak. Ada jalurnya. Pendidikan itu kan untuk semua bukan untuk pejabat," tegas dia.

Karena menurutnya, jika praktik tersebut terus tumbuh subur di dunia perguruan tinggi, akan memunculkan kekhawatiran bagi generasi Indonesia di masa mendatang. Proses tersebut akan memberikan dampak buruk bagi perkembangan karakter sang mahasiswa tersebut.

"Kalau ini dibiarkan kekhawatiran jadi praktik buruk. Kalau sistem pendidikan buruk, nanti akan menghasilkan generasi buruk pula dari sisi karakter, bukan dari segi kecerdasan. Nanti setelah lulus, karakternya enggak bagus juga. Yang kita khawatirkan ini juga keadilan akan semakin jauh, masyarakat marginal untuk masuk ke perguruan tinggi kalau sistem diskriminatif seperti.  Dan ini menciderai nilai-nilai demokrasi dalam pendidikan dan keadilan dalam pendidikan," dia menegaskan.

2 dari 3 halaman

Fakta Baru Kasus Unila

Persidangan kasus suap calon mahasiswa baru Universitas Lampung (Unila) mengungkap fakta soal dugaan keterlibatan beberapa pejabat atau tokoh yang disebut turut menitipkan saudara mereka untuk diterima sebagai mahasiswa Unila.

Dalam sidang perkara dugaan suap penerimaan mahasiswa baru dengan terdakwa Andi Desfiandi, Rabu 30 November 2022, Rektor nonaktif Unila Karomani mengaku berkomunikasi langsung dengan sejumlah wali calon mahasiswa baru yang meminta bantuannya agar diterima di perguruan tinggi negeri tertua di Lampung itu.

Karomani menyebutkan sejumlah pejabat dan tokoh bahkan menghubunginya langsung untuk menitipkan anak maupun saudara mereka kepadanya agar diterima sebagai mahasiswa Unila.

"Yang langsung ke saya menitipkan sanak saudaranya untuk masuk ke Unila ada Polda Joko, temennya Kadisdikbud (Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan) Lampung Sulpakar, dan Mahfud Suroso, pemilik saham RS Urip Sumoharjo," kata Karomani di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Tanjungkarang, Bandar Lampung.

"Untuk Pak Utut (Utut Adianto), yang bersangkutan langsung (kirim pesan) WhatsApp saya," tambah Karomani yang juga menjadi tersangka dalam kasus tersebut.

Kemudian, nama-nama lain yang tertera dalam barang bukti, menitipkan anak dan saudara mereka untuk diterima di Unila melalui Mualimin dan Budi Sutomo.

Setelah calon mahasiswa itu diterima, Karomani memperoleh "infak" yang diserahkan para penitip mahasiswa baru itu.

Dia mengaku tidak pernah memaksa dengan menetapkan nominal tertentu untuk berinfak apabila calon mahasiswa itu diterima di Unila.

"Saya tidak pernah memaksakan untuk mereka berinfak. Kalau mereka mau berinfak, silakan, karena dari nama-nama tersebut juga ada yang masuk tapi tidak memberikan infak," ujar Karomani.

Menanggapi hal itu, KPK menyatakan bakal memanggil Wakil Ketua Komisi I DPR RI Fraksi PDIP Utut Adianto yang diduga menitipkan mahasiswa baru (maba) ke Rektor Universitas Lampung (Unila) Karomani.

Dugaan Utut Adianto turut menitipkan mahasiswa baru terungkap dalam persidangan kasus dugaan suap penerimaan maba Unila dengan terdakwa Andi Desfiandi yang digelar di Pengadilan Tipikor pada PN Tanjung Karang, Bandar Lampung, Rabu 30 November 2022 kemarin.

Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan pihaknya tak menutup kemungkinan memanggil Utut dalam persidangan. Utut disebut langsung menghubungi Rektor Unila Karomani saat menitipkan calon mahasiswa baru.

"Semua fakta sidang pasti akan dikonfirmasi dan didalami. Bila dibutuhkan keterangan sebagai saksi, jaksa juga akan memanggil (Utut Adianto) untuk dikonfirmasi," ujar Ali dalam keterangannya, Kamis (1/12/2022).

Utut sendiri sempat diperiksa tim penyidik KPK pada Jumat, 25 November 2022 kemarin. Saat itu tim penyidik menyelisik soal dugaan Utut yang menitipkan calon mahasiswa baru ke Unila lewat Rektor Karomani.

Tak hanya terkait penitipan mahasiswa baru, Utut juga dicecar soal suap yang diterima Karomani.

 

3 dari 3 halaman

Keponakan Zulhas

Selain Utut, Menteri Perdagangan Zulkifli Hassan juga disebut ikut menitipkan seseorang untuk dimasukkan sebagai mahasiswa di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung (Unila) saat penerimaan mahasiswa baru 2022.

Menurut Karomani, penitipan itu dilakukan melalui Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Lampung Ary Meizari Alfian.

"Zulkifli Hassan ikut menitipkan satu orang untuk diloloskan menjadi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung," kata Karomani saat menjadi saksi kasus dugaan suap untuk terdakwa Andi Desfiandi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Bandar Lampung, seperti dilansir Antara, Rabu 20 November 2022.

Menurut dia, calon mahasiswa itu berinisial ZAG. Kepadanya, Ary Meizari Alfian mengatakan calon mahasiswa itu adalah titipan Zulkifli Hassan.

"Saya diberi tahu oleh Ary, 'ZAG ini keponakan Pak Zulkifli, tolong dibantu.' Saya bilang asal sesuai SPI dan nilai passing grade-nya, passing grade 500 ke atas bisa dibantu," tambah Karomani.

Dia menjelaskan ZAG kemudian memberikan 'infak' setelah dinyatakan lolos. Akan tetapi, soal jumlah uang yang diberikan, Karomani mengaku tak tahu pasti karena yang menerima uang tersebut adalah Mualimin, orang kepercayaan Karomani.

Terkait nilai standar yang Karomani sebutkan itu, jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperlihatkan bukti bahwa nilai ZAG hanya 480 dan tetap masuk Unila.

Karomani mengaku dia tidak mengetahui nilai standar ZAG tidak memenuhi syarat yakni di bawah 500.

"Nilai ZAG di bawah 500 baru saya tahu setelah penyidikan karena saya tidak cek satu-satu. Kalau saya tahu dari awal, pasti saya batalkan kelulusannya masuk Unila," kata Karomani.

Usai namanya disebut-sebut rektor Universitas Lampung (Unila) nonaktif Karomani ikut menitipkan seseorang di kampus tersebut lewat jalur curang, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan menegaskan, dirinya tidak punya keponakan yang mendaftar maupun kuliah di Universitas Lampung (Unila).

"Tidak punya keponakan yang kuliah, tidak punya keponakan yang namanya itu, tidak ada saudara yang daftar kuliah di Unila," kata Zulkifli Hasan usai kunjungan di Pasar Rasamala, Kota Semarang, Jateng, Jumat (2/11/2022).

 Ketua Umum Partai Amanat Nasional itu juga menegaskan tidak mengenal Rektor Unila Karomani.

"Tidak punya ponakan, tidak punya rektor, 'clear' kan," katanya.