Liputan6.com, Jakarta Pemerintah Indonesia berusaha memfokuskan pembangunan baru, di mana jika berhasil membangun sebuah ekosistem yang besar dengan mengintegrasikan nikel, tembaga, bauksit, dan timah untuk kendaraan listrik atau Electronic Vehicle, maka bisa menjadi nilai tawar di kancah global.
Terkait hal tersebut, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno mendukung penuh langkah pemerintah beralih dari penggunaan energi fosil menuju ke energi yang lebih ramah lingkungan.
Baca Juga
Menurut Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini, Indonesia merupakan negara dengan jumlah cadangan nikel terbesar di dunia. Artinya, Pemerintah dengan gampang bisa menjadikan Indonesia sebagai pusat produksi baterai kendaraan listrik di dunia.
Advertisement
“Sebagai negara dengan jumlah cadangan nikel terbesar dunia, serta mineral logam lainnya seperti tembaga, mangan, aluminium yang saat ini sedang membangun ekosistem industri kendaraan listrik berbasis baterai,” ucap Eddy dalam keterangannya, Sabtu (12/3/2022).
“Bahkan Indonesia memiliki posisi tawar yang tinggi dalam menguasai rantai pasok untuk kebutuhan kendaraan listrik berbasis baterai,” jelas dia.
Senada dengan Edy Soeparno, Anggota Komisi VI DPR RI Rudi Hartono Bangun meminta agar Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), khususnya perusahaan BUMN sektor energi untuk mengembangkan ekosistem industri baterai kendaraan bermotor listrik.
“Pemerintah dan BUMN bisa memanfaatkan potensi nikel untuk kepentingan dalam negeri. Salah satunya pembuatan baterai kendaraan listrik. Jadi Indonesia ikut dalam menciptakan ekosistem kendaraan listrik,” ujarnya.
Politikus NasDem ini menyebut, perusahan BUMN bisa memanfaatkan momentum dalam rantai pasok Electric Vehicle (EV) global, dan menjadi pemain utama, karena besarnya cadangan nikel di Indonesia mampu menghasilkan bahan utama dalam produksi baterai.
“Nah, Kementerian BUMN dan perusahaan-perusahaan BUMN energi harus bisa memanfaatkan momentum tren transisi energi ini,” sarannya.
**Liputan6.com bersama BAZNAS bekerja sama membangun solidaritas dengan mengajak masyarakat Indonesia bersedekah untuk korban gempa Cianjur melalui transfer ke rekening:
1. BSI 900.0055.740 atas nama BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional)2. BCA 686.073.7777 atas nama BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional)
Jadi Pemain Utama
Menurut Rudi, jika pengembangan baterai kendaraan listrik ini berjalan baik, maka Indonesia akan menjadi pemain utama dalam pengembangan industri kendaraan listrik, maka masyarakat akan beralih pada kendaraan listrik dan anggaran untuk BBM akan berkurang.
“Selama ini sebagian besar uang negara dikeluarkan untuk kebutuhan subsidi BBM. Tapi nantinya dengan masyarakat menggunakan kendaraan listrik dan transisi ke bahan bakar yang ramah lingkungan, tentu ini juga akan mengurangi anggaran subsidi BBM,” ungkapnya.
“Kalau Indonesia bisa memaksimalkan sumber daya nikel itu, bukan cuma untuk kebutuhan dalam negeri, tapi juga bisa ekspor baterai kendaraan listrik ke dunia. Ini juga kan dampaknya ke penerimaan negara,” pungkasnya.
Advertisement
Pernyataan Presiden
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meyakini, akan banyak investor berbondong-bondong datang ke Indonesia. Jika Indonesia berhasil membangun sebuah ekosistem yang besar dengan mengintegrasikan nikel, tembaga, bauksit, dan timah untuk kendaraan listrik atau Electronic Vehicle.
“Kalau baterainya jadi, kita tidak usah muter-muter ke investasi. Orang akan datang ke sini, percaya ke saya, karena ekosistem besarnya ada disini,” kata Jokowi dalam Rapimnas KADIN 2022, Jumat (2/12/2022).
Bahkan Jokowi mengaku sudah menghitung, kedepan produksi EV baterai itu 60 persen akan ada di Indonesia. Sehingga, siapapun yang akan membuat mobil dan motor listrik akan datang ke Indonesia, karena bahan bakunya sudah lengkap.
“Saya sudah hitung-hitung nanti produksi EV battery itu 60 persen ada di Indonesia, percaya ke saya. Sehingga siapapun yang ingin membangun mobil dan motor listrik pasti bakal kesini karena lebih efisien barangnya semua ada, tembaganya ada, bauksitnya, untuk mobil badan pesawat semuanya ada disini,” ujarnya.
Namun, menurut Jokowi, mengintegrasikan sumber daya alam yang dimiliki agar menjadi suatu ekosistem yang besar masih dihadapkan dengan kesulitan. Oleh karena itu, diperlukan kerjasama antar Pemerintah pusat maupun daerah serta dengan para stakeholder.
“Yang sulit dari dulu adalah mengintegrasikan itu menjadi ekosistem yang besar. Itu yang tidak pernah kita kerjakan. Ini proyek jalan sendiri, itu jalan sendiri sehingga tidak memiliki nilai tambah yang besar,” ujarnya.