Liputan6.com, Jakarta - Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mendukung para pelaku cyberbullying dilaporkan ke penegak hukum. Pelaporan dilakukan untuk membuat para pelaku jera dan tak mengulang perbuatannya.
Juru Bicara BSSN Ariandi Putra menyebut, korban cyberbullying bisa menghubungi Telepon Pelayanan Sosial Anak (TePSA).
Baca Juga
“Agar bullying berhenti, kuncinya ialah perlu diidentifikasi dan dilaporkan lebih lanjut. Hal ini juga dapat menunjukkan kepada pelaku bully bahwa tindakan mereka tidak dapat diterima,” ujar Ariandi dalam keterangannya, Selasa (6/12/2022).
Advertisement
Menurut Ariandi, perkembangan zaman tekhnologi bagai dua sisi koin. Menurut dia tak hanya menimbulkan manfaat dan hal-hal positif, namun juga menimbulkan berbagai hal negatif, salah satunya yakni cyberbullying.
Cyberbullying atau perundungan dunia maya adalah perundungan dengan menggunakan teknologi digital. Hal ini dapat terjadi di media sosial, platform chatting, platform game, dan telepon seluler.
Cyberbullying merupakan perilaku berulang yang ditujukan untuk menakuti, membuat marah, atau mempermalukan mereka yang menjadi sasaran. Tidak sedikit pula yang menjadi korban dari kasus ini. Atas dasar itu BSSN mendukung korban berani melaporkannya.
“Ini sangat meresahkan pastinya. Cyberbullying terjadi karena kemudahan menyampaikan pendapat di media sosial, baik disengaja maupun tidak,” kata dia.
Kurangnya Literasi
Ariandi menuturkan, banyak kasus cyberbullying terjadi karena kurangnya pemahaman mengenai literasi keamanan siber. Pasalnya, banyak pelaku perundungan yang merasa anonim atau identitasnya tidak diketahui saat melakukan perundungan.
“Padahal cyberbullying meninggalkan jejak digital atau catatan yang dapat digunakan sebagai bukti ketika untuk menghentikan perilaku salah ini,” tuturnya,
Ariandi menyebut beberapa kasus cyberbullying di antaranya adalah menyebarkan kebohongan tentang seseorang atau memposting foto memalukan tentang seseorang di media sosial.
Kedua mengirim pesan atau ancaman yang menyakitkan melalui platform chatting, menuliskan kata-kata menyakitkan pada kolom komentar media sosial, atau memposting sesuatu yang memalukan atau menyakitkan
Ketiga meniru atau mengatasnamakan seseorang, misalnya dengan akun palsu atau masuk melalui akun seseorang dan mengirim pesan jahat kepada orang lain atas nama mereka.
Advertisement
Jangan Ragu Konsultasi
Ariandi pun mengimbau para korban cyberbullying untuk mencari bantuan dari seseorang yang dipercaya seperti orang tua, anggota keluarga terdekat, atau orang dewasa terpercaya lainnya.
“Jangan ragu untuk berkonsultasi, jangan takut untuk menghentikan pelaku cyberbullying,” tuturnya.