Liputan6.com, Jakarta: Perubahan tata nilai adalah potret yang menjadi catatan tersendiri dalam kehidupan manusia. Satu di antaranya, sebuah revolusi kebudayaan yang terjadi di Negeri Tirai Bambu. Momentum itulah yang dijadikan tema besar dalam pameran lukisan bertajuk "From China With Art" karya seniman Cina. Sebanyak 65 lukisan digelar di Galeri Nasional Indonesia Jakarta mulai pekan ini hingga 27 Maret mendatang.
Sebagian besar karya-karya tersebut bertutur soal kehidupan rakyat Cina pada saat revolusi kebudayaan. Seluruh potret yang diabadikan di atas kanvas itu adalah karya pelukis-pelukis utama Cina masa kini. Sejak sekitar sepuluh tahun terakhir, karya-karya mereka mulai tersebar di puluhan museum di dunia. Sebagian besar lukisan terilhami kehidupan rakyat Cina, dan beberapa di antaranya menggambarkan kehidupan para pelukis itu sendiri. "Ini masa kecil saya dengan latar belakang kebudayaan dan revolusi," kata Tang Zhigang, seorang peserta pameran.
"The Great Proletarian Cultural Revolution" alias revolusi kebudayaan Cina, yang pada masa Mao Zedong diteriakkan dengan penuh semangat, terjadi sejak 1966. Gerakan antikapitalisme adalah hiruk-pikuk yang terus menggema hingga sekitar 1975-an. Kala itu, Tentara Merah dilaporkan acap menyerang para dosen, dokter, seniman, novelis, dan sederet masyarakat yang dianggap tak mewakili kaum proletar. Menjelang penghujung periode revolusi tersebut, kekejaman sudah mulai jarang terjadi. Bagi sebagian warga negara, masa revolusi kebudayaan Cina adalah "Dasawarsa Penuh Bencana".
Menurut penyelenggara, pameran kali ini bertujuan untuk memperkenalkan hasil karya para pelukis Cina daratan masa kini kepada masyarakat Indonesia. Namun bagi sejumlah kolektor, karya lukisan tersebut sama sekali tidak asing lagi. Sebab sekitar 60 persen dari lukisan yang dipamerkan sudah dimiliki beberapa kolektor Tanah Air.
Pameran dengan karya dari negeri yang sama pernah digelar sebelumnya di Surabaya, Jawa Timur. Saat itu puluhan pelukis Cina memamerkan gambar tradisional negaranya dengan menonjolkan nuansa religi [baca: Indonesia-Cina Mempererat Persahabatan Lewat Lukisan]. Acara tersebut dibuat dalam rangka mempererat persahabatan antarkedua negara.(BMI/Miko Toro dan Dwi Guntoro)
Sebagian besar karya-karya tersebut bertutur soal kehidupan rakyat Cina pada saat revolusi kebudayaan. Seluruh potret yang diabadikan di atas kanvas itu adalah karya pelukis-pelukis utama Cina masa kini. Sejak sekitar sepuluh tahun terakhir, karya-karya mereka mulai tersebar di puluhan museum di dunia. Sebagian besar lukisan terilhami kehidupan rakyat Cina, dan beberapa di antaranya menggambarkan kehidupan para pelukis itu sendiri. "Ini masa kecil saya dengan latar belakang kebudayaan dan revolusi," kata Tang Zhigang, seorang peserta pameran.
"The Great Proletarian Cultural Revolution" alias revolusi kebudayaan Cina, yang pada masa Mao Zedong diteriakkan dengan penuh semangat, terjadi sejak 1966. Gerakan antikapitalisme adalah hiruk-pikuk yang terus menggema hingga sekitar 1975-an. Kala itu, Tentara Merah dilaporkan acap menyerang para dosen, dokter, seniman, novelis, dan sederet masyarakat yang dianggap tak mewakili kaum proletar. Menjelang penghujung periode revolusi tersebut, kekejaman sudah mulai jarang terjadi. Bagi sebagian warga negara, masa revolusi kebudayaan Cina adalah "Dasawarsa Penuh Bencana".
Menurut penyelenggara, pameran kali ini bertujuan untuk memperkenalkan hasil karya para pelukis Cina daratan masa kini kepada masyarakat Indonesia. Namun bagi sejumlah kolektor, karya lukisan tersebut sama sekali tidak asing lagi. Sebab sekitar 60 persen dari lukisan yang dipamerkan sudah dimiliki beberapa kolektor Tanah Air.
Pameran dengan karya dari negeri yang sama pernah digelar sebelumnya di Surabaya, Jawa Timur. Saat itu puluhan pelukis Cina memamerkan gambar tradisional negaranya dengan menonjolkan nuansa religi [baca: Indonesia-Cina Mempererat Persahabatan Lewat Lukisan]. Acara tersebut dibuat dalam rangka mempererat persahabatan antarkedua negara.(BMI/Miko Toro dan Dwi Guntoro)