Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) belum menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari pihak kepolisian atas kasus tambang ilegal di Kalimantan Timur yang melibatkan Ismail Bolong.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum) Ketut Sumedana mengatakan, Polri memiliki waktu tiga hari untuk mengirimkan surat tersebut usai adanya penetapan tersangka.
Baca Juga
"Sejauh ini saya baru menerima informasi dari media, saya cek dulu apakah sudah ada SPDP-nya atau belum, biasanya dalam waktu 3 hari penyidik itu wajib menyerahkannya ke penuntut umum," kata Ketut saat ditemui di Kantor Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (8/12/2022).
Advertisement
Ketut menjelaskan, pihaknya akan menyerahkan penanganan kasus terkait kepada pihak kepolisian. Pengiriman SPDP disebut hanya bentuk administratif penanganan sebuah perkara dugaan pidana.
"Kalau SPDP hanya baru secara administratif ketika sudah ada berita acara atau berkas pertama baru kita melakukan komunikasi intensif, karena kita baru mempelajari setelah berkas pertama," jelas Ketut.
Penyidik Bareskrim Polri telah menetapkan mantan anggota Polres Samarinda, Ismail Bolong (IB) sebagai tersangka kasus tambang ilegal di Kalimantan Timur (Kaltim). Status hukum tersebut langsung disusul dengan langkah penahanan. Hal itu disampaikan langsung oleh Kuasa Hukum Ismail Bolong, Johanes Tobing kepada awak media.
"Ya jujur saya harus sampaikan Pak IB udah resmi jadi tersangka, dan secara ini juga saya sampaikan Pak IB juga udah resmi ditahan juga," tutur Johanes Tobing di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu 7 Desember 2022.
Menurut Johanes, kliennya menjalani pemeriksaan di Bareskrim Polri pada Selasa, 6 Desember 2022 mulai pukul 10.00 WIB dan berakhir Rabu dini hari yakni pukul 01.45 WIB.
Ismail Bolong dipersangkakan Pasal 158, Pasal 159, dan Pasal 161 yaitu terkait tambang ilegal hingga perizinan perindustrian. Johanes menyatakan dan mengklarifikasi bahwa pemeriksaan Ismail Bolong tidak ada kaitannya dengan pemberian suap kepada para perwira tinggi (Pati) Polri.
Â
Ini Peran Ismail Bolong
Penyidik Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dit Tipidter) Bareskrim Polri telah menetapkan Aiptu (Purn) Ismail Bolong sebagai tersangka kasus dugaan tambang ilegal di Kalimantan Timur (Kaltim). Penetapan tersangka ini dilakukan setelah menjalani pemeriksaan pada Selasa 6 Desember 2022.
Selain Ismail Bolong, ada dua tersangka lain dalam kasus dugaan tambang ilegal ini yakni berinisial BP dan RP.
Kabagpenum Div Humas Polri Kombes Nurul Azizah mengatakan, dalam kasus ini ketiganya mempunyai peran masing-masing. Untuk BP berperan sebagai penambang batu bara tanpa izin atau ilegal.
"RP sebagai kuasa Direktur PT EMP, berperan mengatur operasional batu bara dari mulai kegiatan penambangan, pengangkutan dan penguatan dalam rangka dijual dengan atas nama PT EMP," kata Nurul kepada wartawan, Kamis (8/12/2022).
Kemudian, untuk Ismail Bolong sendiri berperan mengatur rangkaian kegiatan penambangan ilegal pada lingkungan PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara) perusahaan lain dan menjabat sebagai Komisaris PT EMP yang tidak memiliki izin usaha penambangan untuk melakukan kegiatan penambangan.
"Adapun pasal yang disangkakan yaitu Pasal 158 dan Pasal 161 UU Nomor 3 tahun 2020, tentang pertambangan mineral dan batu bara dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar serta Pasal 55 ayat 1 KUHP," ujar Nurul.
Â
Â
Advertisement
Bareskrim Polri Masih Lengkapi Berkas Perkara Ismail Bolong
Penyidik Bareskrim Polri masih melengkapi berkas perkara kasus dugaan tambang ilegal di Kalimantan Timur (Kaltim). Dalam kasus ini, tiga orang sudah ditetapkan sebagai tersangka yakni Aiptu (Purn) Ismail Bolong, BP dan RP.
"Sampai dengan saat ini penyidik masih melengkapi berkas perkara untuk kepentingan penuntutan dan peradilan," kata Kabagpenum Div Humas Polri Kombes Nurul Azizah kepada wartawan, Kamis (8/12/2022).
Azizah mengatakan, pihaknya telah menyita sejumlah barang bukti kasus tambang ilegal di Kaltim Di antaranya, 36 damtruck, tiga unit handphone berikut SIM card, dan tiga buku tabungan.
"Kemudian tumpukan batu bara hasil penambangan ilegal di terminal khusus dan di lokasi TKP 2b PT sb serta 2 buah ekskavator dan 2 bundle rekening koran," sambungnya.