Sukses

Istana: KUHP Baru Menyempurnakan Tata Regulasi Hukum

Jaleswari mengatakan, KSP terlibat dalam upaya kolektif pemerintah untuk mendorong pengesahan RKUHP dan mengawal aspek pemberlakuannya.

Liputan6.com, Jakarta - Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) paska revisi dianggap sebagai harapan baru bagi sistem hukum nasional yang harmonis, sinergi, komprehensif, dan dinamis. Deputi V Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Jaleswari Pramowardhani menyebut pengesahan RKUHP merupakan langkah nyata reformasi hukum pidana di Tanah Air

"Karena akan menyempurkan tata regulasi hukum di Indonesia yang dicapai melalui konsolidasi hukum pidana melaui undang-undang sektoral dan mencegah disparitas pidana antara satu ketentuan dengan ketentuan lainnya," kata Jaleswari, Kamis (8/12/2022).

Jaleswari mengatakan, KSP terlibat dalam upaya kolektif pemerintah untuk mendorong pengesahan RKUHP dan mengawal aspek pemberlakuannya. Tiga tahun ini, tim tenaga ahli dan pemerintah telah menyosialisasikan kepada masyarakat dan memberikan pelatihan bagi aparat penegak hukum untuk memberikan pemahaman terkait makna, esensi, dan filosofi dari RKUHP.

KUHP baru menggusur KUHP warisan kolonial Belanda (Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch Indie) akan mengalami masa transisi tiga tahun dan berlaku efektif mulai 2025. Proses RKUHP sudah diinisiasi sejak 1958 dan sudah dibahas di DPR sejak 1963.

Produk hukum yang telah berlaku sejak zaman Pemerintah Hindia Belanda di 1918, menjadi perlu diperbarui untuk memenuhi tuntutan perkembangan zaman dan kebutuhan nasional akan hukum yang berkeadilan korektif, berkeadilan restoratif, dan berkeadilan rehabilitatif.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengapresiasi pengesahan RKUHP menjadi KUHP. Wakil Sekjen Bidang Hukum dan HAM MUI Ikhsan Abdullah menilai KUHP baru sudah mengakomodasi aspirasi umat, meski tidak seluruhnya.

Sebagai contoh, pasal yang menegaskan zina dan kumpul kebo, perbuatan cabul yang dilakukan dengan lawan jenis dan sesama jenis dipidana.

Dalam dialog publik beberapa waktu lalu, pakar hukum dari Universitas Semarang Benny Riyanto menilai KUHP yang baru meninggalkan produk Kolonial Belanda, kemudian membawa hukum pidana di Indonesia menuju hukum yang lebih modern serta mencerminkan nilai asli bangsa. KUHP lama sudah tidak mampu mengikuti perkembangan zaman.

"Pengesahan RUU KUHP ini akan sangat penting sebagai legacy atau warisan untuk bangsa. Ini penting," ujar Benny, Rabu (5/10/2022).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tidak Menghambat Pariwisata Nasional

Plt Direktur Jenderal Peraturan Perundang Undangan (Dirjen PP) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Dhahana Putra meluruskan kekhawatiran Duta Besar Amerika untuk Indonesia, Sung Kim. Sung Kim mengatakan pasal-pasal mengenai ranah privat atau moralitas dalam Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang disahkan DPR berpotensi membuat investor asing lari.

Tidak benar jika dikatakan bahwa pasal-pasal dalam RKUHP terkait ranah privat atau moralitas yang disahkan oleh DPR berpotensi membuat investor dan wisatawan asing lari dari Indonesia,” ujar Dhahana dalam keterangannya, Rabu (7/12/2022).

Sung Kim menyampaikan kekhawatiran tersebut dalam acara US-Indonesia Investment Summit di Mandarin Oriental Jakarta, pada Selasa 6 Desember 2022. Menurut Kim, pasal-pasal terkait moralitas akan berpengaruh besar terhadap banyak perusahaan dalam menentukan apakah akan berinvestasi di Indonesia atau tidak.

Sebagaimana diketahui, pasal 412 dan 413 UU KUHP yang baru disahkan mengancam pidana bagi setiap orang yang melakukan kohabitasi (hidup bersama tanpa pernikahan) dan perzinaan. Tetapi ancaman itu baru bisa berlaku apabila ada pihak yang mengadukan atau dengan kata lain delik aduan.

Adapun mereka yang berhak mengadukan adalah suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan. Atau orang tua maupun anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.

Kekhawatiran Kim ditepis Dhahana. Menurut Dhahana, pengaturan tindak pidana perzinaan dan kohabitasi dimaksudkan untuk menghormati lembaga perkawinan sebagaimana dimaksud UU Nomor 1 Tahun 1974.

"Sekaligus juga tetap melindungi ruang privat masyarakat, sebagaimana ketentuan Pasal 284 KUHP tentang Perzinaan yang masih sah dan berlaku hingga saat ini," kata dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.