Sukses

KPK Diminta Tak Abaikan UU MA Terkait Penahanan Hakim Agung Tersangka Suap

KPK telah menahan dua hakim agung yang terjerat kasus dugaan suap penanganan perkara di MA. Terbaru, hakim agung yang ditahan KPK yakni Gazalba Saleh.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai mengabaikan Undang-Undang Mahkamah Agung (MA) terkait langkah penahanan terhadap Hakim Agung Gazalba Saleh, tersangka kasus dugaan suap penanganan perkara di lingkungan MA.

Direktur KPK Watch Indonesia, Muhammad Yusuf Sahide menjelaskan bahwa sesuai dengan ketentuan UU MA, khususnya Pasal 17 ayat 1, terdapat ketentuan yang mengharuskan aparat penegak hukum mendapatkan izin terlebih dahulu dari Jaksa Agung, serta persetujuan Presiden apabila akan menahan Hakim Agung.

"Bahwa secara yuridis, Pasal 17 ayat 1 UU MA merupakan norma hukum yang mesti ditaati oleh KPK, mengingat ketentuan Pasal 17 dimaksud sampai dengan hari ini masih berlaku sebagai norma hukum yang mengikat aparat Penegak Hukum dalam melaksanakan upaya atau tindakan penangkapan atau penahanan terhadap Hakim Agung," tutur Yusuf kepada wartawan, Jumat (9/12/2022).

"Sehingga ini memberi kesan bahwa dalam konteks penegakan hukum, KPK lebih mengedepankan arogansi institusi dengan cara-cara melanggar hukum," sambungnya.

Yusuf menegaskan, dirinya tidak bermaksud untuk membela tersangka Hakim Agung Gazalba Saleh. Namun secara filosofis, Pasal 17 ayat 1 UU MA tersebut bertujuan untuk melidungi citra insitusi MA yang merupakan lembaga independen dan mandiri.

"Bahwa benar tindakan oknum internal Mahkamah Agung telah mencoreng institusi, tetapi bukan berarti kemudian memberi ruang KPK untuk tidak mengindahkan atau menerobos ketentuan Pasal 17 UU Mahkamah Agung," ujarnya.

 

2 dari 3 halaman

Hormati Upaya Praperadilan

Menurut Yusuf, Pimpinan KPK keliru menafsirkan dan memahami Pasal 46 UU KPK, yang disebut bisa menembus tembok dan prosedur administrasi.

"Ini namanya pukul rata, karena yang dimaksud dengan Pasal 46 UU KPK adalah prosedur pemeriksaan bukan prosedur penahanan," katanya.

Lebih lanjut, KPK diharapkan dapat menghargai upaya praperadilan yang dilakukan tersangka Hakim Agung Gazalba Saleh. Sebab, hal itu merupakan upaya yang menguji proses penetapan tersangka, baik formil maupun materil.

"Karenanya kami mengimbau agar KPK tidak tergesa-tergesa melakukan upaya penahanan, apalagi proses pemeriksaan masih panjang untuk masuk ke tahap P21 dan persidangan pokok perkara," terangnya.

"Jika UU tersebut dilanggar apalagi UU MA merupakan lex spesialis, dan menurut hemat kami hal ini sangat berbahaya karena dapat menimbulkan dis integritas kelembagaan," Yusuf menandaskan.

 

3 dari 3 halaman

KPK Tahan Hakim Agung Gazalba Saleh

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Hakim Agung Gazalba Saleh dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA). Dia ditahan usai diperiksa sebagai tersangka pada hari ini, Kamis (8/12/2022).

"Untuk kepentingan penyidikan, tersangka GS (Gazalba Saleh) dilakukan penahan selama 20 hari pertama dimulai tanggal 8 Desember sampai 27 Desember 2022 di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur," ujar Wakil Ketua KPK Johanis Tanak dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.

KPK menetapkan Hakim Agung Gazalba Saleh sebagai tersangka kasus dugaan suap dalam penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA). Dia diduga dijanjikan uang SGD 202 ribu.

Kasus ini berawal ketika adanya perselisihan di internal Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana pada awal 2022. Permasalahan itu berakhir dengan laporan pidana dan perdata yang berlanjut hingga proses persidangan di Pengadilan Negeri Semarang.

Setelah itu, Debitur KSP Intidana Heryanto Tanaka meminta Pengacara Yosep Parera dan Eko Suparno untuk mengurus dua perkara itu. Dalam kasus ini, Heryanto melaporkan Pengurus KSP Intidana Budiman Gandi Suparman atas tudingan pemalsuan akta dan putusan di tingkat pertama pada PN Semarang dengan Terdakwa Budiman Gandi Suparman dinyatakan bebas.

Putusan bebas itu membuat jaksa mengajukan kasasi ke MA. Heryanto juga meminta Yosep dan Eko mengawal kasasi tersebut. Yosep dan Eko meminta bantuan pegawai negeri sipil (PNS) di MA Desy Yustria untuk mengondisikan putusan kasasi. Desy dijanjikan uang SGD 202 ribu yang setara dengan Rp 2,2 miliar.

Setelah mendengar janji itu, Desy langsung menghubungi staf Kepaniteraan MA Nurmanto Akmal. Nurmanto kemudian meminta bantuan staf Hakim Agung Gazalba Saleh, Redhy Novarisza dan Hakim Yustisial Prasetio Nugroho.

Adapun salah satu anggota majelis hakim yang ditunjuk untuk memutus perkara terdakwa Budiman Gandi Suparman saat itu adalah Gazalba Saleh. Kongkalikong ini membuat kubu jaksa memenangkan kasasi. Sehingga, Budiman dinyakatan bersalah dan dihukum penjara selama lima tahun.

Karena sudah menang, Yosep dan Eko menyerahkan uang tersebut secara tunai ke Desy.

Total ada 13 tersangka yang dijerat KPK dalam kasus ini. Mereka yakni Hakim Agung Gazalba Saleh, Hakim Yustisial Prasetio Nugroho, dan staf Gazalba Redhy Novarisza.

Sementara 10 lainnya sudah lebih dahulu dijerat yakni Hakim Agung Sudrajat Dimyati, Hakim Yudisial atau panitera pengganti Elly Tri Pangestu (ETP), dua aparatur sipil negara (ASN) pada Kepeniteraan MA Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH), serta dua ASN di MA Nurmanto Akmal (NA) dan Albasri (AB).

Kemudian, pengacara Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES) serta Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana Heryanto Tanaka (HT) dan Debitur Koperasi Simpan Pinjam Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS).