Liputan6.com, Jakarta - Kasus penemuan jasad sekeluarga di dalam rumah di Kalideres, Jakarta Barat yang sempat menghebohkan publik beberapa waktu lalu akhirnya menemukan titik terang. Kepolisian pun menghentikan penyelidikan kasus ini.
Kepolisian memastikan tidak ada unsur pidana kematian sekeluarga terdiri dari Rudyanto Gunawan (71) selaku ayah, sang istri Renny Margaretha (68), anak bernama Dian (42), dan Budyanto Gunawan (69) yang merupakan adik Rudyanto.
"Oleh karenanya rekan-rekan sekalian hasil penyelidikan kami tidak ada peristiwa pidana maka kasus ini ke depan akan kami hentikan penyelidikannya," kata Dirreskrimum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi di Mapolda Metro Jaya, Jumat (9/12/2022) dalam konferensi pers.
Advertisement
Hengki juga mengatakan, hasil penyelidikan berbasis scientific crime investigation tersebut menemukan bahwa kematian satu keluarga di Kalideres itu wajar dalam kondisi tak wajar.
"Jadi merupakan fenomena cukup unik. Bagi kami pengalaman yang sangat berarti dan sangat jarang ditemukan kasus seperti ini. Oleh karenanya ke depan kita akan bekerja sama dengan kampus menyelidiki fenomena ini," kata Hengki.
Dokter Forensik dari RS Bhayangkara Tingkat I Raden Said Soekanto, Kramat Jati, Jakarta Timur, Asri Megaratri Pralebda mengatakan, korban pertama yang meninggal adalah Rudyanto Gunawan (71).
"Urutan kematian empat jenazah ini adalah yang paling awal adalah Bapak Rudyanto. Kemudian dilanjutkan dengan Ibu Renny (68). Yang kemudian Bapak Budyanto Gunawan dan yang terakhir adalah Mbak Dian," ujar Asri saat konferensi pers.
Asri mengatakan, penyebab kematian Rudyanto adalah penyakit saluran pencernaan dan Renny adalah kelainan pada payudara.
"Sedangkan sebab kematian yang pasti dari Budyanto adalah serangan jantung yang baru atau akut. Untuk sebab kematian dari Ibu Dian merupakan gangguan pernapasan yang disertai dengan penyakit pernapasan yang kronis," tambah Asri.
Lebih lanjut, Asri memastikan tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan maupun luka-luka pada keempat jenazah di kasus Kalideres ini.
"Pada keempat jenazah secara yakin kami tidak menemukan tanda-tanda kekerasan maupun luka-luka pada keempatnya," kata Asri.
Â
Pastikan Bukan Akibat Kelaparan
Kemudian, dari analisa feses, ditemukan karbohidrat dan serat pada Budyanto dan Dian.
"Ditemukannya karbohidrat dan serat pada analisa feses Bapak Budyanto dan Mbak Dian itu sudah menyingkirkan asumsi bahwa mereka berdua meninggal karena kelaparan," kata Asri.
Lebih lanjut, dari hasil temuan laboratorium forensik, Kabid Puslabfor Kombes Wahyu Marsudi mengungkapkan, ada lima poin kesimpulan dari penyelidikan yang dilakukan.
Pertama, tidak ditemukan adanya kerusakan di akses-akses masuk dan keluar rumah lokasi kejadian. Kedua, tidak ditemukan percikan-percikan darah di rumah tersebut.
"Hasil olah tempat kejadian perkara, tidak ditemukan adanya kerusakan pada akses keluar masuk di rumah tersebut. Artinya tidak ada yang masuk dan keluar dari dalam rumah tersebut," kata Wahyu.
Selain itu, tim forensik juga tidak menemukan ada DNA lain selain keempat korban yang terdiri dari ayah, ibu, paman dan anaknya pada rumah itu.
Pemeriksaan forensik juga dilakukan dengan mengecek organ tubuh para korban. Dipastikan pula, tidak ada bahan bahan beracun atau berbahaya pada tubuh keempatnya.
"Hasil Pemeriksaan Lab pada seluruh organ korban tidak ditemukan adanya pestisida, arsen, sianida, dan obat-obatan bahaya lainnya," jelas Wahyu.
Meskipun memang, pada tubuh korban Renny Margaretha memang ditemukan bekas kandungan obat kanker payudara yang dia konsumsi. Identik dengan cairan yang ditemukan di lokasi.
"Kami menemukan di organ Margaretha, ditemukan tamoxifen. Obat kanker payudara. Ini kebetulan di TKP ditemukan cairan bening yang kami periksa ternyata juga terdeteksi mengandung tamoxifen, jadi klop," ungkap Wahyu.
Â
Advertisement
Tak Ada Kaitan dengan Sekte Apokaliptik
Di lain sisi, kabar satu keluarga ini mengikuti ritual tertentu sempat menguak. Namun, kepolisian memastikan tidak adanya pengaruh sekte tertentu.
"Kesimpulan saya mereka bukan penganut sekte apokaliptik. Mereka orang normal yang bisa meninggal karena penyakit dan lain-lain," kata Sosiologi Agama, Jamhari.
Jamhari mengatakan, keluarga ini sangat tertutup dan mengisolasi diri di rumah. Temuan tersebut diperkuat dari pemeriksaan saksi anggota keluarga lain yang masih hidup dan para tetangga. Ditambah situasi pandemi Covid-19 membuat orang mengisolasi diri di dalam rumah.
Terkait temuan beberapa buku keagamaan, terdapat buku-buku agama Kristen, Islam, dan Buddha. Menurut Jamhari, buku-buku tersebut tidak ada yang aneh karena dapat ditemukan dan dibeli secara bebas.
"Jadi saya kira ini bukan menunjukkan bahwa mereka sedang mengkaji suatu pemahaman atau sekte tertentu atau keagamaan tertentu," ujar dia.
Temuan lainnya terkait benda klenik seperti mantera dan selembar kertas tertulis ayat-ayat alquran disertai minuman jeruk nipis. Dugaan Jamhari, benda-benda tersebut ramuan obat disertai doa yang dipercaya keluarga tersebut menyembuhkan penyakit.
Jamhari mengatakan, benda klenik yang bertuliskan huruf-huruf Arab itu salah satunya berisi satu ayat alquran dari surat Yusuf. Isi dalam surat tersebut biasa dipercaya seseorang untuk mempelancar jodoh dan mencari kesejahteraan maupun kekuatan batin dalam mengarungi hidup.
"Ini mungkin sesuai dengan apa yang disampaikan temuan psikologi tadi bahwa ada dari keluarga tersebut terutama bapak Rudy Gunawan yang mempunyai kecenderungan klenik dan perdukunan sejak mahasiswa," ujar dia.
Jamhari juga mengatakan, ritual-ritual yang ditemukan bukan lah sesuatu yang aneh. Sebab, menurut Jamhari, masyarakat pada umumnya kerap melakukan ritual seperti keluarga tersebut.
"Saya kira dari bacaan-bacaan yang saya lihat dari temuan barang bukti yang ada saya berpendapat bahwa mereka adalah orang-orang wajar, orang-orang normal ya mungkin saja mereka melakukan ritual keagamaan untuk mendapat kesembuhan karena mereka sedang sakit atau membantu masalah yang sedang dihadapi misalnya mencari jodoh atau yang lain jadi saya kira ini ritual biasa yang bisa dilakukan orang-orang yang lain," tandasnya.
Â
Dinilai Meninggal Secara Wajar
Dilihat dari sudut pandang psikologi, Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia memastikan, satu keluarga ini meninggal dengan cara yang wajar.
"Jadi keempatnya mati dengan cara yang wajar. Bukan dengan cara kematian-kematian yang lain. Sekaligus menepis dugaan perilaku atau paham apokaliptik, atau sekte," kata Ketua Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia (APSIFOR), Reni Kusumowardhani, dalam jumpa pers di Polda Metro Jaya, Jumat (9/12).
Reni mengatakan, pihaknya melakukan pemeriksaan yang disebut autopsi psikologi guna melihat rating lethality atau penyebab kematian dari para korban.
"Proses yang kami lakukan dengan mengidentifikasi 15 area psikologi. Antara lain mulai dari usia, pernikahan, agama untuk memastikan pemilik KTP orang yang sama dengan di lokasi kejadian, dan beberapa area perilaku yang kemudian menyimpulkan jadi rating lethality," jelasnya.
Meski mereka memiliki cara mengakhiri hidup yang sama, tetapi dari pemeriksaan yang dilakukan, ditemukan ada situasi psikologis yang teridentifikasi berbeda dari para korban.
"Kami menariknya dari pola-pola identifikasi psikologi serta kepribadian mereka yang meninggal dunia. Kenapa harus kepribadian? Karena ada perilaku kepribadian seseorang dipengaruhi karakteristik kepribadian. Ini berkembang sejak masa kelahiran hingga dia dewasa, makanya kami telusuri dengan mundur ke belakang dalam kehidupan mereka sekaligus kerentanan psikososial masing-masing," beber Reni.
Salah satu proses identifikasi psikologi yang dilakukan dengan menggali informasi dari informan yang dipastikan mengenal empat orang tersebut.
Pada sosok Rudiyanto, dikenal sebagai sosok dengan kepribadian yang baik. Itu sebabnya, proses kematiannya disebut wajar. Bisa karena usia atau kemungkinan sakit.
"Atau karena penyakit, karena ada temuan kepasrahan pada keadaan yang terjadi hingga tidak mencari bantuan memilih mengikuti apa yang dilakukan keluarganya tapi tampaknya tak berhasil," katanya.
Â
Advertisement
Alasan Jenazah Pertama Tak Dimakamkan
Perihal asalan Rudyanto tidak makamkan ketika meninggal, karena situasi keuangan menipis. Dugaan itu dikuatkan dari angka pada buku tabungan yang ditemukan di rumah itu termasuk catatan uang keluar dan masuk.
Ditambah lagi, keluarga Rudyanto sejak 20 tahunan memilih jaga jarak dengan kerabatnya yang lain. Sehingga komunikasinya dengan keluarga terputus.
"Hal itu membuat mereka enggan meminta pertolongan atau dukungan. Hal seperti itulah diduga membuat Bapak Rudy tidak dimakamkan," jelasnya.
Sedangkan pada sosok Renny Margaretha, memiliki ciri kepribadian yang unggul, baik, ingin dinilai kuat, lebih dari yang lain, motivasi tinggi, dominan dan tidak mau terlihat lemah.
"Sehingga tidak terlihat ada kemungkinan bunuh diri, rating lethality akhirnya putuskan cara kematian wajar, tidak ditemukan indikator kematian disebabkan hal lainnya," katanya.
Dalam situasi kematian Reni, sambungnya, keunikan ditemukan saat korban Dian yang merupakan anak Reni, membangun keyakinan ibunya masih hidup. Bahkan terhadap jenazah diperlakukannya sangat baik. Terlihat dari alas jasadnya yang sangat bersih, posisinya juga dibuat seperti berbaring orang tidur, sangat terawat.
"Tapi lagi-lagi kerena alasan keuangan menipis untuk yang tersisa yakni Budiyanto dan Dian masih hidup, sulit bagi keduanya meminta bantuan keluarga, akhirnya Ibu Reni juga tidak dimakamkan," jelasnya.
Kemudian sosok Budi Gunawan dicirikan sebagai sosok yang unik, sering merasa iri hati, keras kepala, bertingkah laku dan pemikiran tak lazim. Budiyanto juga suka hal-hal klenik dan perdukunan. Bahkan memiliki guru spiritual.
"Sudah dilakukan sejak SMA, namun sangat berperan bantu rumah tangga berempat," jelasnya.
Lewat perdukunan yang dilakukan, Budiyanto berharap bisa sembuh dan memperbaiki kehidupannya. Sayangnya harapan itu tak kunjung datang, malah berujung pasrah bahkan berujung menjual aset.
"Hingga kemudian, psikologisnya jadi tidak berdaya, keadaan tidak berdaya ini dapat picu stres dan memperburuk kondisi fisik dan kesehatannya. Sehingga rating kematiannya dengan cara wajar karena usia atau sakit," jelasnya.
Terakhir korban Dian, memiliki karakteristik yang suka menekan dan merefresh emosi negatif yang muncul. Dian tipikal orang yang sulit mengambil keputusan dan sangat bergantung pada ibunya.
"Bukan tipikal orang yang mengambil keputusan cepat, dipengaruhi pola asuh, ketergantungan pada orang sekitarnya, hingga dia kurang mampu cari solusi dalam situasi ketidakberdayaan. Tiga lainnya meninggal dia tak berdaya," jelas Reni.
Meski demikian, Dian tampak masih memiliki semangat ingin hidup. Hal itu diketahui dari bagaimana Dian masih coba membeli makanan dan membersihkan rumahnya. Meskipun menurut penjelasan keluarga, Dian memiliki masalah fisik dan psikologi hingga bisa hidup satu rumah dengan jenazah.
"Situasi ini melampaui kemampuan Bu Dian merespons secara adaptif, tidak punya sumber daya yang memadai baik dari dalam diri maupun lingkungan luar. Tapi dipastikan kematiannya bukan karena ingin bunuh diri, atau karena pihak lain, tapi karena kematian wajar," tutup Reni.
Â
Reporter: Lydia Fransisca
Merdeka.com