Sukses

Sidang Bos KSP Indosurya, Ahli Sebut Proses Homologasi Harus Didahulukan daripada Pidana

Ahli Kepailitan Universitas Airlangga Surabaya, Prof Hadi Subhanm mengatakan jika sudah ada putusan dari Pengadilan Niaga, maka proses penyitaan dan pidana suatu perkara harusnya ditangguhkan.

Liputan6.com, Jakarta - Ahli Kepailitan Universitas Airlangga Surabaya, Prof Hadi Subhanm mengatakan jika sudah ada putusan dari Pengadilan Niaga, maka proses penyitaan dan pidana suatu perkara harusnya ditangguhkan.

Hal itu dikatakan Hadi pada saat menjadi saksi ahli dalam sidang lanjutan dengan terdakwa Bos Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya Henry Surya di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Rabu (14/12/2022).

Awalnya Penasihat Hukum Henry, Waldus Situmorang dari kantor hukum Soesilo Aribowo & Rekan, bertanya kepada Hadi jika ada debitor gagal bayar namun mempunyai itikad baik. Kemudian ada beberapa kreditor mengajukan PKPU dan tercapai Homologasi atau kesepakatan apakah bisa dipidana.

"Lalu ada pihak laporan pidana. Di sini kan ada dua hukum yang beririsan satu kepailitan dan satu pidana, mana yang harus didahulukan?," tanya Waldus kepada Saksi Ahli Hadi Subhan, Rabu (14/12/2022).

"Izin yang mulai yang didahulukan hukum kepailitan," jawab Hadi.

Hadi menyampaikan sejumlah alasan terkait hal tersebut. Pertama dari sisi normatif, kepailitan berkaitan dengan harta kekayaan dan perikatan antara debitor dan beberapa kreditor. Sementara ranah pidana tidak ada kaitan perikatan antar debitor dan kreditor.

Menurut Hadi, ada sebuah perusahaan tambang pailit di Kalimantan. Awalnya perusahaan ini masih beroperasi karena hasilnya untuk menambah harta budel pailit yang akan dibayar ke kreditor. Tapi dalam prosesnya, ijin menambang dibekukan Kementerian ESDM.

"Lalu digugat oleh kurator, karena harta pailit ini untuk para kreditor, yang akhirnya putusan PTUN Kementerian ESDM harus cabut keputusan itu," ujarnya.

"Ketiga mengesampingkan pidana, saya sebut ada koruptor Henry Djauhari, pailit hartanya disita kejaksaan, kurator meminta ke Pengadilan Niaga dan dibatalkan penyitaan," tambahnya.

Penuntut umum yang juga mempunyai kesempatan yang sama menanyakan jika dalam proses homologasi ditemukan adanya tindak pidana maka mana yang lebih utama didahulukan.

Hadi pun menjawab hal itu kembali pada perikatan yang mendahulukan kepailitan. Ia mengacu pada yurisprudensi suatu perkara di Denpasar dimana Kepailitan lebih didahulukan daripada perkara pidana.

"Seperti pajak tagih dulu, bayar dulu kalau berkaitan dengan perikatan kekayaan menurut yurisprudensi, normatif, didahulukan kepailitan, jika homologasi sudah ada maka homologasi maka itu yang didahulukan," jawabnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Komitmen Kembalikan Hak Anggota KSP

Sebelumnya, Penasihat hukum Bos Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya Henry Surya, Soesilo Aribowo menyatakan kliennya berkomitmen mengembalikan hak para anggota KSP Indosurya.

Soesilo meyakini para anggota hanya menginginkan haknya dikembalikan sesuai dengan apa yang mereka berikan kepada KSP Indosurya tanpa ada keinginan membawa kasus ini ke ranah pidana.

"Kami yakin jika anggota sebenarnya hanya menginginkan haknya kembali, bukan justru mempidanakan Pak Henry," ujar Soesilo saat dikonfirmasi, Minggu (4/12/2022).

Soesilo menyebut, pengembalian dana anggota bisa dilakukan melalui mekanisme penundaan kewajiban pembayaran utang atau PKPU. Menurut dia, KSP Indosurya sudah menjalani mekanisme tersebut.

"KSP Indosurya sudah menjalankan PKPU dan sebagian hak anggota sudah diselesaikan," terangnya.

Diketahui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menetapkan homologasi sebagai penyelesaian kesepakatan.

Putusan Homologasi/Perdamaian Nomor. 66/PDT.SUS-PKPU/2020/PN.Niaga.Jkt.Pst tertanggal 17 Juli 2020 menegaskan, secara hukum perdamaian antara KSP Indosurya Cipta dan seluruh kreditor (baik yang ikut dalam proses PKPU atau tidak) telah mengikat (Vide Pasal 286 UU Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan PKPU).

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.