Liputan6.com, Jakarta - Bareskrim Polri pada 24 Maret 2022 telah menetapkan status tersangka dalam kasus tindak pidana dugaan penipuan dan pemalsuan surat terhadap tersangka I dan P. Amsal, selaku pengacara kedua tersangka itu, lalu menguji hal tersebut melalui sidang praperadilan. Hasilnya, status tersangka kedua kliennya dinyatakan gugur dalam amar putusan hakim.
"Putusan praperadilan dengan nomor: 27/Pid.Prap/2022/PN.Jkt.Sel pada 31 Mei 2022. Putusan berbunyi penetapan tersangka yang dilakukan oleh Termohon sudah dinyatakan tidak sah, maka sejatinya laporan polisi yang dibuat oleh Pelapor SS tersebut telah dengan sendirinya batal demi hukum," kata Amsal membacakan ulang isi putusan, seperti dikutip dalam siaran pers, Kamis (15/12/2022).
Baca Juga
Namun Amsal merasa heran, mengapa gugurnya status tersangka kliennya tidak diikuti dengan penyidikan yang masih tetap dilanjutkan oleh aparat penegak hukum.
Advertisement
"Pada 9 November 2022 masih tetap saja mengirimkan Surat Panggilan kepada saksi untuk perkara yang sama yang telah digugurkan oleh sidang Praperadilan akhir Mei 2022 lalu," heran dia.
Amsal merasa, tindakan terhadap kasus yang menjerat kliennya janggal dan berbahaya sekali bagi masa depan penegakan hukum di Indonesia. Menurut dia, terjadi praktik hukum yang tak sehat dan tidak profesional.
"Klien kami dalam statusnya sebagai terlapor, dimana status tersangka klien kami telah dinyatakan tidak sah dan tidak berdasarkan hukum oleh putusan praperadilan, namun ternyata penyidik masih saja melanjutkan penyidikannya," jelas dia.
Menurut Amsal, panggilan saksi atas kasus yang menjerat kliennya berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) yang berbeda dengan yang dibatalkan oleh praperadilan. Diketahui, Sprindik lama dan Sprindik baru memiliki nomor dan tanggal yang berbeda sebagai dasar panggilan saksi pasca adanya putusan Praperadilan 31 Mei 2022.
Respons Bareskrim
Menanggapi hal itu, Wakil Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Kombes Dicky Patria, hal itu dimungkinkan sebab yang dibatalkan hanya status tersangkanya dan bukan penyidikannya.
“Karena yang dibatalkan hanya surat penetapan (status) tersangka saja, bukan menghentikan penyidikannya,” ujar Dicky, Rabu 14 Desember 2022.
Meski demikian, menurut pakar hukum pidana dari Universitas Gadjah Mada, Prof Marcus Priyo Gunarto, penyidikan seharusnya sudah tidak bisa lagi diteruskan jika putusan praperadilan sudah menetapkan bahwa status tersangka telah batal, tidak sah dan tidak berdasarkan hukum.
“Kalau kepolisian melanjutkan penyidikan perkara yang putusan praperadilannya sudah keluar dan menghasilkan status tersangka seseorang batal, maka itu bisa disebut abuse of power. Hal semacam itu bisa dilaporkan ke Wassidik atau ke Propam," jelas Prof. Marcus saat dihubungi terpisah.
Advertisement