Liputan6.com, Jakarta Puncak musim penghujan diprakirakan terjadi pada Januari 2023. Tim Variabilitas, Perubahan Iklim, dan Awal Musim (TVPIAM) Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkap potensi terjadinya cuaca ekstrem pada periode tersebut di Pulau Jawa.
Peneliti TVPIAM BRIN Erma Yulihastin mengatakan cuaca ekstrem berpotensi terjadi di Pulau Jawa bagian Timur. Sedangkan di bagian Barat, cuaca diprakirakan relatif aman meski turun hujan sporadis di beberapa lokasi. Sama halnya dengan kondisi cuaca di Ibu Kota Negara, DKI Jakarta.
Baca Juga
"Jika dilihat potensinya pada Januari 2023, kemungkinan akan terjadinya bukan di wilayah Barat Jawa. tapi di Timur. Di Jawa bagian Timur ini ada potensi besar karena sudah terbentuknya konvergensi cuaca di Laut Jawa, intrusi dari Samudera Hindia masuk ke wilayahnya Jawa Timur," ujar Erma Yulihastin saat dihubungi Liputan6.com, Bandung, Senin, 12 Januari 2022.
Advertisement
Menurut dia, potensi cuaca ekstrem berpotensi terjadi di Jawa bagian Timur memasuki pertengahan Januari 2023.
Sedangkan Jawa bagian Barat, kondisi cuacanya relatif aman karena adanya mekanisme Monsun Asia yang disertai adanya aliran udara yang kuat dari Utara.
"Ancaman seperti itu tidak ada. Tapi ancaman yang lain itu bukan dari mekanisme monsun, namun dari pembentukan badai vortex yang kemungkinan terjadi di periode 11-20 Januari 2023," ucap Erma.
Ancaman ini, BRIN memprakirakan, bahkan berpotensi meluas di hampir seluruh Pulau Jawa.
Mekanisme gangguan cuaca itu berasal dari mekanisme sirkulasi angin yang berputar di atas Pulau Jawa.
"Saya tadi katakan bahwa ada vortex di Pulau Jawa dan Vortex Borneo di Kalimantan. Jadi ada dua badai kembar vortex yang akan terbentuk. Dengan hasil dari input Oktober 2022, tapi kalau data November 2022 sudah masuk kemungkinan bisa berubah ya," jelas Erma.
Dinamis, Bisa Berubah
Erma menjelaskan, hasil riset memang dapat berubah karena cuaca bersifat dinamis. Juga dipengaruhi berbagai pra kondisi cuaca yang mendukung.
Menurut dia, pada prakiraan cuaca Desember 2022-Januari 2023. riset TVPIAM BRIN menggunakan data Kajian Awal Musim Wilayah Indonesia Jangka Madya (KAMAJAYA) pada Oktober 2022.
"Nanti jika sudah diperbaharui di-update dengan November 2022, kemungkinan akan bisa berubah. Tapi dengan input yang masih Oktober kita lihat potensinya seperti itu. Jadi tidak ada potensi ekstrem yang parah di awal periode pergantian tahun," kata Erma.
Kembali ke soal badai vortex, pada data input cuaca Oktober 2022, Badai Pakhar yang terjadi di dekat Filipina belum terekam. Bibit Badai Pakhar ini kemungkinan sudah terdeteksi pada data November 2022.
Masuknya data cuaca November 2022, Erma meyakini akan mengubah seluruh riset prediksi kondisi cuaca menjelang akhir dan awal tahun.
Advertisement
Waspada La Nina dan 2 Sirkulasi Badai
"Cuaca memang seperti itu ya. Sangat tergantung dengan input data terakhir yang digunakan," ungkap Erma.
Selain itu, hasil riset BRIN merekomendasikan pemerintah dan pemegang kebijakan lainnya diharapkan mengantisipasi potensi La Nina hingga Maret 2023. La Nina merupakan fenomena alam yang menyebabkan udara terasa lebih dingin atau curah hujan yang lebih tinggi.
Memasuki April 2023, kondisi cuaca berpotensi masuk fase netral. Harusnya, lanjut dia, pada fase netral ini adalah untuk pemulihan kondisi.
"Tapi yang harus benar-benar diantisipasi selain ancaman yang terdekatnya ada di Januari 2023 yaitu ada potensi terbentuknya dua sirkulasi badai kemungkinan memicu banyak banjir. Antisipasi ke depannya yaitu di 2024 adanya pembentukan El Nino," terang Erma.