Sukses

KPK Geledah Kantor Gubernur Jatim Khofifah dan Wagub Emil Dardak

Kantor Khofifah digeledah tim penyidik KPK berkaitan dengan kasus dugaan suap terkait pengelolaan dana hibah Pemerintah Provinsi (Pemrov) Jatim.

Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Gubernur Jawa Timur (Jatim) Khofifah Indar Parawansa, Rabu (21/12/2022).

Kantor Khofifah digeledah tim penyidik lembaga antirasuah berkaitan dengan kasus dugaan suap terkait pengelolaan dana hibah Pemerintah Provinsi (Pemrov) Jatim.

Selain kantor Khofifah, tim penyidik juga menggeledah kantor Wakil Gubernur Jatim Emil Dardak, kantor Sektretaris Daeran dan Gedung Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jatim.

"Betul, hari ini (21/12) tim penyidik KPK melakukan penggeledahan di kantor Gubernur, Wagub, Sekretariat Daerah dan Bappeda Jatim," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (21/12/2022).

Ali belum bersedia membeberkan secara rinci perihal penggeledahan tersebut. Pasalnya, menurut Ali penggeledahan masih berlangsung.

"Informasi yang kami terima, sejauh ini kegiatan masih berlangsung. Kami akan sampaikan perkembangannya nanti setelah semua kegiatan selesai," kata Ali.

Sebelumnya, KPK menyita sejumlah uang dan dokumen usai menggeledah Gedung DPRD Jawa Timur. Penggeledahan berkaitan dengan kasus dugaan suap terkait pengelolaan dana hibah Pemerintah Provinsi (Pemrov) Jatim.

Penggeledahan dilakukan pada Senin, 19 Desember 2022. Selain Gedung DPRD Jatim, tim penyidik juga menyasar kediaman pihak yang terkait dengan kasus ini.

"Ada dua lokasi yang digeledah, yaitu Gedung DPRD Jawa Timur meliputi ruang kerja Ketua DPRD, ruang kerja Wakil Ketua dan ruang kerja beberapa komisi, serta rumah kediaman dari pihak yang terkait," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannta, Selasa (20/12/2022).

Diketahui, pimpinan DPRD Jatim terdiri dari satu ketua dan empat wakil ketua. Posisi Ketua DPRD Jatim ditempati oleh Kusnadi dari PDIP, sementara empat Wakil Ketua DPRD Jatim yakni, Anik Maslachah dari PKB, Anwar Sadad fraksi Gerindra, Ahmad Iskandar dari Demokrat, dan Sahat Tua P Simanjuntak (STPS) fraksi Golkar.

"Dari lokasi tersebut ditemukan dan diamankan antara lain berbagai dokumen, barang bukti elektronik dan sejumlah uang. Analisa dan penyitaan segera dilakukan untuk melengkapi berkas perkara penyidikan Tersangka STPS dan lainnya," kata Ali.

KPK menetapkan Wakil Ketua DPRD Jawa Timur (Jatim) Sahat Tua P Simandjuntak (STPS) sebagai tersangka kasus dugaan suap dalam pengelolaan dana hibah provinsi Jatim.

Selain Sahat, KPK juga menjerat tiga tersangka lainnya, yakni Rusdi selaku Staf Ahli Sahat, Kepala Desa Jelgung Kecamatan Robatal Kabupaten Sampang sekaligus selaku Koordinator Kelompok Masyarakat (Pokmas) Abdul Hamid, dan Koordinator Lapangan Pokmas bernama Ilham Wahyudi alias Eeng.

 

 

2 dari 4 halaman

OTT

Wakil Ketua KPK Johanis Tanah menyebut, penetapan mereka sebagai tersangka sudah diawali dengan pengumpulan berbagai informasi dan bahan keterangan terkait dugaan tindak pidana yang mereka lakukan.

"KPK kemudian melakukan penyelidikan dalam upaya menemukan adanya peristiwa pidana sehingga ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup. Selanjutnya KPK meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan, berdasarkan hasil keterangan saksi dan bukti-bukti yang cukup, maka penyidik menetapkan sebanyak empat orang sebagai tersangka," ujar Johanis dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (16/12/2022) dini hari.

Mereka ditetapkan sebagai tersangka usai terjaring operasi tangkap tangan (OTT) tim penindakan KPK.

Johanis menyebut, untuk tahun anggaran 2020 dan 2021 dalam APBD Pemprov Jatim merealisasikan dana belanja hibah dengan jumlah seluruhnya sekitar Rp 7,8 triliun kepada badan, lembaga, hingga organisasi kemasyarakatan (ormas) yang ada di Pemprov Jatim.

Distribusi penyalurannya antara lain melalui Kelompok Masyarakat (Pokmas) untuk proyek infrastruktur hingga sampai tingkat pedesaan. Terkait pengusulan dana belanja hibah tersebut merupakan penyampaian aspirasi dan usulan dari para anggota DPRD Jatim, salah satunya adalah Sahat.

3 dari 4 halaman

Tawarkan Diri

Sahat menawarkan diri membantu dan memperlancar pengusulan pemberian dana hibah tersebut dengan adanya kesepakatan pemberian sejumlah uang sebagai uang muka alias ijon. Kemudian Abdul Hamid menerima tawaran tersebut.

Diduga Sahat mendapat bagian 20 persen dari nilai penyaluran dana hibah yang akan disalurkan sedangkan Abdul Hamid mendapatkan bagian 10 persen. Adapun besaran nilai dana hibah yaitu di tahun 2021 dan 2022 telah disalurkan masing-masing sebesar Rp 40 miliar.

Agar alokasi dana hibah untuk tahun 2023 dan 2024 bisa kembali diperoleh Pokmas, Abdul Hamid kemudian kembali menghubungi Sahat dan sepakat menyerahkan sejumlah uang sebagai ijon sebesar Rp 2 miliar.

Realisasi uang ijon tersebut dilakukan pada Rabu (13/12/2022) dimana Abdul Hamid melakukan penarikan tunai sebesar Rp 1 miliar dalam pecahan mata uang rupiah di salah satu Bank di Sampang dan kemudian menyerahkannya pada Eeng untuk dibawa ke Surabaya.

 

4 dari 4 halaman

Serahkan Rp 1 Miliar

Eeng pun menyerahkan uang Rp 1 miliar tersebut pada Rusdi sebagai orang kepercayaan Sahat di salah satu mal di Surabaya. Setelah uang diterima, Sahat memerintahkan Rusdi menukar uang Rp 1 miliar tersebut di salah satu money changer dalam bentuk pecahan mata uang SGD dan USD.

Rusdi kemudian menyerahkan uang tersebut pada Sahat di salah satu ruangan yang ada di gedung DPRD Provinsi Jawa Timur. Sedangkan sisa Rp 1 miliar yang dijanjikan Abdul Hamid akan diberikan pada Jumat (16/12/2022).

"Diduga dari pengurusan alokasi dana hibah untuk Pokmas, Tersangka STPS (Sahat) telah menerima uang sekitar Rp 5 miliar," kata Johanis.

Atas perbuatannya, Abdul Hamid dan Eeng sebagai penyusp disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sementara Sahat dan Rusdi sebagai penerima disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau b Jo Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.