Sukses

Pemerintah Diminta Kaji Ulang Penerima BBM Subsidi Agar Tepat Sasaran

Subsidi bahan bakar minyak (BBM) seperti pertalite dan solar dinilai belum sepenuhnya efektif. Pasalnya banyak dari kalangan masyarakat mampu masih menikmati hal tersebut.

Liputan6.com, Jakarta - Subsidi bahan bakar minyak (BBM) seperti pertalite dan solar dinilai belum sepenuhnya efektif. Pasalnya banyak dari kalangan masyarakat mampu masih menikmati hal tersebut.

Area Manager Communication, Ralation & CSR Sumbagut PT. Pertamina Patra Niaga, Susanto August Satria, mengatakan demikian dalam diskusi yang digelar Gerakan Mahasiswa Perubahan Sumatera Utara bertajuk Subsidi Tepat Sasaran dan Akselerasi Pemerataan Pembangunan, di Medan, Sumatera Utara, Jumat 23 Desember 2022.

"Pemberian subsidi BBM dapat memberikan efek positif seperti pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat, pemerataan ekonomi, dan peningkatan pertumbuhan ekonomi," ujar dia dalam keterangannya, Sabtu (24/12/2022).

Menurut dia pemberian subsidi layaknya dua mata koin. Kebijakan ini tidak hanya memiliki dampak positif tetapi juga dampak negatif, karena akan menimbulkan pelebaran defisit fisikal.

Sehingga upaya itu, kata dia, dapat mengganggu optimalisasi anggaran negara bagi belanja produktif. Pasalnya mengacu pada minyak dunia yang semakin tinggi akan berdampak signifikan pada selisih pembayaran.

“Oleh sebab itu, pemberian subsidi BBM harus dilakukan secara tepat agar tidak menimbulkan masalah, dalam hal ini pemerintah harus berusaha mencari cara agar ketepatan subsidi dapat berjalan," ungkapnya.

Berdasarkan hasil data yang dikeluarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) total keseluruhan subsidi BBM solar hanya 5% yang dinikmati oleh rumah tangga miskin, BBM jenis pertalite hanya dinikmati 20% oleh rumah tangga miskin.

Oleh sebab itu, dia mendesak pemerintah untuk segera menerbitkan kebijakan subsidi BBM agar tepat sasaran. Secara umum permintaan energi di Asia Tenggara akan tumbuh sampai dengan 60% dari 2018 sampai dengan 2040.

Menurut dia, permintaan minyak di Asia Tenggara melampaui 9 juta barel perhari pada tahun 2040. Hal itu meningkat dibandingkan permintaan saat ini sebesar 6.5 juta barel perhari.

"Kesenjangan yang semakin lebar antara kemampuan produksi dan proyeksi kebutuhan migas akan menyebabkan membengkaknya defisit perdagangan energi Asia Tenggara," kata dia.

2 dari 2 halaman

Masukan dari Akademisi dan Mahasiswa

Pada kesempatan sama, Sekretaris MES Kabupaten Deli Serdang Ahmad Muhajir mengatakan pemerintah perlu menyertakan masukan dari semua kalangan termasuk akademisi dan mahasiswa dalam pengambilan keputusan pembangunan. Pemberian subsidi BBM merupakan proses menuju arah perubahan yang lebih baik.

Menurut dia, mahasiswa sebagai agen perubahan harus berperan dalam peningkatan Kapasitas SDM. Selain itu, sinkronisasi antara pengusaha bisnis, pemerintah dan masyarakat juga amat penting dalam akselerasi pemerataan pembangunan.

"Dengan hal itu, pemerintah diharuskan untuk membangun Infrastruktur pendistribusian BBM Subsidi harus mendekat ke pemukiman nelayan, pelabuhan atau lokasi tambatan perahu nelayan kecil," tegasnya.

Kebijakan yang diharapkan inovasi dan terobosan pelayanan pendistribusian BBM bagi nelayan kecil, seperti menambah titik pelayanan SPBUN/SPDN di lokasi atau sentra nelayan.

"Juga menyediakan tangki pengisian BBM subsidi yang dapat berpindah-pindah. Membuat model baru Perta Nelayan sebagai sub penyalur resmi BBM subsidi berskala kecil, mudah perijinan, dan terjangkau modal," pungkasnya.

Sebagai closing statement, penggerak mahasiswa yang aktif melakukan perubahan di Sumatera Utara, Muhammad Tarmizi mengungkapkan mahasiswa Sumatera Utara mendukung penuh upaya pemerintah dalam menyalurkan subsidi yang tepat sasaran.

"Itu demi terwujudnya perputaran ekonomi yang stabil ditengah masyarakat," kata Tarmizi.