Sukses

Kepala BNPB: Maunya RSDC Wisma Atlet Ditutup Semua, karena Bebani Anggaran

Pemerintah akan memantau situasi covid-19 dalam tiga bulan ke depan. Nanti akan diputuskan kembali bagaimana nasib RSDC Wisma Atlet.

 

Liputan6.com, Jakarta Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto menginginkan Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) Wisma Atlet Kemayoran ditutup seluruhnya. Sebab, pengoperasian RSDC Wisma Atlet hanya membebani anggaran. Dalam beberapa bulan terakhir jumlah pasien yang dirawat di RSDC Wisma Atlet telah berkurang pesat. Saat ini pun hanya ada empat orang saja pasien yang menghuninya.

"Setelah kurang lebih tiga bulan terakhir tower-tower yang lain ini sudah tidak ada pasien. Bahkan per kemarin hanya tinggal empat orang di tower enam," ungkap Suharyanto di kantor BNPB, Jakarta, Selasa (27/12/2022).

"Maunya BNPB itu segera ditutup semua karena kan itu membebani anggaran, untuk efisiensi," imbuhnya.

Saat ini RSDC Wisma Atlet hanya mengoperasikan satu tower saja yaitu tower 6. Sebab pemerintah masih memantau perkembangan Covid-19 ke depan. Lebih khusus kondisi di luar negeri yang terjadi lonjakan.

"Nah kita juga sebagai kontigensi untuk pengoperasionalan Wisma Atlet selama ini kan ditangani oleh Kodam Jaya. Nah itu yang sementara dihentikan untuk efisiensi. Tetapi satu tower, yaitu tower enam yang masih ada pasiennya empat itu ini tetap kita hidupkan di bawah Kapuskes TNI," ungkap Suharyanto.

Pemerintah akan memantau situasi dalam tiga bulan ke depan. Nanti akan diputuskan kembali bagaimana nasib RSDC Wisma Atlet.

"Kita lihat sampai tiga bulan ke depan, Januari, Februari, Maret, mudah-mudahan kondisi terkendali terus tidak ada lonjakan. Nanti akan disampaikan untuk tindakan selanjutnya," kata Suharyanto.

 

2 dari 2 halaman

Tergantung Transisi Pandemi

Nasib Wisma Atlet apakah dipertahankan atau tidak juga tergantung juga bagaimana transisi dari pandemi menjadi endemi.

"Itu juga sebagai salah satu antisipasi atau langkah yang kita lakukan apabila transisi dilakukan dari pandemi menjadi endemi. Tetapi endemi itu bukan hanya Indonesia yang bisa menyampaikan. Karena itu global, jadi harus dari WHO," kata Suharyanto.

Reporter: Ahda Bayhaqi/Merdeka.com