Liputan6.com, Jakarta Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati, mendeteksi adanya satu fenomena tambahan, yang membuat semakin intensitas cuaca ekstrem yang berpotensi terjadi di wilayah Indonesia hingga awal tahun 2023 mendatang.
Sebelumnya, BMKG telah mengeluarkan rilis potensi cuaca ekstrem yang dapat terjadi dalam sepekan sejak 21 Desember hingga 1 Januari 2023.
"Hari ini 27 Desember 2022, kami mengevaluasi prediksi atau prakiraan tersebut konsisten atau sesuai dengan kejadian yang ada, dan bahkan sejak kemarin kami mendeteksi ada penambahan 1 fenomena baru lagi yang tentu mempengaruhi dinamika cuaca di Indonesia” kata Dwikorita saat Konferensi Pers secara virtual, Selasa (27/12/2022).
Advertisement
“Maka perlu kami update dinamika atmosfer pada saat ini, berdasarkan analisis terkini kondisi dinamika atmosfer di sekitar Indonesia masih berpotensi signifikan terhadap peningkatan curah hujan di beberapa wilayah dalam sepekan ke depan,” tambahnya.
Baca Juga
Dwikorita mengungkapkan, mulai 27 Desember hingga 2 Januari 2023, kondisi dinamika atmosfer yang dapat memicu peningkatan curah hujan.
“Masih sama dengan 21 Desember namun intensitas, ya intensitasnya semakin menguat yaitu Monsun Asia yang beberapa hari terakhir dengan potensi adanya disertai ya, jadi Monsun Asia ini disertai dengan adanya seruakan udara dingin yang berasal dari dataran tinggi Tibet di Asia,” tuturnya.
“Juga fenomena aliran lintas ekuator yang dapat meningkatkan pertumbuhan awan hujan secara intensif, secara lebih intensif karena tadi ada tiga fenomena Monsun Asia, Seruak udara dingin, fenomena aliran lintas ekuator yang dapat meningkatkan pertumbuhan awan hujan secara lebih intensif di wilayah Indonesia bagian barat, tengah dan selatan,” sambungnya.
Aliran Massa Baru Dingin
Lebih lanjut, Dwikorita mengatakan, seruakan udara dingin Asia merupakan fenomena yang lazim terjadi saat monsun Asia aktif yang mengindikasikan potensi aliran massa baru dingin dari wilayah Asia menuju ke wilayah Selatan.
“Dampak dari munculnya seruakan dingin tersebut meningkatkan potensi curah hujan di wilayah barat Indonesia apabila disertai dengan fenomena Cross-Equatorial Northerly Surge atau arus lintas ekuatorial, disertai dengan arus lintas ekuatorial yang mengindikasikan bahwa adanya aliran massa udara dingin dari utara yang masuk ke wilayah Indonesia melintasi ekuator,” ucap Dwikorita.
Dwikorita menyebut, dampak adanya seruakan dingin atau suhu ruangan udara dingin dari Asia yang disertai arus lintas ekuatorial dapat berdampak secara tidak langsung pada peningkatan curah hujan.
“Ini yang sangat penting kecepatan angin di sekitar wilayah Indonesia bagian selatan ekuator. Sesuai prediksi tanggal 21 Desember yang lalu kecepatan angin yang tinggi ini sudah terjadi dapat mencapai lebih dari 40 knot itu sudah terjadi dan masih dapat terus terjadi,” imbuhnya.
Reporter: Alma Fikhasari/Merdeka.com
Advertisement