Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja pada 30 Desember 2022. Fraksi PKS DPR menilai kehadiran Perppu tersebut adalah bencana undang-undang karena sangat merugikan rakyat.
“Kehadiran Perppu nomor 2 tahun 2022 ini dapat dikatakan sebagai satu bencana Undang-Undang, karena berpotensi mengganggu, merusak serta merugikan kehidupan bernegara yang demokratis dan mencederai ketundukan pada hirarki perundang-undangan di negeri ini.” Ucap Sekretaris Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) Ledia Hanifa Amaliah dalam keterangannya, Senin (2/1/2023).
Baca Juga
Menurut Ledia, ketika Undang-Undang Cipta Kerja No 11 Tahun 2020 dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK pada November 2021, dalam keputusannya MK memerintahkan kepada pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak putusan diucapkan.
Advertisement
“Jadi MK secara lugas memerintahkan kepada pembentuk Undang-Undang untuk melakukan perbaikan pada Undang-Undang Cipta Kerja ini dengan tenggat hingga November 2023. Namun, bukannya melaksanakan amanah perintah perbaikan Undang-Undang tersebut bersama DPR, Presiden Jokowi malah menerbitkan produk hukum baru berupa Perppu. Yang diamanahkan apa, yang dikerjakan apa.” kata dia.
Langkah Jokowi ini menurut Ledia, menunjukkan betapa pemerintah itu malas, menggampangkan pelanggaran terhadap hirarki perundang-undangan sekaligus melecehkan DPR. Terlebih, Pemerintah masih punya waktu satu tahun untuk melaksanakan perintah MK untuk memperbaiki Undang-Undang Cipta Kerja.
“Tetapi yang dipilih secara sadar justru menerbitkan Perppu, yang berarti mengabaikan perlunya pelibatan publik, abai pada ketundukan pada hirarki perundang-undangan dan melecehkan DPR yang menurut UUD NRI 1945 pasal 20 ayat 1 dan 2 memiliki kuasa membentuk Undang-Undang bersama Presiden,” kata dia.
Ledia tidak menafikan bahwa Presiden memiliki hak prerogeratif menerbitkan Perppu. Namun, syarat kehadiran Perppu No 2 Tahun 2022 ini tidak kuat dan terlalu dipaksakan.
Syarat Penerbitan Perppu
Ia mengingatkan, satu syarat kehadiran Perppu adalah kegentingan yang memaksa dan ketidakmungkinan memunculkan Undang-Undang dengan prosedur biasa.
“Mana situasi genting yang kita hadapi? Mana ketidakmungkinan memunculkan Undang-Undang dengan prosedur biasa? Yang ada justru keputusan pemaksaan dari Presiden yang mencederai kehidupan demokratis,” ungkapnya.
Alasan kegentingan pemerintah yakni ancaman resesi global, peningkatan inflasi, hingga ancaman stagflasi yang bahkan dikaitkan pula dengan perang Rusia-Ukraina menurut Ledia terlalu berlebihan.
“Pemerintah sendiri yang mengingatkan kita betapa Indonesia tetap siap menghadapi krisis ekonomi global mengingat pertumbuhan ekonomi masih berada pada angka positif, 5 persen. Sehingga penerbitan Perppu ini sekali lagi tidak memiliki cukup kuat alasan kecuali sekedar memuaskan kemauan para pengusaha,” tegasnya
Oleh karena itu, Ledia mendorong DPR menolak Perppu ini dan meminta pemerintah taat pada perintah MK untuk memperbaiki UU Cipta Kerja.
“Buka partisipasi publik, dengarkan aspirasi berbagai pemangku kepentingan, duduk bersama DPR membahas Undang-Undang demi kepentingan rakyat, bangsa dan negara,” pungkasnya.
Advertisement