Sukses

Terbentur Kepentingan Antar Parpol, Capres-Cawapres Pemilu 2024 Sulit Disepakati di Awal

Meski sejumlah partai politik mengklaim telah membentuk koalisi untuk meenghadapi Pemilu 2024, masih belum ada satu pun koalisi mengumumkan dan menetapkan pasangan bakal calon presiden dan wakil presiden.

Liputan6.com, Jakarta Meski sejumlah partai politik mengklaim telah membentuk koalisi untuk meenghadapi Pemilu 2024, masih belum ada satu pun koalisi mengumumkan dan menetapkan pasangan bakal calon presiden dan wakil presiden.

Pengamat Politik Arifki Chaniago mengatakan, hal ini lantaran masih adanya tarik menarik kepentingan antar parpol, sehingga belum ada deklarasi sekarang. Dia pun mencontohkan apa yang terjadi dengan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB).

"Seperti KIB, ketiga ketumnya hendak dimajukan sebagai capres dan cawapres. Namun belum juga pasti, karena KIB bisa saja disiapkan bukan untuk Ganjar Pranowo jika PDIP gagal mengusungnya,” tulis Arifki dalam siaran pers diterima, Selasa (2/1/2023).

Begitu pun dengan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (Gerindra-PKB) yang juga masih tarik menarik untuk posisi wakil presiden. Sebab, baru Prabowo yang baru dipastikan memiliki tiket sebagai calon presiden.

"Cak Imin masih belum mendapatkan kepastian sebagai cawapres sehingga masih terjadi tarik-menarik kepentingan," kata Arifki.

Terakhir, soal Koalisi Perubahan yang masih alot usai Anies Baswedsan diusung oleh NasDem sebagai calon presiden yang membuat PKS dan Demokrat sama-sama tidak mau ketinggalan mendapatkan tiket calon wakil presiden.

"Demokrat mengusung Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan PKS mengusung Ahmad Heryawan (Aher), sehingga tarik-menarik kepentingan ini mempersulit masing-masing anggota partai koalisi," jelas Arifki.

 

2 dari 2 halaman

Anggota Koalisi Harus Berani

Arifki mendorong, masing-masing anggota parpol koalisi harus mulai berani dan jangan terlalu lama menunggu.

Sebab selain waktu yang terbatas, publik sudah jenuh dengan ketidakjelasan masing-masing koalisi tentang calon yang akan dipasangkan. Apalagi jika ujungnya kembali hanya dua poros.

"Publik bakal jenuh jika ada upaya mendorong Pilpres 2024 kembali dua poros. Tidak munculnya figur-figur alternantif dari masing-masing koalisi yang sebenarnya mampu terbentuk," wanti Arifki.