Sukses

KPAI: Kasus Penculikan Malika Jadi Evaluasi Negara Berikan Perlindungan Anak Menyeluruh

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bersyukur, Malika akhirnya berhasil kembali ke pangkuan orangtuanya usai diduga diculik oleh orang tidak dikenal selama nyaris satu bulan.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bersyukur, Malika akhirnya berhasil kembali ke pangkuan orangtuanya usai diduga diculik oleh orang tidak dikenal selama nyaris satu bulan.

Namun menurut KPAI, tugas negara belum selesai. Sebab, trauma atas insiden tersebut menyebabkan kerentanan terhadap masa depan Malika yang harus dipulihkan sebagai bagian tanggung jawab negara.

“Persoalan besar yang akan dihadapi soal mengantarkan masa depan dalam lingkungan hidup di tempat tinggal. Ini penting dikoordinasikan semua pihak lintas sektoral Kementerian, Lembaga, Pemerintahan dan perangkat terdekat, agar ketika anak kembali ke keluarga, tidak menghadapi situasi yang sama,” tulis Komisioner KPAI Jasra Putra dalam siaran pers diterima, Rabu (4/12/2022).

KPAI berharap, visi Presiden melalui Peraturan Presiden Nomor 101 Tahun 2022 Tentang Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak yang dimandatkan kepada 17 Kementerian dan Lembaga, serta berbagai regulasi yang memberi jaminan kepada perlindungan anak, mampu merespon kondisi terkait.

Sebab, visi Presiden pada Perpres tersebut dijawab multi layanan integrative, maka solusi yang dihadirkan tidak hanya menjawab soal penculikan, namun menyelamatkan nyawa, memulihkan kondisi korban hingga menangkap pelaku menjadi sebuah kesatuan yang tuntas.

“Memang dari dulu harusnya mendapat dukungan perhatian lintas sektoral untuk menguatkan apa yang sudah dilakukan kepolisian. Dalam rangka langkah lanjutan setelah Malika ditemukan, dalam memberi jaminan kesejahteraan yang lebih baik,” urai Jasra.

2 dari 2 halaman

Tantangan Terbesar terkait Perlindungan Anak

KPAI menegaskan, kasus Malika menjadi cermin tantangan terbesar bagi negara dalam menjawab isu perlindungan anak. Belajar dari kasus ini, negara diminta menjawab kepastian tentang sistem perlindungan anak di berbagai tingkatan mulai dari level RT/RW yang paling dekat dan mengetahui warganya yang tergolong keluarga rentan.

“Apakah sudah ada program di tingkat RT RW, atau ada yang ditugasi mengawal keluarga rentang? Apalagi kalau kita melihat lagi potret lingkungan Malika, siapa yang bisa bertanggung jawab melapisi keluarga keluarga rentan ini? Artinya upaya perlindungan berlapis harus berbunyi dan terus dilakukan,” Jasra menutup.