Liputan6.com, Jakarta - Saksi Ahli Hukum Pidana, Firman Wijaya menilai jika terdakwa Ricky Rizal alias Bripka RR tidak memiliki niat jahat atau mens rea atau dalam membantu Ferdy Sambo untuk membunuh Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Keterangan itu disampaikan Firman sebagai saksi meringankan atau A de Charge selaku dosen dari Universitas Tarumanegara yang hadir dalam sidang perkara dugaan pembunuhan berencana Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (4/1/2022).
Advertisement
Pendapat Firman itu disampaikan berawal dari Tim Penasihat Hukum Bripka RR, Erman Umar yang menanyakan sikap penolakan kliennya atas perintah Sambo untuk menghabisi Brigadir J. Meski pada akhirnya Bripka RR tetap ikut melihat Brigadir J dibunuh.
“Persoalan mental itu harus hadir dulu, kalau orang mau melakukan tindak kejahatan pidana yang sering dikatakan para ilmuwan mens rea itu, niat jahat itu, maka harus hadir,” kata Firman.
Baca Juga
Menurutnya, tindakan Bripka RR sama sekali tidak menunjukkan niat jahat bahkan sejak Sambo memintanya untuk menembak Brigadir J. Lantaran, Bripka RR sempat menolak perintah itu sebagai wujud gambaran elemen yang menandakan tidak adanya mens rea.
"Kalau dia mengatakan ‘Siap saya laksanakan, iya pak saya laksanakan’. Tapi kalau dia katakan ‘Maaf pak saya tidak mau, saya menolak’ itu mental elemen yang menunjukkan mens reanya tidak ada. Kalau ini dikaitkan dengan perbuatan jahat,” ujar Firman.
Sebab, Firman menyebut niat jahat hanya bisa timbul ketika ada komitmen dari pemberi perintah dengan pihak penerima perintah. Dalam hal ini ada komitmen antara Bripka RR dengan Ferdy Sambo.
"Jadi gambaran saya committed element itu harus komit antara yang nyuruh dengan yang disuruh atau yang memerintah dan diperintah. Mental elemennya ada di situ,” jelasnya.
Sempat Ditolak JPU
Sementara dalam awal sidang, kehadiran Firman sempat mendapat penolakan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU). Lantaran tidak mampu memperlihatkan surat tugas fisik dari perguruan tinggi tempatnya bekerja, dan hanya berupa soft copy di gawainya.
"Kalau tidak ada, sebenarnya ada di handphone saya Yang Mulia," jelas Firman saat sidang.
"Baik, jadi ini belum? Melampirkan surat tugasnya saudara ahli. Tapi penasihat hukum mau mengusulkan. Bagaimana tanggapan jaksa penuntut umum?" tanya hakim.
Saat itulah, JPU mengaku keberatan Firman bersaksi di sidang hari ini. Sebab dia tidak menyertakan surat tugas dari kampus atau instansi terkait yang menugaskannya.
"Kami keberatan jika beliau memberikan keterangan sebagai saksi A de Charge tanpa disertai dengan surat tugas dari pihak universitas," ungkap jaksa.
Tim hukum Ricky pun menyela dan mengatakan jika surat tugas Firman belum dicetak dan masih tertera di ponsel. Karena, permintaan sebagai saksi ahli meringankan disampaikan mendadak Kubu Bripka RR.
"Izin majelis. Mungkin karena surat tugasnya ada di handphone dan belum dicetak," ujar penasihat hukum Ricky.
"Saya mohon maaf kepada Yang Mulia dan Pak Jaksa. Saya baru ditunjuk dalam waktu yang dekat dan memang kampus baru buka tanggal 5 (Januari). Tapi ada ini suratnya sudah ada," saut Firman.
Setelah persoalan terkait bentuk fisik surat tegas selesai, namun JPU masih kembali merasa keberatan atas kehadiran Firman yang dalam surat tugasnya tidak menjelaskan keterangan saksi meringankan untuk terdakwa Bripka RR.
"Setelah membaca surat tugas beliau, dia tidak menunjukkan keterangan sebagai A de Charge atas nama terdakwa siapa. Sehingga kami tetap menolak kehadiran beliau. Terima kasih," jelas JPU.
Hakim pun menanggapi hal tersebut dengan keputusan tetap menerima kehadiran Firman sebagai saksi meringankan Bripka RR. Meskipun surat tugas tidak dijabarkan secara rinci Firman bersaksi untuk siapa.
"Jadi menurut majelis, setelah kami berdiskusi ini dihadirkan dan surat tugas tadi ditunjukkan pada majelis bahwa untuk menghadiri persidangan di sini. Memang tidak disebutkan untuk terdakwa siapa," jelas hakim.
"Tapi yang menghadirkan penasihat hukum terdakwa. Jadi kami masih menganggap untuk menerima, gitu ya," lanjut hakim.
Advertisement
Bripka RR Didakwa Membunuh
Adapun dalam perkara ini, Bripka RR didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J. Perbuatan itu dilakukan bersama-sama Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E, dan Kuat Ma'ruf.
Pada perkara tersebut, mereka didakwa melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 KUHP dengan hukuman paling berat sampai pidana mati.
Sementara, Ferdy Sambo juga didakwa menghalangi penyidikan atau obstruction of justice dalam perkara pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
Ferdy Sambo didakwa melanggar Pasal 49 jo Pasal 33 subsider Pasal 48 Jo Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Atau diancam dengan pidana dalam Pasal 233 KUHP subsider Pasal 221 ayat (1) ke-2 jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Reporter: Bachtiarudin Alam/Merdeka.com