Liputan6.com, Jakarta Penasihat hukum Bos Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya Henry Surya, Waldus Situmorang menganggap tuntutan jaksa pidana penjara 20 tahun dan denda Rp200 miliar terhadap kliennya mengabaikan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan.
"Saya ambil contoh, tindak pidana pencucian uang (TPPU). TPPU ini harus memenuhi postur ada layeringnya, ada placementnya. Jadi kalau misal pinjam-meminjam uang dan uang dikembalikan si peminjam itu peristiwa perdata, bukan peristiwa TPPU. Jadi artinya ke depannya kita lihat diabaikan fakta persidangan," ujar Waldus di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Rabu (4/1/2022).
Oleh karena itu, Waldus mengaku akan membawa sejumlah dokumen untuk membuktikan jika kliennya sudah mempunyai iktikad baik dalam rangka pengembalian uang milik anggota KSP Indosurya. Dia akan membuktikannya dalam pleidoi atau nota pembelaan.
Advertisement
"Besok kita buktikan, kita bawa dokumen pembuktian, itu satu lemari. Ada enggak pengembalian uang? Ada ini buktinya. Ada enggak sekian itu? Ada. Pasti kita bawa (dokumen pembuktian), kan kita enggak akal-akalan," kata Waldus.Â
Sebelumnya penuntut umum menuntut Bos KSP Indosurya, Henry Surya dengan pidana penjara 20 tahun denda Rp200 miliar subsider 1 tahun kurungan. Henry dianggap terbukti melakukan tindak pidana sesuai surat dakwaan Pasal 46 ayat 1 UU RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Anggap Dakwaan Tidak Masuk AkalÂ
Diberitakan, Henry Surya menganggap surat dakwaan jaksa penuntut umum pada Kejaksaan Agung (Kejagung) terhadap dirinya tidak masuk akal. Hal ini dikatakan Henry ketika menjalani proses pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Negeri Jakarta Barat (PN Jakbar) Selasa (20/12/2022), malam.
Awalnya jaksa penuntut umum mempertanyakan soal jabatan dari June Indria, salah satu anak buah Henry di KSP Indosurya yang juga menjadi terdakwa dalam perkara ini.Â
Henry menjawab tidak mengetahui hal tersebut secara rinci, namun secara umum, June bertugas mengurus dan mengelola simpanan anggota KSP Indosurya.Â
Jaksa lalu bertanya soal apakah diizinkan menerima simpanan dari pihak yang bukan termasuk anggota koperasi. Henry mengatakan hal itu dimungkinkan dalam bentuk modal penyertaan.
Tim jaksa lalu bertanya soal 23 ribu anggota yang disebut menjadi korban KSP Indosurya. Namun menurut Henry surat dakwaan jaksa penuntut umum keliru dan tak masuk akal.
"Apanya yang salah?" tanya jaksa.
"Karena banyak yang dianggap sebagai simpanan padahal itu pinjaman. Itu dianggap semua data PPATK, semua yang masuk dianggapnya sebagai simpanan padahal itu pinjaman. Jadi bukan 23 ribu sebagai anggota tapi itu sebagai simpanan anggota, sisanya adalah setahu saya itu pinjaman. Jadi PT-PT (perusahaan) yang membayar utang dianggapnya sebagai simpanan," kata Henry.
"Simpanan ada berapa jumlahnya?," tanya jaksa.
"Rp 106 triliun," jawab Henry.
"Kalau pinjaman?," cecar jaksa.
"Saya tidak tahu," tutur Henry.
Jaksa kemudian bertanya soal dari mana Henry tahu soal jumlah simpanan dan pinjaman. Dengan nada tinggi, Henry menyebut pertanyaan jaksa tidak masuk akal.
"Ya saya tahulah kan pasti ada pinjaman, masa nol pak jaksa. Itu kan tidak masuk akal," jelas Henry.
"Yang mana yang tidak masuk akal?" tanya jaksa.
"Soal ada pinjaman atau tidak. Yang jelas ada pinjaman," tutur Henry.
Â
Bantah Semua Dakwaan
Jaksa kembali bertanya mana lagi pernyataan pihaknya yang tidak masuk akal. Henry lalu menjawab semua dakwaan jaksa tidak jelas.
"Mana lagi yang tidak masuk akal?" tanya jaksa.
"Ya dakwaan saya," tutur Henry.
"Dari jumlahnya saudara lihat?" cecar jaksa.
"Semuanya Pak Jaksa, salah," jawab Henry.
"Saudara bisa rinci mana yang salah dan benar?" tanya lagi jaksa.
"Saya sedang merincikan semua dengan penasihat hukum saya, dan akan saya akan masukan ke pledoi saya," timpal Henry.
Dalam perkara KSP Indosurya, Kejagung telah menyidangkan Henry Surya dan June Indria di PN Jakarta Barat. Jampidum Fadil Zumhana menyebut KSP Indosurya diduga mengumpulkan uang ilegal yang mencapai Rp106 triliun.
"Bahwa jaksa melindungi korban, korbannya kurang lebih 23 ribu orang korban kerugian yang berdasarkan LHA PPATK Indosurya mengumpulkan dana secara ilegal sebanyak Rp106 triliun," ujar Fadil.
Dalam kasus ini, Henry dan June didakwa Pasal 46 ayat (1) UU No 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 378 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP atau Pasal 372 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP dan Pasal 3 juncto Pasal 10 UU TPPU atau pasal 4 juncto Pasal 10 UU TPPU.
Advertisement