Sukses

KPK Kembangkan Kasus Suap Dana Hibah Usai Geledah Ruang Kerja Khofifah Cs

Ali mengatakan, pengembangan kasus ini akan dilakukan dengan mengonfirmasi sejumlah barang bukti yang ditemukan saat penggeledahan kepada para saksi. Rencananya, KPK akan memulai memeriksa saksi kasus ini pada pekan depan.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) siap mengembangkan kasus dugaan suap pengelolaan dana hibah di Provinsi Jawa Timur. Pengembangan dilakukan berdasarkan beberapa temuan yang menjadi bukti dalam penggeledahan maraton di Jawa Timur.

Beberapa lokasi yang digeledah tim penyidik yakni ruang kerja Gubernur Jawa Timur (Jatim) Khofifah Indar Parawansa, ruang kerja Wakil Gubernur Jatim Emil Elistianto Dardak, ruang Sektretaris Daerah Adhy Karyono, Gedung Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), serta Gedung Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jatim.

"Kemarin kami melakukan penggeledahan secara maraton di Jawa Timur, dari situ hasilnya sudah cukup banyak yang bisa dikembangkan," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (5/1/2023).

Ali mengatakan pengembangan kasus ini akan dilakukan dengan mengonfirmasi sejumlah barang bukti yang ditemukan saat penggeledahan kepada para saksi. Rencananya, KPK akan memulai memeriksa saksi kasus ini pada pekan depan.

"Harapannya tentu kami kembangkan segala data dan informasi, siapa pun nanti yang mengetahui perbuatan dari para tersangka ini pasti dikembangkan, termasuk substansiya," kata Ali.

Sebelumnya, KPK menetapkan Wakil Ketua DPRD Jawa Timur (Jatim) Sahat Tua P Simandjuntak (STPS) sebagai tersangka kasus dugaan suap dalam pengelolaan dana hibah provinsi Jatim.

Selain Sahat, KPK juga menjerat tiga tersangka lainnya, yakni Rusdi selaku Staf Ahli Sahat, Kepala Desa Jelgung Kecamatan Robatal Kabupaten Sampang sekaligus selaku Koordinator Kelompok Masyarakat (Pokmas) Abdul Hamid, dan Koordinator Lapangan Pokmas bernama Ilham Wahyudi alias Eeng.

 

2 dari 3 halaman

Peran Sahat Cs di Kasus Suap Dana Hibah Jatim

KPK menyebut, untuk tahun anggaran 2020 dan 2021 dalam APBD Pemprov Jatim merealisasikan dana belanja hibah dengan jumlah seluruhnya sekitar Rp 7,8 triliun kepada badan, lembaga, hingga organisasi kemasyarakatan (ormas) yang ada di Pemprov Jatim.

Distribusi penyalurannya antara lain melalui Kelompok Masyarakat (Pokmas) untuk proyek infrastruktur hingga sampai tingkat pedesaan. Terkait pengusulan dana belanja hibah tersebut merupakan penyampaian aspirasi dan usulan dari para anggota DPRD Jatim, salah satunya adalah Sahat.

Sahat menawarkan diri membantu dan memperlancar pengusulan pemberian dana hibah tersebut dengan adanya kesepakatan pemberian sejumlah uang sebagai uang muka alias ijon. Kemudian Abdul Hamid menerima tawaran tersebut.

Diduga Sahat mendapat bagian 20 persen dari nilai penyaluran dana hibah yang akan disalurkan sedangkan Abdul Hamid mendapatkan bagian 10 persen. Adapun besaran nilai dana hibah yaitu di tahun 2021 dan 2022 telah disalurkan masing-masing sebesar Rp 40 miliar.

Agar alokasi dana hibah untuk tahun 2023 dan 2024 bisa kembali diperoleh Pokmas, Abdul Hamid kemudian kembali menghubungi Sahat dan sepakat menyerahkan sejumlah uang sebagai ijon sebesar Rp 2 miliar.

 

3 dari 3 halaman

Transaksi Tunai Rp1 M

Realisasi uang ijon tersebut dilakukan pada Rabu (13/12/2022), di mana Abdul Hamid melakukan penarikan tunai sebesar Rp 1 miliar dalam pecahan mata uang rupiah di salah satu Bank di Sampang dan kemudian menyerahkannya pada Eeng untuk dibawa ke Surabaya.

Eeng pun menyerahkan uang Rp 1 miliar tersebut pada Rusdi sebagai orang kepercayaan Sahat di salah satu mal di Surabaya. Setelah uang diterima, Sahat memerintahkan Rusdi menukar uang Rp 1 miliar tersebut di salah satu money changer dalam bentuk pecahan mata uang SGD dan USD.

Rusdi kemudian menyerahkan uang tersebut pada Sahat di salah satu ruangan yang ada di gedung DPRD Provinsi Jawa Timur. Sedangkan sisa Rp 1 miliar yang dijanjikan Abdul Hamid akan diberikan pada Jumat (16/12/2022). Diduga dari pengurusan alokasi dana hibah untuk Pokmas, Sahat telah menerima uang sekitar Rp 5 miliar.

Atas perbuatannya, Abdul Hamid dan Eeng sebagai penyusp disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sementara Sahat dan Rusdi sebagai penerima disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau b Jo Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.