Sukses

Kewenangan Penyidikan OJK Dinilai Bertentangan dengan UU Polri dan KUHAP

Kewenangan penyidikan yang diberikan kepada OJK berpotensi menimbulkan tumpang-tindih atau overlapping dengan lembaga penegak hukum seperti Polri.

Liputan6.com, Jakarta - Pakar Hukum Tata Negara Muhammad Rullyandi menyoroti kewenangan penyidikan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dia menilai, kewenangan penyidikan ini akan tumpang tindih dengan aturan aparatur penegak hukum.

Dia menilai, Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) yang memberikan wewenang kepada OJK menjadi lembaga tunggal yang dapat melakukan penyidikan terhadap tindak pidana di sektor jasa keuangan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri dan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Rully berpandangan, kewenangan penyidikan yang diberikan kepada OJK semestinya bersifat terbatas. Sebab, negara saat ini memposisikan Polri sebagai lembaga yang memiliki kewenangan berkaitan dengan penyidikan.

"Ketentuan Pasal 49 RUU tentang Pengembangan dan Penguatan Sistem Keuangan telah bertentangan dengan Konstitusi Pasal 30 Ayat 4, UU Polri Pasal 14 dan Ketentuan Pasal 6 Hukum Acara Pidana KUHAP yang tidak mengenal keberadaan Penyidik Pegawai Tertentu," kata Rully kepada wartawan, Jumat (6/1/2023).

Lebih lanjut, Rully menilai independensi OJK juga tidak dapat berdiri sendiri. Menurutnya, tetap diperlukan pengimbang untuk koordinasi dan supervisi berkaitan dengan tindak pidana khusus, seperti aturan dalam pasal 6 KUHP.

"Hal demikian sejatinya telah dirumuskan secara konsisten oleh pembentuk undang-undang sejak melahirkan UU OJK 2011 terkait dengan penempatan keberadaan penyidik OJK yang melibatkan penyidik Polri," kata Rully.

 

2 dari 2 halaman

Berpotensi Tumpang Tindih

Hal senada juga disampaikan, dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Ratno Lukito. Dia mengungkapkan bahwasanya di beberapa negara lain, pengawas keuangan tidak mencampur dua kewenangan penyidikan dan administrasi.

Kewenangan penyidikan, kata dia, seharusnya diserahkan kepada penegak hukum reguler atau lembaga khusus yang memiliki kewenangan penyidikan.

Lukito juga menilai kewenangan penyidikan yang diberikan kepada OJK berpotensi menimbulkan tumpang-tindih atau overlapping dengan lembaga penegak hukum seperti Polri.

Lukito menyarankan penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) itu mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang jadi dasar hukum masing-masing.

"Dalam pelaksanaan tugasnya berada di bawah koordinasi dan pengawasan penyidik Polri," jelas Lukito.

"Ini juga tidak memberikan kepastian hukum yang adil bagi seseorang yang disangka melakukan tindak pidana di sektor jasa keuangan," sambungnya.