Liputan6.com, Jakarta - Saat ini usia Lenny Tristia menginjak 46 tahun. Bayangan mengenai masa tuanya saat lanjut usia (lansia) belum terpikirkan. Hanya saja sejumlah rencana udah mulai dipersiapkan. Salah satunya mengenai keuangannya.
Lenny sudah mulai menabung untuk mewujudkan impiannya untuk mempunyai kontrakan di Kota Jakarta. Kata dia, kontrakan itu nantinya untuk membantu perekonomiannya saat sudah lansia. Sebab, ibu anak satu itu berprinsip tidak ingin merepotkan putri kelak.
Baca Juga
"Persiapan lain ingin belajar jahit. Jadi, saat sudah pensiun ada skill jahit sendiri. Setidaknya bikin tas dari ulos, bisa dijual atau dipakai sendiri. Enggak menadah tangan ke anak," kata Lenny kepada Liputan6.com.
Advertisement
Dia juga tidak ada rencana untuk menikmati masa tuanya di kampung halaman. Kelengkapan fasilitas kesehatan di Jakarta menjadi alasan utamanya. Selain itu, Lenny mengaku sebagai peserta aktif BPJS ketenagakerjaan dan kesehatan.
Dia mengharapkan kedua program pemerintah tersebut nantinya sangat berguna saat dirinya sudah tua, khususnya BPJS kesehatan. Sebagai seorang anak yang seringkali mengantarkan ayahnya kontrol rutin ke rumah sakit, Lenny juga mengharapkan nantinya pemerintah pusat terus melakukan perbaikan.
Misalnya semakin banyak obat-obatan yang ditanggung oleh program milik pemerintah tersebut. Menurut dia, terdapat beberapa penyakit yang seringkali dihadapi para lansia dan pengobatannya belum ditanggung. Contohnya alzheimer hingga penyakit demensia lainnya.
"Waktu nyokap sakit alzheimer itu ada obat enggak ditanggung dan emang lumayan harganya. Lalu untuk pelayanan fasilitas kesehatan lansia dapat diprioritaskan, yang penting tidak dipersulit-lah nantinya," ucap dia.
Habiskan Masa Tua di Kampung Halaman
Cerita lain datang dari Siska yang berusia 40 tahun. Sebagai perantau, dia berencana akan menghabiskan masa tuanya di kampung halamannya, Yogyakarta. Bahkan, dia ingin aktivitas hariannya diisi dengan berkebun di sekitar rumahnya.
Untuk dana pensiun dan kesehatan dia mengaku juga terdaftar sebagai peserta aktif dari program pemerintah. Selain itu, dia masih berencana mencari asuransi swasta untuk membantunya saat sudah tua nanti.
"Dan memang Jogja lebih sehat lingkungannya, terus teman-teman masa kecil di sana juga. Harapannya ingin menua dengan sehat," ujar Siska kepada Liputan6.com.
Sebagai negara keempat dengan populasi terbesar dunia, Indonesia mendekati cepatnya penuaan penduduk. Atau makin meningkatnya jumlah penduduk dengan usia di atas 60 tahun. Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 1998 disebutkan bahwa penduduk lanjut usia (lansia) adalah mereka yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas.
Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) memprediksikan adanya peningkatan persentase penduduk lansia di Indonesia pada tahun 2045. Yakni sebanyak 19,90 persen dari total penduduk Indonesia.
Sedangkan data dari Kementrian PPN/Bappenas memprediksikan jumlah lansia pada 2045 berjumlah sekitar 61,4 juta jiwa atau sekitar 20-25 persen dari total penduduk. Atau satu dari lima penduduk Indonesia merupakan lansia.
Tantangan Indonesia Hadapi Fenomena Penuaan Penduduk
Fenomena penuaan penduduk bukanlah yang baru. Terdapat beberapa negara di dunia yang sudah menghadapinya dengan menerapkan beberapa kebijakan yang diberikan. Misalnya Jerman, Jepang, hingga beberapa negara lainnya.
Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional, Marya Yenita Sitohang, menyatakan bahwa fenomena penuaan penduduk berdampak pada suatu negara. Mulai dari aspek kesehatan, keuangan hingga kebutuhan lainnya yang perlu mendapatkan dukungan dari semua pihak. Seperti halnya dari pemerintah sampai keluarga.
"Ageing population atau penuaan penduduk merupakan fenomena yang terjadi saat proporsi penduduk lanjut usia (lansia) cukup tinggi, hingga melebihi 20 persen. Sebagai dampak dari penurunan angka kelahiran dan meningkatnya angka harapan hidup, penuaan penduduk telah terjadi lebih dulu di negara-negara maju," kata Marya kepada Liputan6.com.
Menurut dia, Indonesia perlu belajar dari sejumlah negara yang terlebih dulu mengalami fenomena penuaan penduduk. Marya menyatakan penduduk lansia identik dengan berbagai masalah kesehatan mulai dari penurunan fungsi penglihatan, pendengaran, pergerakan, dan sebagainya.
Selain itu, Indonesia juga masih menghadapi berbagai penyakit menular, gizi buruk, dan penyakit tidak menular yang seringkali dijumpai pada lansia. Hal tersebut pada akhirnya akan membatasi aktivitas dan produktivitas para lansia. Bahkan, nantinya kondisi itu juga meningkatkan kebutuhannya terkait pelayanan kesehatan.
Karena itu dia, meminta agar pemerintah perlu melakukan sejumlah penguatan dalam menghadapi fenomena tersebut. Yakni dalam hal kesehatan yang mencakup sumber daya sampai kemampuan pelayanan fasilitas kesehatan. Sebab, pelayanan tersebut tidak hanya untuk lansia, tetapi semua masyarakat.
"Pemerintah juga harus memikirkan sistem pembiayaan pelayanan kesehatan. Penuaan penduduk identik dengan peningkatan pembiayaan kesehatan karena naiknya penggunaan pelayanan serta teknologi kesehatan," ucap dia.
Dorongan Hidup Sehat
Sementara itu dia juga meminta agar masyarakat usia produktif saat ini mulai melakukan perilaku hidup sehat. Dimulai dari olahraga secara teratur, pemenuhan gizi yang cukup, manajemen stress yang baik, hingga pemeriksaan kesehatan secara berkala untuk membantu persiapan kesehatan fisik dan mental ketika berusia lanjut.
Marya menyebut, tantangan terbesar bagi negara yang mengalami penuaan penduduk adalah mengembangkan sistem pembiayaan pelayanan kesehatan yang seimbang dan berkelanjutan. Yaitu tanpa menitikberatkan pada subsidi negara atau masyarakat yang membayar saat menerima pelayanan kesehatan.
"Sejauh ini dari hasil penelitian yang pernah kita lakukan di pusat penelitian kependudukan Badan Riset dan Inovasi Nasional, negara sudah memiliki beberap kebijakan yang mendukung lansia di masa depan. Salah satunya jaminan lansia yang dimiliki oleh BPJS ketenagakerjaan serta asuransi kesehatan dan BPJS kesehatan," ujarnya.
Advertisement
Literasi Keuangan untuk Dana Pensiun Rendah
Lanjut dia, dalam aspek keuangan untuk kalangan PNS dan TNI/Polri sudah memiliki sistem dana pensiun. Namun, ada sejumlah pekerja rumah untuk angkatan kerja di sektor lainnya. Termasuk dalam menyiapkan sistem yang lebih baik untuk menjangkau para angkatan kerja di berbagai sektor.
Kata Marya, sebenarnya keberadaan BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan dan program pensiun untuk merupakan langkah awal yang baik untuk para lansia nantinya. Namun, literasi keuangan, khususnya dana pensiun, penduduk Indonesia masih perlu kita tingkatkan.
"Namun kita tahu sendiri ketika pemerintah meningkatkan aturan untuk bisa cairkan dan jaminan hari tua di atas usia 56 tahun itu terjadi protes di antara para buruh, sehingga aturannya sempat dibatalkan kembali. Jadi dari fenomena ini kita dapat melihat bahwa kesadaran penduduk Indonesia terkait pentingnya dana pensiun masih cukup rendah dan kita harus sadar bahwa kepemilikan dana pensiun untuk hari tua sangat penting," papar dia.
Marya mengatakan terdapat sejumlah langkah yang sudah mulai dilakukan oleh pemerintah pusat dalam peningkatan kesejahteraan para lansia. Seperti halnya bantuan sosial dari Kementerian Sosial dan Kementerian Kesehatan yang berupa posyandu lansia dan program terkait penyakit degeneratif yang diderita para lansia.
Kemudian adanya Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2021 tentang Strategi Nasional Kelanjutusiaan. Aturan itu kata Marya diharapkan dapat menjadi pendorong terjadinya peningkatan kualitas sistem pelayanan kesehatan, peningkatan literasi keuangan, serta kebijakan terkait tempat tinggal lansia Indonesia di masa depan.
Kolaborasi Masyarkat dan Pemerintah
Nantinya dalam menghadapi fenomena tersebut dibutuhkan sinergitas antara pemerintah dan masyarakat agar kelompok lansia tetap memiliki kualitas hidup yang baik. Sebab, dalam pelaksanaannya nanti tidak bisa hanya mengandalkan salah satu pihak saja.
Meskipun adat ketimuran banyak yang pada akhirnya meletakkan tanggung jawab para lansia kepada generasi selanjutnya.
"Misal keluarga yang harus menanggung biaya hidup dari lansia tersebut. Jadi, untuk dukungan formal dan informal ini harusnya saling bersinergi antara satu sama lain dan menghasilkan dukungan yang lebih berkelanjutan terhadap para lansia," jelasnya.
Kendati begitu, Marya menilai secara ekonomi Indonesia memiliki peluang untuk mendapatkan pendapatan dari berbagai sektor yang sebelumnya tidak terlalu produktif. Contohnya fasilitas kesehatan hingga kebutuhan lainnya untuk lansia.
"Misalnya terkait fisioterapi atau terkait penyakit degeneratif lainnya jadi sebenarnya secara ekonomi kalau mau dianggap sebagai peluang bisa. Jadi, ada beberapa kegiatan ekonomi yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan. Namun, nanti di saat terjadi penuaan penduduk bisa dimanfaatkan semua pihak," Marya menandaskan.
Langkah BKKBN untuk Fenomena Penuaan Penduduk
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan bangsa Indonesia hampir menghadapi masa ageing population atau penuaan penduduk. Sebab, selama 50 tahun terakhir persentase penduduk lanjut usia di Indonesia meningkat dari 4,5 persen pada tahun 1971 menjadi 10,8 persen pada tahun 2022.
Angka tersebut diprediksi akan terus meningkat hingga mencapai 19,9 persen pada tahun 2045 berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS). Hasto mengatakan pihaknya terus mendorong agar para lansia tersebut dapat memiliki kualitas hidup yang baik dan tidak menjadi beban keluarga.
Menurut dia, terdapat dua hal yang perlu diperbaiki. Salah satunya adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM).
"Orang-orang mudanya nanti di tahun 2035, 2040 hingga 2045 itu akan jadi tulang punggung keluarga itu harus sehat dan harus bebas dari stunting," kata Hasto kepada Liputan6.com.
Dia menjelaskan, "Kalau bayi sekarang sekarang stunting, maka bayi ini kan 25 tahun lagi jadi tulang punggung keluarga sedangkan yang ditampung itu orang tuanya cukup banyak. Kalau yang nanggung itu tidak sehat tidak produktif bisa dibayangkan bonus demografi itu jadi kurang optimal."
Lalu, Hasto mengatakan kualitas SDM juga dapat meningkat jika jarak kelahiran anak tidak terlalu dekat. Misalnya jarak kelahiran minimal tiga tahun. Kemudian kualitas SDM terpenuhi ketika pelaksanaan Keluarga Berencana (KB), jumlah anak yang tidak terlalu banyak, hingga tidak menikah terlalu muda ataupun terlalu tua.
Menurut Hasto, melahirkan anak anak saat usia terlalu tua berpotensi adanya kecacatan. Kemudian diusahakannya para lansia tersebut dapat produktif nantinya.
"Sehingga bina keluarga lansia itu penting. BKKBN punya program GoLantang, Go lansia tangguh. Supaya lansia bisa terus produktif kita bina agar tidak terlalu membebani-lah anak-anaknya," ucapnya.
Program tersebut, kata Hasto, yaitu untuk mempermudah para lansia untuk melakukan konsultasi secara virtual. Untuk kegiatan offline, lanjut dia, setiap desa dan kelurahan ada gerakan bina keluarga lansia. Biasanya kegiatan tersebut dilakukan olah para penyuluh KB.
"Golantang itu online itu program-program yang kita lakukan bersama Kemenkes, ada posbindu agar mereka tetap sehat. Dan kita juga punya sekolah lansia, ini orang-orang lansia yang sekolah. Itu sekolah lansia khusus dari BKKBN di provinsi-provinsi ini juga beberapa kali lakukan wisuda," papar dia.
Lansia Berpendidikan Rendah
Sementara itu, lanjut Hasto, saat memasuki tahun 2035 setidaknya 100 penduduk produktif akan menanggung mendekati 50 penduduk tidak produktif. Atau pada tahun 2035 sampai Indonesia Emas 2045 para usia produktif akan kebanjiran lansia yang belum tangguh secara tabungan dan berpendidikan rendah.
"Dan lansia yang membanjiri nanti itu mayoritas orang yang tidak cukup ekonominya dan mereka yang pendidikan rendah harus diantisipasi dari sekarang," ujar Hasto.
Karena itu, Hasto meminta agar setiap daerah dapat meningkatkan program-program yang dapat menjaga kondisi kesehatan lansia dan meningkatkan angka harapan hidup.
"Jadi pemerintah daerah setempat harus betul-betul mengalokasikan jumlah anggaran untuk membina keluarga lansia. Dan pemerintah daerah udah beririsan dengan program kemiskinan ektrem banyak lansia dan janda-janda tua ini banyak bagian dari kemiskinan ektrem," Hasto menjelaskan.
Advertisement
Jepang Tawarkan Rp 117 Juta/Anak buat Keluarga yang Rela Pindah dari Tokyo
Jepang merupakan salah satu negara yang mengalami penuaan penduduk. Pemerintah Jepang bahkan menawarkan uang sebesar 1 juta Yen atau sekutar Rp117 juta per anak untuk keluarga yang mau pindah dari Tokyo. Hal tersebut sebagai upaya untuk mengatasi membeludaknya populasi di daerah tersebut.
Dikutip dari The Guardian, sebenarnya populasi di Tokyo sempat mengalami penurunan di tahun lalu. Namun, pemerintah Jepang meyakini bahwa penyusutan populasi dapat terjadi jika adanya dorongan warga kota untuk memulai kehidupan baru di daerah lain, khususnya daerah yang populasi lansia-nya lebih tinggi.
Daerah pegunungan di Tokyo dan sekitarnya juga dapat menjadi tujuan jika syarat juga terpenuhi. Rencananya insentif tersebut diberlakukan pada April mendatang yang sebelumnya besarannya hanya 300.000 yen, tapi kemudian dinaikkan lebih dari tiga kali lipat.
Insentif yang ditawarkan kepada warga yang tinggal di antara 23 distrik yang berada di Tokyo.Termasuk juga warga yang menetap di kawasan metropolitan inti di prefektur sabuk komuter di Saitama, Chiba, dan Kanagawa.
Sejumlah syarat juga harus terpenuhi seperti halnya warga harus tinggal di rumah baru mereka minimal selama lima tahun dan salah satu anggota rumah tangga harus bekerja atau berencana untuk membuka usaha baru. Kemudian mereka yang pindah sebelum lima tahun berlalu harus mengembalikan insentif tersebut secara tunai.
Untuk calon penerima insentif juga harus memenuhi satu dari tiga kriteria yang ada. Yaitu bekerja di perusahaan kecil atau menengah di daerah tempat mereka pindah, melanjutkan pekerjaan lama mereka melalui kerja jarak jauh, atau memulai bisnis di daerah baru mereka.
Lingkungan untuk Tinggal Lansia
Sementara itu, peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional, Marya Yenita Sitohang, meminta agar pemerintah Indonesia dapat belajar dari sejumlah negara untuk mengantisipasi fenomena penuaan penduduk. Misalnya untuk lingkungan tempat tinggal para lansia yang mencakup lingkungan fisik dan sosial.
Kata dia, beberapa negara seperti Inggris, Prancis, Singapura, dan Cina memberikan beberapa pilihan tempat tinggal untuk lansia selain bersama keluarga besarnya. Termasuk pelayanan untuk lansia hingga bantuan secara finansial.
"Lansia selalu memiliki pilihan untuk tinggal bersama keluarganya di dalam masyarakat, atau tinggal di sebuah institusi dengan fasilitas yang dibutuhkan lansia," kata Marya.