Sukses

KPK Yakin Permohonan Praperadilan Hakim Agung Gazalba Saleh Ditolak

Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, argumentasi KPK dalam jawaban yang sudah dibacakan sebelumnya telah dikuatkan oleh keterangan ahli dan alat bukti lainnya.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yakin permohonan praperadilan yang dilayangkan tersangka kasus dugaan suap penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA), Hakim Agung Gazalba Saleh akan ditolak oleh hakim. Putusan tersebut dijadwalkan dibacakan pada Selasa, 10 Januari 2022. 

"Argumentasi KPK dalam jawaban yang sudah dibacakan sebelumnya telah dikuatkan oleh keterangan ahli dan alat bukti lainnya," tutur Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan, Senin (9/1/2023).

 

Ali mengulas pernyataan saksi ahli Muhammad Arif Setiawan bahwa lingkup kewenangan praperadilan telah ditentukan dalam KUHAP yaitu memeriksa dan memutus sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, penghentian penuntutan, permintaan ganti rugi atau permintaan rehabilitasi apabila perkara tidak diajukan ke pengadilan. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 10 juncto Pasal 77 KUHAP.

"Praperadilan tidak masuk menentukan pembuktian kesalahan terdakwa," jelas dia.

Ali mengatakan, penetapan tersangka harus dilakukan pada tahap penyidikan. Penetapan tidak digantungkan pada waktu, melainkan sejak terpenuhinya bukti permulaan yang cukup yaitu sekurang-kurangnya dua alat bukti.

Mengenai pemeriksaan calon tersangka dalam Putusan MK Nomor 21 Tahun 2014, hal tersebut lebih untuk keperluan fair trial and due process of law. Namun, Mahkamah Konstitusi tidak menafsirkan apa itu calon tersangka dan tidak dibahas dalam putusan tersebut. 

"Ahli berpendapat calon tersangka itu adalah orang yang sudah diperiksa baik tahap penyelidikan maupun penyidikan baru menjadi tersangka. Yang penting sudah pernah diperiksa sebelum jadi tersangka, baik di tahap penyelidikan atau penyidikan," kata Ali.

 

2 dari 3 halaman

Begini Kata Saksi Ahli

Kemudian menurut saksi ahli Taufiq Rachman, segala peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan Undang-Undang KPK dinyatakan tidak berlaku berkaitan dengan eksistensi KPK.

Bahwa terhadap ketentuan dalam Pasal 17 Undang- undang Mahkamah Agung bertentangan dengan eksitensi KPK, di mana salam Pasal 3 UU KPK dinyatakan bahwa KPK termasuk dalam lembaga eksekutif yang dalam menjalankan kewenanganya dilakukan secara independen dan terlepas dari pengaruh manapun.

"Putusan MK terkait SPDP harus diberikan kepada terlapor, JPU tidak boleh lebih dari tujuh hari. Apabila alamatnya banyak maka acuannya adalah KTP dari terlapor," ujar Ali.

Selanjutnya, saksi ahli Emanuel Sujatmoko menyatakan bahwa KPK menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan atau eksekutif yang independen. Artinya, sambung Ali, kewenangan KPK tidak dapat dipengaruhi oleh kekuasaan lain termasuk Presiden lantaran KPK merupakan lembaga negara yang sederajat dengan Presiden dan tidak berada di bawah Presiden.

"Bahwa terkait dengan independensi KPK sebagaimana ketentuan Pasal 3 UU KPK, maka kembali ke dasar pemikiran lahirnya KPK, dibentuk lembaga khusus untuk menangani persoalan-persoalan TPK sehingga perlu ada kewenangan-kewenangan khusus yakni tidak dapat dipengaruhi oleh pihak lain. hal ini merupakan ratio legis atas independensi dari KPK," jelasnya. 

Ali mengatakan, kewenangan KPK yang tidak boleh dipengaruhi oleh pihak lain, khususnya dalam konteks penindakan adalah dalam rangka melaksanakan fungsi mulai dari penyelidikan, penyidikan sampai dengan penuntutan. Sebab, dalam proses melaksanakan fungsi tersebut akan ada tindakan-tindakan baik berupa tindakan materiil maupun tindakan hukum.

KPK pun dalam melaksanakan tindakan-tindakan misalnya penangkapan dan penahanan, tidak dapat dipengaruhi oleh pihak lain karena kewenangan itu merupakan bagian dalam rangka melaksanakan fungsi sehingga tidak bisa dipisahkan.

"Selain itu, dari 111 dokumen termasuk adanya beberapa komunikasi percakapan dari keterangan para saksi yang diperiksa ditahap penyidikan dengan tegas dapat memberikan kejelasan bahwa proses penyidikan perkara ini telah sesuai dengan ketentuan mekanisme hukum," Ali menandaskan.

 

3 dari 3 halaman

14 Orang Ditetapkan Tersangka

Diketahui, Gazalba Saleh tak terima dijerat sebagai tersangka oleh KPK. Dia mengajukan gugatan praperadilan ke PN Jaksel.

Dalam kasus suap penanganan perkara di MA ini KPK sudah menjerat 14 orang sebagai tersangka dalam kasus ini. Mereka yakni Hakim Agung Sudrajad Dimyati, Hakim Agung Gazalba Saleh, Prasetyo Nugroho (hakim yustisial/panitera pengganti pada kamar pidana MA sekaligus asisten Gazalba Saleh), Redhy Novarisza (PNS MA), Elly Tri Pangestu (hakim yustisial/panitera pengganti MA).

Kemudian Desy Yustria (PNS pada kepaniteraan MA), Muhajir Habibie (PNS pada kepaniteraan MA, Nurmanto Akmal, (PNS MA), Albasri (PNS Mahkamah Agung), Yosep Parera (pengacara), Eko Suparno (pengacara) Heryanto Tanaka (swasta/debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana), dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (swasta/debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana).

Teranyar, KPK menjerat Hakim Yustisial atau Panitera Pengganti Mahkamah Agung (MA) Edy Wibowo (EW).

Sudarajad Dimyati disangka menerima suap terkait dengan kasasi pailit Koperasi Simpan Pinjam (SKP) Intidana. Dimyati diduga menerima Rp 800 juta untuk memutus koperasi tersebut telah bangkrut.

Kasus kepailitan Koperasi Simpan Pinjam Intidana ini sendiri telah diputus oleh Mahkamah Agung. Dimyati yang menjadi hakim ketua dalam perkara itu menyatakan koperasi yang beroperasi di Jawa Tengah tersebut pailit.