Liputan6.com, Jakarta - Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) Mahmul Siregar, menyampaikan, UU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) adalah produk beleid yang memiliki perjalanan panjang hingga akhirnya disahkan.
Menurut dia, UU KUHP adalah kitab yang akan menggantikan Wet Book van Sraftrecht (WvS) yang menjadi warisan kolonial yang diberlakukan oleh Pemerintah Kolonial Belanda berdasarkan asas konkordansi di Indonesia.
Baca Juga
"Kajian, studi dan penelitian tentang konsep, gagasan, sistem KUHP Nasional sudah sejak lama dilakukan, dikonsultasikan dan diperdebatkan dengan melibatkan akademisi, pakar hukum, praktisi hukum dan tokoh masyarakat. Akhirnya, pada tanggal 2 Januari 2023 telah diundangkan UU No. 1 Tahun 2023 tentang KUHP," kata Mahmul seperti dikutip dari siaran pers, Selasa (10/1/2023).
Advertisement
Mahmul menambahkan, KUHP baru tentunya akan terdapat sejumlah pembaharuan jika dibandingkan dengan WvS warisan kolonial. Pembaharuan tersebut, lanjut dia, terjadi karena adanya perbedaan landasan filosofis, sosiologis dan yuridis.
"Hal itu disebabkan karena perbedaan cita dan politik hukum yang didasari atas keinginan sebuah masyarakat yang merdeka dan berdaulat. Melalui KUHP baru dalam UU No. 1 Tahun 2023 yang mengakomodir nilai-nilai religius, kearifan lokal dan keberagaman," jelas Mahmul.
Mahmul meyakini, bukan hal mudah dalam sosialisasi UU KUHP. Namun demikian, kelompok akademisi senantiasa mengajak para pakar untuk terlibat langsung dalam perumusan dan pembahasan KUHP Nasional ini.
"Sosialisasi tentu akan berperan penting dalam memberlakukan sebuah produk hukum dan kebijakan secara efektif," jelas dia.
Mahmul percaya, masih ada waktu yang cukup dalam sosialisasi UU KUHP. Sebab, beleid itu baru mulai berlaku setelah tiga tahun terhitung sejak tanggal diundangkannya. Artinya, selama tiga tahun tersebut harus dilakukan sosialisasi kepada seluruh komponen masyarakat.
"Selama sosialisasi tersebut nantinya akan mengandung sejumlah fungsi penting, antara lain fungsi edukasi, aspirasi dan persepsi," lanjut dia.
Mahmul memastikan, selama proses sosialisasi, para peserta merespon positif kegiatan tersebut. Salah satunya, respon para akademisi dan peserta yang memberikan banyak pertanyaan dan hal-hal penting yang didiskusikan dalam kegiatan sosialisasi ini.
"Hal tersebut penting, supaya perbedaan yang ada saat ini bisa didapatkan pemahaman yang sama dari makna yang terkandung dalam KUHP tersebut," tambah dia.
Perihal strategi kedepannya, Mahmul mengusulkan bahwa kedepannya, selain sosialisasi seperti ini, dilakukan model lainnya, seperti training of trainee (ToT) sehingga banyak ahli dan praktisi serta akademisi yang bisa mempelajari hal tersebut secara mendalam.
"Selain sosialisasi seperti ini, kedepannya kita akan mengusulkan untuk melakukan kegiatan ToT kepada akademisi dan para praktisi hukum (hakim, jaksa, polisi dan advocad). Tujuannya agar nantinya masyarakat bisa teredukasi melalui pakar hukum terkait," dia memungkasi.
Dukungan Kelompok Masyarakat Hukum Pidana
Sependapat dengan Mahmul, Rizkan Zulyadi selaku Ketua Kelompok Masyarakat Hukum Pidana & Kriminologi Indonesia (MAHUPIKI) Sumatera Utara, juga memberi dukungan atas disahkannya KUHP yang baru. Sebab menurut dia, KUHP baru bisa mengakomodir semua perspektif yang ada di kalangan masyarakat.
"KUHP baru ini sangat baik ya, karena mampu mengakomodir semua persoalan yang ada di kalangan masyarakat, baik secara adat maupun kehidupan masyarakat semuanya terlindungi," kata Rizkan.
Rizkan pun mengajak, masyarakat yang belum sepenuhnya memahami makna yang terkandung dalam KUHP tersebut untuk berdiskusi langsung dengan lembaga dan pihak yang berwenang. Hal tersebut dilakukan agar menghindari kesalahan informasi maupun penafsiran di golongan masyarakat.
"MAHUPIKI berkomitmen sebagai kepanjangan tangan dari pemerintah dalam mendistribusikan informasi dan memberikan edukasi kepada masyarakat, kami juga sangat terbuka dalam memberikan informasi tersebut kepada masyarakat karena ini sebagai komitmen dan tanggungjawab kami dalam mensosialisasikan KUHP," dia menutup.
Sebagai informasi, sosialisasi KUHP baru ini dilangsungkan dalam acara diskusi antara Akademisi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan Kelompok Masyarakat Hukum Pidana & Kriminologi Indonesia (MAHUPIKI) di Hotel Grand Mercure Medan Angkasa, Kota Medan, Sumatera Utara.
Acara ini menuai tanggapan positif dari segenap tokoh dan masyarakat. Hal itu terbukti dengan hadirnya ratusan peserta yang terdiri dari berbagai kelangan yang hadir, seperti pejabat daerah, ketua organisasi, praktisi hukum, tokoh masyarakat dan mahasiswa.
Â
Advertisement