Sukses

KSP: Perppu Cipta Kerja Sinkronkan Dorong Penyederhanaan Birokrasi

Menurut Fadjar, penyusunan Perppu Ciptaker sudah melalui proses menyerap aspirasi masyarakat dan memberikan penjelasan atau informasi ke publik untuk menghindari mispersepsi.

Liputan6.com, Jakarta - Keputusan Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja murni untuk mengakomodir kepentingan rakyat dan negara.

Tujuan Perppu ini antara lain membuka lapangan kerja yang lebih luas dan menyederhanakan proses birokrasi. 

"Penerbitan Perppu Cipta Kerja adalah upaya untuk mensinkronkan aturan regulasi yang sudah ada. Perppu ini juga menyederhanakan proses birokrasi agar dapat mendorong penciptaan perluasan kesempatan kerja dan juga perekonomian secara keseluruhan. Kami menilai tujuan itu bukan hanya mewakili satu elemen, tapi juga berdiri di atas kepentingan pekerja, pelaku UMKM dan sebagainya,” kata Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Fadjar Dwi Wisnuwardhani, Selasa (10/1/2022).

Pernyataan tersebut sekaligus membantah tudingan Perppu Ciptaker hanya mewakili kepentingan pengusaha. Fadjar yang merupakan Tenaga Ahli di bidang ekonomi mengatakan pengusaha justru mengeluhkan upah minimum dalam PP Nomor 78 tahun 2015 yang dianggap terlalu tinggi. Di satu sisi, pekerja mengeluhkan upah minimum yang dianggap rendah dalam aturan PP Nomor 36 tahun 2021.

Menurut Fadjar, penyusunan Perppu Ciptaker sudah melalui proses menyerap aspirasi masyarakat dan memberikan penjelasan atau informasi ke publik untuk menghindari mispersepsi.

"Formula upah minimum dalam Perppu Cipta Kerja menjadi bukti bahwa pemerintah memiliki keinginan untuk memoderasi, mendengarkan aspirasi dari masyarakat serta untuk berdiri di atas semua pihak dan kepentingan,” ujar Fadjar.

Fadjar menegaskan Presiden Joko Widodo selalu melihat kepentingan negara, kesejahteraan masyarakat, dan kelangsungan usaha.

Upaya Presiden dalam mengedepankan investasi pun bertujuan untuk menjaga keberlangsungan negara.

 

2 dari 2 halaman

Jelaskan Mispersepsi Hari Libur Kerja

Fadjar berpendapat persepsi tentang keberpihakan memang akan selalu muncul, baik dari sisi pengusaha maupun pekerja. Hal ini pun tidak hanya terjadi pada Perppu Cipta Kerja, tapi juga terjadi pada kebijakan-kebijakan pemerintah yang lainnya.

Fadjar juga meluruskan mispersepsi Perppu Ciptaker yang mengatur libur kerja satu hari dalam sepekan yang berkembang di publik.

"Pengaturan mengenai durasi hari kerja tidak mengalami perubahan. Hal ini tertuang dalam Perpu Cipta Kerja Pasal 77 Ayat 2 bagian Ketenagakerjaan dimana telah ditentukan bahwa waktu kerja adalah 7 jam sehari berlaku untuk 6 hari kerja dalam seminggu atau 8 jam sehari untuk 5 hari kerja dalam seminggu. Di luar waktu yang disepakati itu tentu dihitung sebagai overtime, tidak bisa bersifat sukarela pekerja,” jelas Fadjar.