Sukses

Hubungan NasDem-Demokrat-PKS Memanas, Anies Baswedan Bakal Gagal Jadi Capres 2024?

Hubungan NasDem-Demokrat-PKS Memanas, Anies Baswedan Bakal Gagal Jadi Capres 2024?

Liputan6.com, Jakarta Sempat menamakan koalisi perubahan, NasDem, PKS, serta Demokrat sampai hari ini belum mengumumkan secara resmi kebersamaan. Alih-alih semakin mesra, hubungannya memanas.

Hal ini dipicu pernyataan Wakil Ketua Umum Partai NasDem Ahmad Ali yang menyebut, jika ada yang mengajukan syarat terlebih memaksakan nama atau kadernya untuk membangun koalisi bakal bubar.

Bahkan sebelum ini, berkali-kali ada pernyataan segera mengumumkan koalisi, hal itu juga langsung dibantah. Entah, PKS maupun dari Demokrat.

Demokrat disebut mengusulkan nama Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Sedangkan, PKS juga tak mau kalah untuk memasang nama Ahmad Heriyawan (Aher).

"Saya melihat bahwa soal cawapres ini memang belum ketemu. Bisa jadi memang NasDem tak menginginkan sosok AHY, sehingga koalisi itu belum terbentuk," kata Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, Kamis (12/1/2023).

Dia mengingatkan, jika memang ingin membentuk koalisi, maka harus bisa meninggalkan ego masing-masing dan bersatu. Karena yang dirugikan adalah bakal calon presiden Anies Baswedan.

"Kalau saling keukeuh, saling tolak, dan saling tidak terima, koalisi tidak akan terbentuk. Dan akan merugikan Anies Baswedan," ungkap Ujang.

Seandainya, NasDem juga tak mendapat titik temu dengan kedua parpol tersebut, bisa membuat mereka dengan Anies ketinggalan gerbong.

"Prinsipnya kalau ingin berkoalisi, ingin bersatu, harus mengalah satu sama lain dan mencari figur yang terbaik dan cawapres yang cocok untuk Anies Baswedan dan harus menang," kata Ujang.

 

2 dari 3 halaman

Bakal Merugi

Pengamat politik Arifki Chaniago mengatakan hal tersebut adalah dinamika. Menurut dia, koalisi antara ketiga partai akan sulit menentukan titik temu bahkan berpotensi bubar saat para anggotanya terus tarik-menarik kepentingan pribadi.

"Koaliasi berpotensi bubar jika terjadi tekanan untuk mengusung cawapres Anies dari PKS dan Demokrat. Dengan dideklarasikannya Anies oleh NasDem lebih awal tentu berdampak positif terhadap NasDem, meski kepastian Anies bakal maju sebagai capres hingga saat ini masih dilematis," kata dia melalui pesan singkat diterima, Kamis (12/1/2023).

Arifki meyakini akan menjadi kerugian berganda bagi Demokrat dan PKS jika koalisi berujung bubar.

Sebab, keduanya sama-sama tidak mendapat efek ekor jas dari Anies yang diyakini mampu mendongkrak elektabilitas suara pada Pemilu 2024 nanti.

"Kedua partai ini berharap dengan ‘efek Anies’ apalagi dipasangkan dengan kadernya sebagai Cawapres berdampak pada suara partai. Hal itu tentu sulit diperoleh Demokrat dan PKS di koalisi lain karena kedua partai itu dicap sebagai oposisi," kata dia.

 

3 dari 3 halaman

AHY Masih Belum Mengalah

Sementara, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengaku tidak ambil pusing, dengan ancaman NasDem yang akan membubarkan koalisi bila Demokrat atau PKS menginginkan kadernya jadi calon wakil presiden.

Sebab menurut AHY, Demokrat adalah inisiator dari koalisi perubahan jauh sebelum ada wacana apapun, termasuk sosok capres dan cawapres.

“Saya tegaskan, semangat perubahan dan perbaikan itu jauh sudah kami keluarkan sebelum ada wacana apa pun terkait dengan koalisi atau pasangan (capres dan cawapres) kalau tadi pertanyaannya apakah akan (tetap) bergabung kepada koalisi perubahan? Justru kami termasuk yang menginisiasi dan menggelorakan semangat perubahan,” kata AHY saat jumpa pers di Kantor DPP Demokrat, Jakarta, Kamis (12/1/2023).

AHY pun menegaskan akan membuka ruang untuk membahas siapa yang akan dicalonkan menjadi calon wakil presiden.

“Jika ada tokoh lain yang kira-kira dianggap bisa dipasangkan? saya kembali kepada jawaban saya tadi di awal bahwa kita diskusikan, kita buka bersama ruang yang tersedia,” jelas AHY.

AHY ingin siapa pun yang dipasangkan dengan Anies Baswedan nantinya tidak berdasarkan faktor suka atau tidak suka dari individu atau kelompok tertentu. Dia mendorong, semua ditetapkan berdasar parameter yang objektif.

“Tidak boleh berdasarkan like, nggak boleh asal suka atau tidak suka. Kami ingin membangun komunikasi politik yang rasional, objektif, aktual dan faktual dengan mendengar dan jangan hanya percaya pada statistik yang belum tentu bisa dikonfirmasi,” AHY menutup.