Sukses

Kantongi Alat Bukti Lain, KPK Pastikan Kembangkan Kasus Lukas Enembe

KPK telah menangkap Gubernur Papua Lukas Enembe yang telah berstatus tersangka sejak September 2022 lalu. Enembe diduga menerima suap dan gratifikasi Rp10 miliar terkait proyek infrastruktur di Papua.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan akan mengembangkan kasus dugaan suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua yang menjerat Gubernur Lukas Enembe.

Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri menyebut, pihaknya tak akan berhenti dengan sangkaan suap dan gratifikasi yang kini diusut. Ali memastikan akan mengembangkan kasus itu lewat data dan informasi yang dimiliki KPK.

"Kami terus kembangkan data dan informasi yang sudah dimiliki," ujar Ali dalam keterangannya, Minggu (15/1/2023).

Namun Ali enggan memerinci data yang sudah dikantongi penyidik terkait kasus Lukas saat ini. Dia meyakini pengembangan kasus dalam perkara ini sangat memungkinkan.

"Saat ini sudah ada alat bukti lain yang kami miliki, baik keterangan saksi, surat, maupun petunjuk," ucap Ali.

Sebelumnya, KPK resmi menahan Gubernur Papua Lukas Enembe, tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di Pemprov Papua. Meski begitu, kondisi kesehatan membuatnya langsung dibantarkan ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto, Jakarta.

"Mempertimbangkan keadaan dan kondisi Lukas Enembe melakukan tindakan hukum pembantaran untuk sementara, perawatan sementara di RSPAD, sejak hari ini sampai kondisi membaik," kata Ketua KPK Firli Bahuri kepada wartawan, Rabu (11/1/2023).

Dia mengatakan Lukas Enembe seharusnya menjalani penahanan di Rutan Guntur KPK selama 20 hari ke depan, terhitung tanggal 11 Januari 2023 sampai dengan 31 Januari 2023. Nantinya, KPK, IDI, dan dokter dari RSPAD akan melihat perkembangan kesehatan Lukas Enembe sebelum dilakukan pemeriksaan atas kasus yang menjeratnya.

 

2 dari 2 halaman

Enembe Diduga Terima Suap dan Gratifikasi Rp10 M

Dalam kasus ini Lukas Enembe diduga menerima suap atau gratifikasi sebesar Rp10 miliar. KPK juga telah memblokir rekening dengan nilai sekitar Rp76,2 miliar.

Kasus ini bermula saat Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijatono Lakka mendapatkan proyek infrastruktur usai melobi Lukas Enembe dan beberapa pejabat Pemprov Papua. Padahal perusahaan Rijatono bergerak dibidang farmasi.

Kesepakatan yang disanggupi Rijatono dan diterima Lukas Enembe serta beberapa pejabat di Pemprov Papua di antaranya yaitu adanya pembagian persentase fee proyek hingga mencapai 14 % dari nilai kontrak setelah dikurangi nilai PPh dan PPN.

Setidaknya, ada tiga proyek yang didapatkan Rijatono. Pertama yakni peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar. Lalu, rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar. Terakhir, proyek penataan lingkungan venue menembang outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.

Dari tiga proyek itu, Lukas diduga sudah menerima Rp1 miliar dari Rijatono.

Dalam kasus ini, Lukas disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara itu, Rijatono disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.