Sukses

Lukas Enembe Diduga Punya Backing-an, KPK: Tak Ada yang Lebih Kuat dari Undang-Undang

Menurut Firli, tak ada alasan bagi KPK takut dengan para koruptor meski mereka memiliki dukungan dari orang hebat di negara ini.

Liputan6.com, Jakarta Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menyebut lembaga antirasuah tak takut dengan orang belakang atau backing-an dari Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe. Firli menegaskan KPK memiliki kekuatan secara lembaga dalam menindak siapa pun yang melakukan tindak pidana korupsi.

"Karena KPK dengan kekuatan yang dimiliki, tahu caranya mengeksekusi segala tindakan para pejabat yang selama ini mendapatkan 'backing' atau penjamin dari orang berkuasa," ujar Firli dalam keterangannya, Senin (16/1/2023).

Firli mengatakan tidak ada backing-an yang lebih kuat dibandingkan undang-undang. Menurut Firli, tak ada alasan bagi KPK takut dengan para koruptor meski mereka memiliki dukungan dari orang hebat di negara ini.

"Tidak ada tempat yang aman bagi koruptor, kecuali di tempat penebusan dosa, yaitu rumah tahanan," kata Firli.

Firli menegaskan KPK bisa bekerja sama dengan banyak pihak untuk menghalau orang di balik para koruptor. Apalagi, kata Firli, lembaga yang kini dia pimpin memiliki suara masyarakat sebagai senjata pemberantasan rasuah di Indonesia.

"KPK meminta bantuan semua pihak untuk bersama-sama melangkah membersihkan korupsi dari negeri ini, jangan ada penundaan dalam niat membersihkan korupsi dengan kerja sama kolektif," Firli menandaskan.

KPK menjerat Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua. 

Dalam kasus ini Lukas Enembe diduga menerima suap atau gratifikasi sebesar Rp10 miliar. KPK juga telah memblokir rekening dengan nilai sekitar Rp76,2 miliar.

 

2 dari 2 halaman

Lukas Enembe Terima Fee Rp 1 Miliar

Kasus ini bermula saat Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijatono Lakka mendapatkan proyek infrastruktur usai melobi Lukas Enembe dan beberapa pejabat Pemprov Papua. Padahal perusahaan Rijatono bergerak dibidang farmasi.

Kesepakatan yang disanggupi Rijatono dan diterima Lukas Enembe serta beberapa pejabat di Pemprov Papua di antaranya yaitu adanya pembagian persentase fee proyek hingga mencapai 14 % dari nilai kontrak setelah dikurangi nilai PPh dan PPN.

Setidaknya, ada tiga proyek yang didapatkan Rijatono. Pertama yakni peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar. Lalu, rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar. Terakhir, proyek penataan lingkungan venue menembang outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.

Dari tiga proyek itu, Lukas diduga sudah menerima Rp1 miliar dari Rijatono.

Dalam kasus ini, Rijatono disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara itu, Lukas disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.