Sukses

Kuasa Hukum: Tak Ada Bukti Kuat Ma’ruf Terlibat, Bharada E yang Tembak Brigadir J

Menurut Irwan, Kuat Ma’ruf tidak menjalin komunikasi dengan Ferdy Sambo, sehingga dugaan terlibat pembunuhan berencana dan mengikuti skenario pun menjadi tidak terbukti

Liputan6.com, Jakarta - Jelang sidang tuntutan kasus pembunuhan berencana Brigadir J, kuasa hukum terdakwa Kuat Ma’ruf, Irwan Irawan menyampaikan bahwa kliennya tidak terlibat dalam pembunuhan Yoshua Hutabarat. Atas dasar itu, dia berharap jaksa penuntut umum (JPU) menuntut bebas Kuat Ma’ruf.

“Harapannya dituntut bebas karena dari fakta-fakta persidangan tidak satu pun alat bukti yang mengarah adanya keterlibatan KM dalam penembakan Yoshua di Duren Tiga, sebagaimana isi dakwaan JPU,” tutur Irwan kepada wartawan, Senin (16/1/2023).

Menurut Irwan, Kuat Ma’ruf tidak menjalin komunikasi dengan Ferdy Sambo, sehingga dugaan terlibat pembunuhan berencana dan mengikuti skenario pun menjadi tidak terbukti. Sama halnya dengan pidana pembunuhan biasa, yang melakukan adalah terdakwa Bharada E.

“Ada dua lokasi yang diduga awal adanya perencanaan pembunuhan Pasal 340): Magelang dan Saguling. Di kedua lokasi ini KM sama sekali tidak pernah berkomunikasi dengan FS. Kalau Pasal 338 KM sama sekali tidak terlibat karena yang melakukan penembakan sampai tewasnya Yoshua adalah Richard,” kata Irwan.

Pihak keluarga Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J meminta jaksa penuntut umum (JPU) melayangkan tuntutan pidana mati terhadap terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana, yakni Ferdy Sambo, Putri Chandrawathi, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf. Hanya saja untuk terdakwa Richard Eliezer alias Bharada E, kubu Brigadir J meminta JPU menuntutnya dengan hukuman ringan.

"Bagi terdakwa yang tidak jujur, yang justru memfitnah dengan tuduhan Yosua telah memperkosa PC, yang keterangannya dalam persidangan berbelit-belit, menyembunyikan kebenaran, sangat berharap agar JPU akan melakukan tuntutan dengan hukuman yang maksimal sesuai ancaman hukuman Pasal 340 atau hukuman mati," tutur Tim Kuasa Hukum Keluarga Brigadir J, Johanes Raharjo, kepada wartawan, Minggu (15/1/2023).

Dia meminta JPU dapat melayangkan tuntutan sesuai dengan harapan keluarga Brigadir J, sebagaimana dalam dakwaan awal yakni Pembunuhan Berencana Primer Pasal 340 KUHP sekunder Pembunuhan Biasa Pasal 338 KUHP Subsider juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

"Namun, bagi terdakwa Richard Eliezer karena telah mengungkap dan memberi keterangan dengan jujur sesuai kebenaran, dan RE telah tulus meminta maaf kepada keluarga Yosua, maka harapan kami tentunya JPU mempertimbangkan tuntutan terhadap terdakwa RE dengan tuntutan yang seringan-ringannya," jelas dia.

 

2 dari 2 halaman

Masuk Tahap Tuntutan

Sidang kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J atas terdakwa Eks Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo, akhirnya bakal masuk ke tahap pembacaan tuntutan dari jaksa penuntut umum, pada Selasa (17/1/2023) pekan depan.

Usai melewati berbagai tahapan agenda pemeriksaan selama persidangan, Majelis Hakim mempersilakan Ferdy Sambo untuk menyampaikan apa yang dirasakannya ketika terseret dalam perkara ini.

"Setelah proses rangkaian penyidikan, rangkaian persidangan sampai saatnya Saudara diperiksa sebagai terdakwa, apa yang Saudara mau sampaikan," kata hakim kepada Sambo sebelum mengakhiri sidang di PN Jakarta Selatan, Selasa (10/1/2023).

Lantas, Sambo menyampaikan jika dirinya telah merasa bersalah dan menyesal. Kesadaran itu terpikir ketika menjalani penahanan selama 151 hari Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok.

"Saya merasa bersalah karena emosi menutup logika saya. Saya menyampaikan rasa bersalah ini dan penyesalan yang pertama kepada keluarga korban karena emosi saya kemudian menyebabkan putra keluarga Yosua bisa meninggal dunia," ucap Sambo.

Kemudian, Sambo menyampaikan rasa penyesalan kepada Richard Eliezer alias Bharada E, Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuat Maruf, dan Putri Candrawathi yang harus ikut terseret bertanggung jawab dalam perkara ini.

"Rasa penyesalan dan bersalah kedua saya sampaikan kepada saudara Richard Eliezer karena perintah hajar itu kemudian dilakukan penembakan, itu saya akan bertanggung jawab dan saya merasa bersalah dan menyesal untuk itu," sebutnya.

"Ketiga saya menyampaikan rasa bersalah dan penyesalan yang dalam pada istri saya (Putri Candrawathi), Ricky dan Kuat yang harus saya libatkan dalam cerita tidak benar di Duren Tiga, sehingga mereka harus menjadi terdakwa sekarang," tambah dia.