Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali membawa Gubernur Nonaktif Papua Lukas Enembe (LE) ke RSPAD Gatot Subroto, Jakarta. Sebelum ditangani rumah sakit, tersangka kasus dugaan korupsi yakni suap dan gratifikasi proyek infrastruktur itu tengah menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih, Kuningan, Jakarta Selatan.
“Informasi yang kami peroleh, LE dibawa ke RSPAD hanya untuk rawat jalan atas rekomendasi dokter KPK,” tutur Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Selasa (17/1/2023).
Ali menyatakan tidak ada keperluan mendesak atas dibawanya Lukas Enembe ke RSPAD Gatot Subroto. Menurutnya, hal itu dilakukan dalam rangka penanganan obat-obatan.
Advertisement
“Sejauh ini tidak ada keadaan yang urgent. Yang bersangkutan perlu konsultasi dan pemeriksaan dokter terkait pergantian dan penambahan obat-obatan yang dibutuhkan,” kata Ali.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pemeriksaan terhadap Gubernur Nonaktif Papua Lukas Enembe (LE), tersangka kasus korupsi dalam hal ini suap dan gratifikasi proyek imfrastruktur di Pemprov Papua.
Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri menyampaikan, Lukas Enembe diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Rijatono Lakka (RL) selaku Direktur PT Tabi Bangun Papua.
Selain itu, KPK menyarankan Yulce Wenda, istri Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe bersedia hadir dalam proses pemeriksaan sebagai saksi kasus dugaan suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua.
"Kami ingatkan kepada saksi, hadir dulu ketika nanti dipanggil karena itu kewajiban, dan sampaikan bila akan menolak memberikan keterangan sebagai saksi untuk tersangka LE (Lukas Enembe)," ujar Kabag Pemberitaan KPKAli Fikri dalam keterangannya, Minggu (15/1/2023).
Yulce diketahui akan menolak menjadi saksi bagi Lukas Enembe dengan alasan sebagai keluarga inti. Meski hal tersebut diperbolehkan secara hukum, namun Ali tetap meminta Yulce hadir terlebih dahulu menghadap tim penyidik.
Menurut Ali, tim penyidik membutuhkan keterangan untuk melengkapi berkas penyidikan para tersangka dalam kasus ini.
"Kami panggil seseorang sebagai saksi karena pasti ada kebutuhan penyelesaian berkas perkara kedua tersangka baik LE maupun RL (Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijatono Lakka)," kata Ali.
Ditahan KPK
Sebelumnya, KPK resmi menahan Gubernur Papua Lukas Enembe, tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di Pemprov Papua. Meski begitu, kondisi kesehatan membuatnya langsung dibantarkan ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto, Jakarta
"Mempertimbangkan keadaan dan kondisi Lukas Enembe melakukan tindakan hukum pembantaran untuk sementara, perawatan sementara di RSPAD, sejak hari ini sampai kondisi membaik," kata Ketua KPK Firli Bahuri kepada wartawan, Rabu (11/1/2023).
Dia mengatakan Lukas Enembe seharusnya menjalani penahanan di Rutan Guntur KPK selama 20 hari ke depan, terhitung tanggal 11 Januari 2023 sampai dengan 31 Januari 2023. Nantinya, KPK, IDI, dan dokter dari RSPAD akan melihat perkembangan kesehatan Lukas Enembe sebelum dilakukan pemeriksaan atas kasus yang menjeratnya.
Dalam kasus ini Lukas Enembe diduga menerima suap atau gratifikasi sebesar Rp10 miliar. KPK juga telah memblokir rekening dengan nilai sekitar Rp76,2 miliar.
Kasus ini bermula saat Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijatono Lakka mendapatkan proyek infrastruktur usai melobi Lukas Enembe dan beberapa pejabat Pemprov Papua. Padahal perusahaan Rijatono bergerak dibidang farmasi.
Kesepakatan yang disanggupi Rijatono dan diterima Lukas Enembe serta beberapa pejabat di Pemprov Papua di antaranya yaitu adanya pembagian persentase fee proyek hingga mencapai 14% dari nilai kontrak setelah dikurangi nilai PPh dan PPN.
Setidaknya, ada tiga proyek yang didapatkan Rijatono. Pertama yakni peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar. Lalu, rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar.
Terakhir, proyek penataan lingkungan venue menembang outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar. Dari tiga proyek itu, Lukas diduga sudah menerima Rp1 miliar dari Rijatono.
Dalam kasus ini, Rijatono disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu, Lukas disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Advertisement