Sukses

HEADLINE: Panas Dingin Hubungan NasDem dengan Demokrat dan PKS, Nasib Koalisi Perubahan?

Awal tahun 2023, hubungan koalisi yang digadang-gadang siap mengusung Anies Baswedan sebagai calon presiden di Pilpres 2024, ternyata memanas.

Liputan6.com, Jakarta Awal tahun 2023, hubungan koalisi yang digadang-gadang siap mengusung Anies Baswedan sebagai calon presiden di Pilpres 2024, rupanya memanas. NasDem, Demokrat, dan PKS yang sering membagikan kemesraannya mulai saling sindir.

Hal ini dipicu lantaran NasDem mengklaim ada yang mengajukan syarat koalisi yang kemudian dikaitkan dengan pendamping Anies Baswedan. Koalisi yang tak kunjung secara resmi mengumumkan kebersamaan mereka ini kian dianggap goyah.

Bahkan, Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), yang digadang-gadang kuat masuk nominasi teratas pendamping Anies, sempat terkesan meminta alasan kenapa dirinya tak dipilih dengan cepat sebagai bakal calon wakil presiden.

Namun, Koordinator Juru Bicara Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra membantah adanya perselisihan. Apalagi ngotot soal capres-cawapres.

"Demokrat tidak ada ngotot capres atau cawapres harus siapa. Kami juga sepakat, tidak boleh pula ada yang ngotot capres atau cawapres tidak boleh siapa. Semua dibahas bersama, semua didalami bersama," kata dia kepada Liputan6.com, Rabu (18/1/2023).

Herzaky juga menepis soal kabar nama AHY, ketua umumnya ditolak sebagai pendamping Anies di koalisi. Menurutnya, sejauh ini baru membahas kriteria saja.

"Belum ada itu usul-usul AHY, apalagi usulan AHY sebagai cawapres ditolak. Kita baru bahas kriteria dan cara menentukan capres-cawapresnya," ungkap dia.

Herzaky mengungkapkan, jika bicara capres-cawapres, Demokrat, PKS, dan NasDem masih fokus kriteria.

"Mana yang bisa membawa kemenangan, mana yang merupakan representasi atau wajah perubahan. Namanya saja Koalisi Perubahan, kan tidak mungkin capres-cawapresnya sosok yang lebih lekat dengan status quo," kata dia.

Sehingga, soal koalisi semuanya masih berproses. Sekarang ini sudah ada kesepakatan.

"Masih terus berproses. Mohon doanya saja. Sudah banyak kesepahaman dan kesepakatan yang dicapai," kata Herzaky.

Senada, juru bicara PKS Muhammad Kholid, membenarkan bahwa ketiga partai ini sedang berproses untuk terus menyerap harapan masyarakat melalui poros perubahan yang diciptakan.

"Kami berharap tim kecil tuntas bahas di bulan ini, dan bulan Februari bisa ada kesepakatan bersama," jelas dia kepada Liputan6.com, Rabu (18/1/2023).

Meski demikian, Kholid tak menepis bawah PKS mendukung Anies, sembari mengajukan kadernya sebagai cawapresnya.

"PKS mengajukan kadernya sebagai calon wakil presiden. Namun kami siap untuk duduk bersama, mencari format kandidat yang terbaik. Prinsipnya kami semua ingin menang, jadi kandidat yang harus kita ajukan harus punya kapasitas menang yang paling tinggi, disamping juga punya kapasitas memimpin," ungkap dia.

Dia pun menepis bahwa partainya menolak nama AHY sebagai cawapres untuk Anies.

"Kami tidak menolak AHY. Prinsipnya siapa pun yang punya kapasitas menang paling tinggi, punya kapasitas memimpin, punya kapasitas mempersatukan dan juga diterima oleh capres, PKS akan terima," kata Kholid.

Sementara, Wakil Sekretaris Jenderal Partai NasDem, Hermawi Taslim menampik bahwa koalisi yang tengah dibangun mengalami keretakan.

"Semua on process termasuk soal wapres. Koalisi tetap kompak, hampir tidak ada hambatan, semua lancar-lancar aja," jelasnya kepada Liputan6.com, Rabu (18/1/2023).

Meski demikian, Hermawi tak mengiyakan maupin membantah bahwa nama AHY ditolak sebagai pendamping Anies. "Masih dalam penggodokan," kata dia.

Dia memilih irit bicara, karena semuanya masih diramu. Sehingga, pada waktunya nanti akan disampaikan terbuka ke publik.

"Saya belum mau menginfokan nama, karena semua dalam proses penggodokan," pungkasnya.

 

Gambaran Hasil Survei Terakhir

Dalam hasil survei Indikator Politik Indonesia yang dirilis pada 4 Januari 2023, pasangan Anies-AHY di bulan Desember meraih suara dari responden sebanyak 30,8 persen.

Pasangan ini mampu mengalahkan Prabowo Subianto-Bahlil dengan raihan 20 persen. Namun, tak bisa mengalahkan pasangan Ganjar-Erick Thohir yang meraih 38 persen.

Bahkan, saat Prabowo bersama Khohifah yang meraih 22,2 persen, pasangan Anies-AHY justru meraih 29,6 persen dan tetap kalah dari Ganjar-Erick yang meraih 37,4 persen.

Akan tetapi dalam simulai tiga capres, AHY tertinggi mendapatkan 27,6 persen sebagai sosok yang paling pantas mendampingi AHY. Di bawahnya menyusul Gubenur Jawa Barat Ridwan Kamil 26,2 persen dan posisi ketiga ada nama Menparekraf Sandiaga Uno dengan raihan 16,9 persen.

Adapun survei Indikator Politik Indonesia diselenggarakan pada 1-6 Desember 2022. Populasi survei ini adalah seluruh warga negara Indonesia yang punya hak pilih dalam pemilihan umum, yakni mereka yang sudah berumur 17 tahun atau lebih, atau sudah menikah ketika survei dilakukan.

Penarikan sampel menggunakan metode multistage random sampling. Dalam survei ini jumlah sampel sebanyak 1.220 orang. Sampel berasal dari seluruh Provinsi yang terdistribusi secara proporsional.

Dengan asumsi metode simple random sampling, ukuran sampel 1.220 responden memiliki toleransi kesalahan (margin of error--MoE) sekitar ±2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Responden terpilih diwawancarai lewat tatap muka oleh pewawancara yang telah dilatih. Quality control terhadap hasil wawancara dilakukan secara random sebesar 20 persen dari total sampel oleh supervisor dengan kembali mendatangi responden terpilih (spot check). Dalam quality control tidak ditemukan kesalahan berarti.

 

2 dari 3 halaman

Menanti Hari Baik

Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago mengatakan, secara chemistry ketiga parpol ini sebenarnya tidak ada masalah. Malah dianggapnya tinggal menanti hari baik untuk mengumumkan kebersamaan mereka.

"Koalisi ini belum deadlock dan koalisi ini belum bubar, koalisi juga belum ada kemajuan. Karena belum ada cawapresnya, belum ada partai pengusung Aniesnya," kata dia kepada Liputan6.com, Rabu (18/1/2023).

Pangi menegaskan, sebenarnya sudah jelas soal cawapres ini yang telah disepakati, bahwa Anies yang berhak menentukannya. Sehingga, sebenarnya tinggal menunggu saja.

"Pasangan yang dipaksakan juga enggak baik, harusnya chemistry-nya harus sama dengan Anies. Anies yang tahu mana yang terbaik untuk beliau," ungkap dia.

Pangi menuturkan, semuanya akan didasari apakah cawapres yang mendampingi Anies di Pemilu 2024 akan membawa kemenanganan atau tidak.

"Karena Anies belum tahu itu, lawannya siapa. Mereka juga enggak berani. Saya menduga, karena mereka tidak mau kebaca strategi politiknya. Karena kalau jauh-jauh hari, kebaca strateginya, bahkan bahaya juga bagi Anies," jelas dia.

Karena hal inilah, sebenarnya baik Anies maupun tiga partai terjebak dalam politik injury time atau dibuat menunggu.

"Masing-masing dari mereka tidak mau kebuka strateginya dari awal," kata Pangi.

Dia menuturkan, sejumlah nama baik dari AHY, Aher, Khofifah, bahkan Andika Perkasa merupakan cawapres potensial bagi Anies. Tinggal dikakulasikan saja secara matematika politik.

"Mana cawapres yang layak dijual, yang menaikkan elektabilitas Anies, yang menyumbang, menambah pemilih Anies," tegas pangi.

Senada, Direktur Eksekutif Lembaga Survei KedaiKOPI Kunto Adi Wibowo menyebut terlalu dini memprediksi koalisi NasDem, PKS, dan Demokrat ini akan segera diumumkan atau justru layu sebelum berkembang.

"Karena kan dinamika politik ini semakin kuat, semakin kencang menjelang lebaran apalagi setelah lebaran. Banyak variabel yang harus dipertimbangkan," kata dia kepada Liputan6.com, Rabu (18/1/2023).

Namun, Kunto meyakini tiga parpol ini tetap bersama. Tinggal menanti waktunya saja.

Dia pun mengkritik bahwa yang keluar sekarang adalah masalah siapa pendamping Anies atau pasangan yang maju, tapi melupakan gagasan apa yang hendak dibawa.

"Ngomongan ide perubahannya mana? Ide perubahannya kemana? perubahan tentang ekonomikah, apa kabar Cipta Kerja jika Mas Anies terpilih, koalisi ini punya sikap apa terhadap Perppu Cipta Kerja atau dengan hal-hal yang lain di republik ini. Jadi menurutku itu lebih penting daripada sekedar ngomongin orang, yang jadi cawapres siapa," kata Kunto.

Dia menegaskan, hal inilah yang bisa membuat publik malas. Karena, akhirnya partai-partai ini tetap mengedepankan kepentingan mereka sendiri, ketimbang kepentingan masyarakat yang lebih besar.

"Sehingga mari kita lihat sebagai obyektif (soal koalisi ini terbentuk atau tidak). Karena banyak variabel-variabel ketidakpastian," jelas Kunto.

 

3 dari 3 halaman

Dirawat Sejak Dini

Analis Politik dan Direktur Eksekutif Indonesia Political Power, Ikhwan Arif berharap kebersamaan ketiga partai dirawat sejak dini, dengan salah satunya tak mengambil cawapres dari luar koalisi.

"Citra partai politik akan dipertaruhkan, sebaiknya nominasi kandidat pendamping Anis berasal dari dalam induk koalisi perubahan. Jika yang disodorkan kandidat dari luar koalisi bisa saja koalisi jalan ditempat. Apalagi sejauh ini poros perubahan belum juga mendeklarasikan koalisi secara resmi," kata dia kepada Liputan6.com, Rabu (18/1/2023).

Karena itu, menurut Arif, idealnya pendamping Anies adalah kader partai poros perubahan antara AHY atau Ahmad Heryawan untuk menjaga citra partai politik pendukung dan pertimbangan efek ekor jas.

"Ini yang menurut saya pentingnya mendukung kandidat dari dalam koalisi atau dari kader partai politik sendiri. Sebab kelemahannya Anies ada pada kekuatan partai politik karena dia bukan berasal dari Kader partai. Kalau NasDem sendiri yang bekerja keras mendukung Anis, peluang Anis untuk menang di Pilpres juga semakin kecil," ungkap dia.

Jika pun nama cawapresnya dair luar, lanjut Arif, hanya NasDem dan PKS yang serius mendukung Anies.

"Karena sejauh ini Demokrat sangat rentan hengkang dari poros perubahan karena bersikukuh menyodorkan nama AHY sebagai cawapres. Kerawanan poros perubahan ada pada faktor cawapres pendamping Anies. Dibandingkan PKS, Demokrat lebih berpotensi hengkang dari poros koalisi perubahan apabila ketua umum partainya sendiri AHY tidak dipilih sebagai bakal cawapres," kata dia.