Sukses

Divonis 2 Tahun, Konsultan Pajak PT Jhonlin Baratama Agus Susetyo Ajukan Banding

Konsultan pajak PT Jhonlin Baratama, Agus Susetyo divonis dua tahun pidana penjara dan denda Rp100 juta subsider tiga bulan kurungan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor.

Liputan6.com, Jakarta - Konsultan pajak PT Jhonlin Baratama, Agus Susetyo divonis dua tahun pidana penjara dan denda Rp100 juta subsider tiga bulan kurungan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Agus dinilai terbukti memberikan suap sebesar SGD3,5 juta kepada para mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu).

"Mengadili, menyatakan terdakwa Agus Susetyo terbukti secara sah dan meyakinkan terbukti bersalah sebagaimana dalam dakwaan alternatif pertama penuntut umum," kata Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri dalam putusannya di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (19/1/2023).

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa selama dua tahun dan denda sebesar Rp100 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar dipidana dengan kurungan selama tiga bulan," Fahzal menambahkan.

Selain itu, hakim juga menjatuhkan pidana tambahan kepada konsultan pajak perusahaan Syamsudin Andi Arsyad alias Haji Isam itu untuk membayar uang pengganti senilai Rp5 miliar.

Usai mendengarkan vonis, Agus menyatakan tak terima dan mengajukan banding.

"Yang Mulia Majelis Hakim yang telah memutus saya bersalah seperti yang disampaikan dalam pertimbangannya hampir 100 persen berdasarkan tuntutan dari penuntut umum serta mengesampingkan apa yang kami sampaikan dalam pledoi. Fakta persidangan beserta bukti 100 persen tidak ada satu pun yang dipertimbangkan, maka saya sangat keberatan dan saya menyatakan banding," kata Agus di ruang sidang.

Usai sidang, Agus membeberkan sejumlah alasan dirinya mengajukan banding. Yang paling utama yakni lantaran hakim tak mempertimbangkan sama sekali pleidoi atau nota pembelaan yang dia sampaikan dalam sidang sebelumnya.

"Misalnya uang Rp59 miliar itu dibuat tahun 2017, dibuat seolah dibayar 59 miliar, padahal wajib pajak tidak mengajukan restitusi. Faktanya wajib pajak menjatuhkan restutusi untuk masa pajak Desember 2017. Itu hak dari wajib pajak," kata Agus.

2 dari 3 halaman

Alasan Lain

Kemudian adanya fakta ia mengajukan keberatan atas hasil pemeriksaan tahun 2016, hasilnya pengurangan, sementara kalau direkayasa harusnya bertambah dan dari hasil pengujian pajaknya dikurangi. Selain itu, terkait adanya pemeriksaan ulang itu tidak membuktikan adanya rekayasa.

"Penuntut hanya mengutip mentah-mentah keterangan satu saksi yang ternyata juga diakomidir majelis hakim," kata dia.

Agus juga membantah tentang adanya pemberian. Menurut dia tidak ada fakta persidangan yang membuktikan hal tersebut. Seperti tidak ada data dirinya hadir di lokasi yang disebutkan sebagai lokasi pemberian.

Sementara mengenai uang pengganti Rp5 miliar yang dibebankan kepada dirinya dalam vonis, ia mengaku bingung dengan putusan tersebut. Menurutnya penuntut umum dan majelis hakim hanya mengakomodir omongan satu saksi yang menurut aturan KUHAP satu saksi bukanlah saksi.

"Satu hal lagi, ini yang jadi pertanyaan, Yulmanizar. Yang katanya dia ini itu segala macemnya sampai saat ini tersangka saja belum. Apa motivasinya? Kemudian juga kita gagal paham terhadap pajak. Tadi masalah tidak ada surat permohonan, faktanya ada. Bisa dicek," kata Agus.

3 dari 3 halaman

Vonis Lebih Rendah dari Tuntutan Jaksa

Vonis 2 tahun ini lebih rendah dari tuntutan jaksa KPK. Jaksa menuntut hakim menjatuhkan pidana kepada Agus penjara 3 tahun denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan

Hak yang memberatkan vonis yakni, Agus dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Selain itu, Agus juga tidak mengakui perbuatannya.

Sementara hal yang meringankan, Agus dinilai sebagai kepala keluarga, bertanggung jawab kepada keluarganya, serta bersikap sopan.

Agus terbukti melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf aUU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.