Sukses

Kekhawatiran LPSK Jika Richard Eliezer Divonis Berat dalam Kasus Pembunuhan Brigadir J

Ketua Lembaqga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo menilai seharusnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) memberikan tuntutan lebih ringan kepada Richard Eliezer atau Bharada E ketimbang terdakwa lain.

 

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Lembaqga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo menilai seharusnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) memberikan tuntutan lebih ringan kepada Richard Eliezer atau Bharada E ketimbang terdakwa lain. Hal ini berpegang pada Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban. 

"Mestinya E mendapat tuntutan paling ringan. Memang diatur UU begitu," kata Ketua LPSK, Hasto Atmojo Suroyo saat dihubungi merdeka.com, dikutip Sabtu, (21/1/2023).

Dalam pasal 28 ayat 2 huruf a dan pasal 5 ayat 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban disebutkan setiap JC dimungkinkan mendapat hukuman lebih ringan dibanding terdakwa lain.

Namun nyatanya Bharada E mendapat hukuman lebih berat ketimbang, Ricky Rizal alias Bripka RR, Putri Candrawathi, dan Kuat Maruf yang hanya dituntut delapan tahun.

"Ini karena Jaksa tidak merujuk ke UU Perlindungan Saksi dan Korban," jelas Hasto.

Sehingga, Hasto berpandangan jika nantinya dalam vonis hakim Bharada E mendapat hukuman yang lebih berat daripada terdakwa lain, kecuali Ferdy Sambo yang dituntut selama seumur hidup. Keputusan itu akan berdampak negatif terhadap status JC yang diberikan LPSK.

"Itu yang kami khawatirkan (karena tidak menjamin keringan hukuman). Orang akan menilai percuma saja berstatus sebagai JC," terangnya.

Meski demikian, Hasto menegaskan bahwa argumen kritik dari LPSK soal tuntutan Bharada E yang lebih berat dari terdakwa lain bukan sebuah intervensi kepada JPU. Karena, apa yang disampaikan sebagaimana diatur dalam Undang-undang LPSK.

"Kami tidak pernah mengintervensi Kejaksaan," jelasnya.

2 dari 3 halaman

Berkaca pada Kasus Bharada E, LPSK Minta DPR Dukung Pendirian Rutan Khusus JC

Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo Suroyo meminta dukungan Komisi III DPR RI agar rutan khusus untuk justice collaborator (JC) bisa terbangun. Saat ini, kata Hasto, pihaknya tengah berkoordinasi dengan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) untuk pendirian rutan tersebut.

"Kita minta dukungan dari Komisi III agar LPSK bisa menyelenggarakan rumah tahanan khusus bagi saksi pelaku atau JC. Karena ini kami nilai cukup mendesak, pengalaman terakhir dengan memberikan perlindungan kepada Bharada E itu yang menjadi pemicu kami," kata Hasto di kompleks parlemen Senayan, Senin (16/1/2023).

Terkait Bharada E, menurut Hasto, sebagai Justice Collabolator (JC) maka memiliki hak mendapat perlakuan khusus termasuk tuntutan yang berbeda.

"Kami berharap begitu. Sejak kami memberikan perlindungan bagi Bharada E sbg JC, kita melakukan upaya untuk bisa penuhi 3 hal yang jadi haknya JC, yakni pengamanan, perlindungan dan pengawalan, dan perlakuan khusus oleh penegak hukum, memisahkan berkas perkara, tempat penahanan dipisahkan," ujar Hasto.

Hasto melanjutkan, rutan khusus berbeda dengan rumah aman LPSK. Ia meminta semua pihak mempertimbangkan usulan rutan tersebut, sebab, LPSK memiliki tanggung jawab yang sangat besar untuk melindungi para saksi hingga korban.

"Karena di dalam UU Perlindungan Saksi dan Korban, LPSK wajib memberikan perlindungan kepada saksi, korban, saksi pelaku, pelapor dan juga ahli. Kalau kita lakukan perlindungan itu di rumah aman misalnya, lah dia tahanan jadi memang harus di rutan," ucapnya.

3 dari 3 halaman

Hadiah bagi JC dan Korban

Menurut Hasto, keberadaan Rutan khusus bisa menjadi hadiah atau reward bagi JC dan korban.

"Selain itu kita bisa jadikan rutan khusus ini sebagai reward kepada seorang JC atau saksi pelaku, bahwa dia ditempatkan betul-betul di rutan yang khusus, yang aman," pungkasnya.

Reporter: Bachtiarudin Alam/Merdeka