Sukses

Sidang Pleidoi, Momen Ferdy Sambo Membela Diri dari Tuntutan Penjara Seumur Hidup

Penasihat Hukum Ferdy Sambo, Rasamala Aritonang menuturkan, pihaknya akan sampaikan secara utuh dan lengkap untuk pembacaan pembelaan atau pleidoi atas tuntutan JPU.

Liputan6.com, Jakarta - Sidang lanjutan dengan agenda pembacaan pleidoi atau nota pembelaan oleh terdakwa Mantan Kadiv Propram Polri Fery Sambo atas dakwaan pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada, Selasa (24/1/2023).

Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo dituntut hukuman seumur hidup penjara atas kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J pada Selasa, 17 Januari 2023. Dalam surat tuntutan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menilai Ferdy Sambo terbukti melakukan pembuniuhan berencana terhadap Brigadir J. Ia dinilai melanggar Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP serta Pasal 49 juncto Pasal 33 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE jo Pasal 55 KUHP.

Adapun hal yang memberatkan Ferdy Sambo atas tuntutan penjara seumur hidup tersebut dengan menimbang sejumlah pertimbangan.

"Perbuatan terdakwa menghilangkan nyawa korban Nofriansyah Yosua Hutabarat dan luka yang mendalam bagi keluarganya. Terdakwa berbelit dan tidak mengakui perbuatannya dan memberikan keterangan di persidangan," ujar JPU dalam persidangan, Selasa, 17 Januari 2023, dikutip dari Kanal News Liputan6.com.

Selain itu, apa yang dilakukan oleh Ferdy Sambo tidak sepatutnya dilakukannya sebagai aparat penegak hukum kala itu. Apalagi, jabatan ia saat itu merupakan Kadiv Propam Polri.

"Akibat perbuatan terdakwa, menimbulkan keresahan dan kegaduhan yang luas di masyarakat. Perbuatan terdakwa tidak sepantasnya dilakukan dalam kedudukannya sebagai aparatur penegak hukum dan petinggi Polri," ujarnya.

"Perbuatan telah mencoreng institusi Polri di mata masyarakat Indonesia dan dunia Internasional. Perbuatan terdakwa telah menyebabkan banyaknya anggota Polri lainnya turut terlibat," ia menambahkan.

Di sisi lain, JPU menegaskan tidak ada hal yang dapat meringankan Ferdy Sambo dalam perkara yang menjeratnya. “Hal-hal yang meringankan tidak ada,” ujar JPU.

Pada Selasa, 24 Januari 2023, Ferdy Sambo akan menjalankan sidang agenda lanjutan dengan pembacaan nota pembelaan atau pleidoi.  Melalui sidang pleidoi ini menjadi momen Ferdy Sambo sebagai upaya untuk mengajukan pembelaannya dari tuntutan hukuman seumur hidup.

 

 

 

2 dari 4 halaman

Pengacara Ferdy Sambo Pastikan Lakukan Pembelaan

Sebelumnya, Penasihat Hukum Ferdy Sambo, Rasamala Aritonang menghormati surat tuntutan JPU. Pihaknya pun memastikan melakukan pembelaan.

"Kami hormati tuntutan yang disampaikan JPU dalam jalankan fungsinya pada perkara ini. Nanti merespons tuntutan ini, akan kami sampaikan secara utuh, secara lengkap dalam pembelaan kami," ujar Rasamala di PN Jaksel, Selasa 17 Januari 2023, mengutip Kanal News Liputan6.com.

Rasamala menuturkan, tanggapan dimuat dalam pledoi Ferdy Sambo secara pribadi maupun penasihat hukum. Terutama ihwal konstruksi berencana.

"Karena fokus JPU dalam surat tuntutannya adalah terkait dengan Pasal 340 pembunuhan berencana," ujar dia.

Lebih lanjut, Rasamala menerangkan, sebagian besar pledoi nanti akan counter yang disampaikan oleh JPU. Menurut dia, unsur-unsur yang diutarakan dalam surat tuntutan berjauhan dengan fakta yang terungkap di persidangan.

"Nanti kita ungkap lebih lengkap di dalam pembelaan kita ya fakta-fakta apa yang terkait, bukti-bukti apa yang relevan untuk mengcounter apa yang disampaikan JPU. dari sisi kami sebagai penasihat maupun dari sisi Ferdy Sambo," ujar dia.

 

3 dari 4 halaman

Ferdy Sambo Dituntut Penjara Seumur Hidup

Sebelumnya, Mantan Kadiv Propam Ferdy Sambo dituntut penjara seumur hidup oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Ferdy Sambo dituntut lantaran dianggap mendalangi pembunuhan berencana Brigadir Nofriasyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

"Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa pidana seumur hidup," kata jaksa di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (17/1/2023). 

Jaksa menilai Ferdy Sambo secara sah terbukti bersama-sama melakukan tindak pidana pembunuhan berencana Brigadir J sesuai dengan Pasal 340 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. 

Jaksa menilai unsur pembunuhan berencana, merampas nyawa orang lain dan unsur lain dalam Pasal 340, terpenuhi. Oleh karena itu dakwaan subsider tidak perlu dibuktikan. 

Misal unsur pembunuhan berencana. Jaksa merunut fakta hukum yang diperoleh.

Saksi RR benar pada 7 Juli 2022, turun ke lantai 1 mengamankan senpi milik Brigadir J dan senjata laras panjang stayer yang berada di kamar ADC untuk dipindahkan ke kamar Tribata Putra Sambo untuk diamankan.

Dari keterangan saksi dan terdakwa Ferdy Sambo diperoleh fakta hukum, saudara Ferdy Sambo jelas dan tegas. Bahwa terdakwa Ferdy Sambo pada Jumat dini hari, 8 Juli 2022, menerima telepon dari PC yang menyampaikan perbuatan korban Brigadir J sehingga terdakwa Ferdy Sambo ada kehendak untuk berbuat sesuatu.

"Terdakwa Ferdy Sambo menggunakan HT untuk memanggil RR naik ke lantai 3. Saat bertemu, Ferdy Sambo secara sadar sampaikan maksud dan niat kepada RR kamu back up saya kalau Brigadir J melawan. Lalu mengatakan, kamu berani gak tembak dalam hal ini Brigadir J. Kemudian RR menjawab tidak berani pak, karena saya tidak kuat mentalnya. Penyampaikan tersebut merupakan maksud bahwa penyampaikan perbuatan terdakwa ferdy sambo memang bertujuan untuk perbuatan menimbulkan akibat yang dilarang dalam hal ini menghilangkan nyawa Brigadir J," tutur jaksa.

Mendengar jawaban RR tersebut, lanjut dia, terdakwa Ferdy Sambo merasa tidak puas jika kehendak untuk menghilangkan korban Brigadir J tidak terlaksana. Sehingga untuk mencapai tujuan terdakwa Ferdy Sambo menyampaikan meminta Bharada E.

"Terdakwa Ferdy Sambo secara sadar menyampaikan maksud dan niat kepada Brhada E dengan perkataan kamu sanggup gak nembak Yoshua, dijawab siap komandan. Maksud dan tujuan yang disampaikan terdakwa Ferdy Sambo ke RR maupun ke Brhada E dalam merupakan bentuk kesengajaan yang bertujuan menghilangkan nyawa orang lain dalam hal ini Brigadir J," kata jaksa.

 

4 dari 4 halaman

Berikan Satu Kotak Peluru kepada Bharada E

Untuk melaksanakan maksud dan tujuan daripada terdakwa Ferdy Sambo berikan satu kotak peluru kepada Bharada E dengan tujuan untuk menambah magazen dengan peluru untuk digunakan menembak atau menghilangkan nyawa Brigadir J. Lalu Bharada E menerima satu kotak peluru tersebut dan menambahkan peluru ke magazen lalu dipasangkan ke senjata Glock 17 milik Bharada E.

Terdakwa Bharada E meyakinkan akan menjaga Bharada E karena kalau terdakwa Ferdy Sambo yang membunuh, menembak tidak ada yang bisa menjaga kita semua. Kemudian Ferdy Sambo menentukan lokasi pelaksanaan dengan mengatakan lokasi di 46.

"Selanjutnya Ferdy Sambo menjelaskan berulang-ulang skenario yang telah dibuat oleh terdakwa Ferdy Sambo. Skenario, cerita karangan cerita bohong. Brigadir J lecehkan PC. PC berteriak minta tolong lalu Bharada E merespon dan brigadir J menembak. Bharada E nembak balik ke korban Brigadir J. Kemudian Ferdy Sambo meyakinkan lagi dengan mengatakan Bharada E aman karena membela PC dan membela diri. Agar lebih sempurna pelaksanaan kehendak terdakwa Ferdy Sambo untuk merampas nyawa korban Brigadir J," ujar jaksa.

"Kemudian terdakwa Ferdy Sambo menanyakan kepada senjata api keberadaan Brigadir kepada Bharada E. Dijawab senjata Brigadir J di Lexus LM. Kemudian menyuruh Bharada E untuk mengambil senjata Brigadir J. Dan senjata api HS diserahkan ke terdakwa tujuan agar Brigadir J lebih mudah dieksekusi. Bahwa pelaksanaan kehendak maksud dan tujuan telah disusun Ferdy Sambo dengan rapih terungkap dalam persidangan merupakan fakta hukum," sambung jaksa.

Selain itu, jaksa menilai unsur Pasal 49 juncto Pasal 33 UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 juncto Pasal 55 KUHP juga terpenuhi.

Sebelumnya, Ferdy Sambo didakwa dengan pasal 340 KUHP subsider pasal 338 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Selain itu, Ferdy Sambo didakwa lobstruction of justice (OOJ) untuk menghilangkan jejak pembunuhan berencana.

Ferdy Sambo dipersangkakan dengan Pasal 49 juncto Pasal 33 dan/atau Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau Pasal 221 ayat (1) ke 2 dan 233 KUHP juncto Pasal 55 KUHP dan/atau Pasal 56 KUHP.

Dengan ancaman pidana maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup atau 20 tahun penjara.